Oleh: Xavier Quentin Pranata
Saat foto bersama seorang gadis remaja yang saya mentori di bidang tulis-menulis, dia meminta saya mengikuti ‘finger gesture’-nya. Gadis cantik berkacamata ini meletakkan ibu jarinya ke atas jari telunjuknya. Saya bingung melakukannya karena tidak mengerti bahasa simbol jari yang dia peragakan. “Begini lho,” ujarnya sambil meletakkan jempol saya ke atas jari telunjuk kanan saya. Setelah itu mamanya memotret kami pakai hape.
Pengetahuan saya yang ABG—Anak Baru Gocap—kalah jauh dengan Vania—ABG sejati—di bidang ‘bahasa jari’ ini. Menurut saya, jempol di atas jari telunjuk menggambarkan uang atau permintaan suap. Ternyata jauh sekali. Tanda itu ternyata penetrasi budaya Korsel. Jempol di atas telunjuk dipopulerkan oleh artis Korsel sebagai ‘finger heart’. Baru ketika saya perhatikan, saya memang ‘melihat’ tanda hati di sana.
Pada kesempatan berikutnya, Vania, foto bareng saya lagi. Kali ini dia membentuk setengah hati dengan seluruh jarinya. Ditambah seluruh hari saya yang membentuk setengah hati lainnya, jadilah lambang hati yang penuh. Kalau ini saya tidak terlalu susah menafsirkannya.
Paspampres pun menjaga jari
Ketika arak-arakan Jokowi lewat, ada seorang anak yang mengacurkan dua jarinya. Oleh seorang paspampres, satu jari anak itu dilipat sehingga tinggal satu jari yang teracung. Video ‘perkosaan’ jari ini pun viral. Entah anak itu mengerti maksudnya atau tidak, yang jelas, dia taat.
Apa memang pada dasarnya orang Indonesia terlalu kepo atau sensi sehingga sekaliber paspampres pun begitu teliti melihat tanda-tanda jari. Ternyata dengan berubahnya nomor urut Jokowi dari pilpres sebelumnya yang mendapat nomor dua dan sekarang nomor satu merepotkan bukan saja tim kampanye melainkan juga pendukung setianya. Mereka yang dulu setiap kami selfie, wefie atau foto bareng-bareng selalu mengacungkan dua jari, kini sedikit canggung mengacungkan jari telunjuk. Bukankan dulu tanda ini milik Prabowo?
Entah karena kreatif atau otak-atik-gathuk (Jawa=dicocok-cocokkan), maka nomor satu pun bisa diartikan tetap menjadi presiden nomor satu di hati rakyatnya. Bisa juga artinya satu periode lagi.
Bagaimana dengan dua jari?
Lambang jari paling afdol yang mengacungkan jari telunjuk dan tengah yang dengan gampang sekali diartikan sebagai ‘victory’. Namun karena dianggap pernah dipakai kubu Jokowi, ada saja orang yang memakai dua jari yang lain, yaitu telunjuk dan jempol. Belakangan ada video yang juga ramai diedarkan di WAG, bahwa tanda itu tidak cocok untuk mewakili nomor dua, melainkan huruf J.
Yang menarik, jika dua jari memakai telunjuk dan kelingking, artinya kontroversial. Di satu sisi ada yang mengartikannya sebagai fans grup musik metal. Yang lebih eksrteem menganggapnya sebagai lamba kambing yang artinya setan.
Bagi saya, hati-hati memakai dua jari telunjuk dan jempol yang menghadap ke atas. Mengapa? Karena artinya bisa saja menembak atau menuduh seseorang. Bukankah saat ini sedang ramai saling tuduh dan saling gugat baik antarkelompok maupun antarpribadi—seperti ditunjukkan Rizal Ramli dan Surya Paloh?
Bagi saya, jika kita menuduh atau menembak seseorang dengan posisi jari mirip pistol, yang kita lakukan adalah mengarahkan tuduhan kepada yang di atas juga—diwakili oleh jempol yang menghadap ke atas—melainkan juga menuduh diri sendiri yang diwakili oleh tiga jari tengah, manis dan kelingking. Jadi, saat kita menuduh orang lain, kita mendiskreidtkan Tuhan sekaligus menyerang diri kita sendiri. Bumerang. Backfire. Yang paling bijaksana adalah memakai simbol hati seperti yang saya peragakan bersama Vania. Setuju?
- Xavier Quentin Pranata, pelukis kehidupan di kanvas jiwa.