ANIS, BELAJARLAH DARI MESIN ATM
Oleh: Samuel Tanujaya
Sebulan belakangan ini Media Sosial kita dihiasi berbagai topik headline news, mulai dr kasus seorang polisi yang terbakar di Cianjur, Enzo dan 17 Agustusan sampai Kisruh Papua.
Salah satu yang menyedot perhatian publik adalah tentang Pemindahan Ibukota Republik Indonesia ke Kalimantan Timur.
Tulisan ini tidak akan membahas secara detail tentang kronologis dan sebab-akibat serta perbandingan DKI Jakarta dan DKI Kalimantan Timur.
Tulisan ini adalah tulisan ringan yang lebih menyoroti reaksi serta apa yang terjadi dengan Jakarta setelah Ibukota RI resmi diputuskan pindah ke Kalimantan Timur.
Berawal dari melihat gestur dan raut muka Anis si Gubernur DKI Jakarta saat ini, ketika mendengarkan pengumuman pemindahan Ibukota yang disampaikan oleh Presiden Jokowi, ada banyak sekali netizen yang berkomentar.
Ada yang positif tetapi jauh lebih banyak yang negatif.
Saat ini di Jakarta berkumpul Pusat dari berbagai hal seperti Kantor Pusat Asuransi, Kantor Pusat Perbankan, Kantor Pusat Partai Politik, Kantor Pusat Rumah Sakit, Kantor Pusat Hotel dan banyak lagi lainnya.
Nah, ketika proses pemindahan Ibukota ini berlangsung, saya membayangkan alur transaksi baik keuangan, perekonomian makro-mikro, bisnis property, perbankan, kegiatan rumah sakit dll. di Jakarta tetap berjalan seperti biasa.
Dalam pemikiran saya adalah kemungkinan yang sangat sangat kecil dan hampir tidak akan dilakukan oleh Perusahaan-perusahaan atau Partai Politik tersebut untuk memindahkan Kantor Pusatnya atau Kantor DPP/DPN-nya ke Ibu Kota yang baru di Kalimantan Timur.
Sangat sulit membayangkan secara tiba-tiba DPP PDIP sebagai Partai Besar dan Berpengalaman sekalipun tiba-tiba memindahkan Kantor DPP-nya ke Kab.Penajam Paser Utara. Dan hal itu juga sepertinya yang akan terjadi dengan perusahaan perbankan, asuransi, dll…
Saya membayangkan bahwa “PUSAT” pengendalian politik masih di Jakarta. Bukankah hampir semua pimpinan Partai Politik di Indonesia bertempat tinggal di Jakarta ? Bukankah Politik menjadi hal ihwal pemicu kebijakan atau keputusan yang diambil Pemerintah dan bisa mempengaruhi sangat banyak hal lainnya di Indonesia ?
Bukankah Maestro Politik dan Pendekar Politik banyak yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya. Belum lagi tokoh nasional lainnya dan para artis-artis nasional yang namanya sudah dikenal seluruh Indonesia.
Jadi sebenarnya perpindahan Ibukota Republik Indonesia ke Kalimantan Timur tidak berarti Jakarta akan menjadi Kota Mati atau Daerah Terbelakang. Bagaimanapun sampai dengan saat ini hampir semuanya terkendali dari Jakarta. Termasuk soal intrik politik, kongsi koalisi, lobby-lobby internal dan partai politik, lobby-lobby eksternal oun akan banyak dilakukan dari dan di Jakarta.
Jadi magnet Jakarta masih akan sangat kuat secara politik, perekonomian serta perbankan dan lainnya. Nah berkaitan dengan hal ini, maka seharusnya kita tidak melihat gestur atau mimik kecewa dari seorang Anis ketika mendengar pengumuman itu.
Jangan tanya saya soal APBD karena itu akan berkaitan sangat erat dengan siapa pemimpin Jakarta itu sendiri.
Ketika jumlah APBD yg puluhan Trilyun hingga mencapai lebih kurang 100 trilyunan itu tetap berputar di Jakarta seharusnya Anis tidak terpengaruh, tidak lagi memberikan statemen / narasi yang aneh bin ajaib lagi seperti yang sudah dilakukannya yaitu perubahan/revisi UU yang berkaitan dengan Pajak Bumi dan Bangunan, Kebijakan Ganjil-Genap, Waring Hitam, Soal Besek Bambu, Getah-getih dan yang terbaru Bronjong Batu yang mirip tugu Brokoli.
Jujur saja saya tiba-tiba teringat hal ini:
Seringkali saya secara tidak sadar meremehkan / tidak mengganggap penting hal-hal yang biasa ditemui dan dilakukan sehari-hari. Penyebabnya karena saya terfokuskan hanya kepada hal-hal tertentu saja sementara hal lain saya anggap biasa dan tidak penting.
Saya pernah suatu saat pergi ke ATM setelah memasukkan perintah lewat tombol-tombol saya menunggu dangan tidak sabar karena ingin segera pergi belanja. Kemudian diLayar ATM ada tulisan seperti ini:
“Maaf, saldo anda tidak mencukupi dan bla bla bla…”
Akhirnya saya memilih pulang dan memutuskan belanja keesokan harinya saja. Sementara berjalan pulang saya tersenyum simpul sendiri.
Ternyata ATM yang hanya mesin saja dan pastinya tidak ber-agama tapi tahu meminta maaf untuk sesuatu yang bukan merupakan kesalahannya, karena soal jumlah saldo kan itu kesalahan saya sendiri, tetapi ATM malah meminta maaf.
Diipikir-pikir ATM lebih punya HATI & OTAK drpd manusia yang sudah jelas-jelas salah, menghina orang lain tetapi tetapi justru menyalahkan orang lain, menyalahkan bawahannya.
Bahkan yang sudah jelas-jelas nyata menghinakan agama lain, nyata-nyata salah tetapi tidak mau meminta maaf dan malah membela diri bahwa dia tidak bersalah. Padahal ATM cuma kombinasi Mesin, Program dan Besi yang tidak pernah ingin masuk sorga hehehehe….
Tuhan kalau ingin menyampaikan pesan kepada umatnya memang seringkali justru dari hal-hal sederhana. Harus diakui Tuhan jika sedang ingin bercanda itu rasanya sesuatu banget hehehehe…
Sebagai penutup saya ingin menyampaikan ini:
Anies harus belajar dari mesin ATM seperti apa seharusnya kodrat seorang manusia sebagai makhluk sosial yang mau meminta maaf bahkan walau bukan kesalahannya.
Anis, belajarlah dari mesin ATM bagaimana menjadi pelayan publik yang baik….
Anis, terimalah pindahnya Ibukota RI ke Kalimantan sebagai takdir,
Belajarlah dari mesin ATM, bagaimana setiap saat bisa IKHLAS, RIDHO seperti mesin ATM yang selalu melayani transaksi dengan baik dan memberi pelayanan terbaik kepada nasabahnya.
Salam Cerdas, Kritis, Bijak…