Dalam sebuah video yang diunggah di situs Youtube, Ustaz Somad menjawab pertanyaan dari jemaah sebuah masjid di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yaitu mengenai hukum syariah menyuap atau menyogok oknum di instansi pemerintahan demi memperoleh pekerjaan.
Ustaz Somad pun menjawab, bahwa ada dua jenis hukum bagi uang yang dibayarkan untuk mendapatkan posisi tertentu di sebuah instansi, yaitu menyogok syariah dan menyogok secara haram/konvensional.
Menyogok syariah, menurut ustaz, adalah membayarkan uang tertentu untuk mendapatkan hak yang sudah harus dimiliki oleh seseorang.
“Kalau sudah memenuhi syarat, tidak masalah. Karena itu artinya dia sedang mengambil haknya. Daripada haknya itu diambil orang lain,” kata Ustaz Somad dalam video itu.
Tak urung jawaban Abdul Somad pun mendapat kecaman dari berbagai pihak. Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri, menegaskan uang yang dibayarkan seseorang untuk mendapat posisi tertentu adalah merupakan salah satu bentuk korupsi.
“Pandangan seperti itu sangat keliru. Uang yang dibayarkan dalam bentuk apa pun, dalam kondisi apa pun untuk bisa diterima dalam satu institusi meraih posisi tertentu, tetap haram dan itu termasuk bagian dari korupsi,” kata Febri kepada Media Indonesia, Senin, 5 Februari 2018.
Febri pun meminta Ustaz Somad mencabut kembali ucapannya itu. Karena, hal tersebut dapat memancing keragu-raguan dari masyarakat terhadap korupsi yang saat ini sedang merajalela.
Selain Febri, Komisioner Ombudsman Laode Ida menilai konten ceramah Ustaz Somad sangat berbahaya.
“Karena pendapatnya merupakan ajaran yang mengamini praktik suap dalam proses penerimaan pegawai. Implikasinya niscaya jauh lebih berbahaya karena terbuka peluang untuk dipraktikkan oleh aparat ASN (aparatur sipil negara) di sektor-sektor lain,” kata Laode dalam keterangan persnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga ikut menanggapi soal ‘sogok syariah’ tersebut. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, menegaskan bahwa perbuatan memberi dan menerima suap tetap lah tidak bisa dibenarkan menurut undang-undang.
“Hal ini jika ditoleransi dan berlaku masif akan memunculkan korupsi yang lebih besar,” ucap Febri.
Saya pribadi juga menilai apa yang disampaikan oleh Abdul Somad adalah cara pandang yang keliru ataupun usaha untuk menghalalkan yang haram. Membenarkan perbuatan yang salah. Coba kita telisik lagi kalimat yang disampaikan oleh Abdul Somad dibawah ini.
“Kalau sudah memenuhi syarat, tidak masalah. Karena itu artinya dia sedang mengambil haknya. Daripada haknya itu diambil orang lain,”
Pertanyaannya, bila memang memenuhi syarat dan sudah merupakan haknya, kenapa masih harus menyogok?. Katakanlah karena ada oknum-oknum tertentu yang mempersulit. Bukankah sudah ada badan yang berwenang untuk menangani hal tersebut? Mulai dari badan Saber Pungli, Detasemen Khusus Anti Korupsi, KPK, serta Ombudsman sendiri yang berkaitan dengan layanan publik.
Untuk masalah hak, pun masih bisa diperdebatkan lagi, katakanlah si A mengikuti ujian untuk CPNS. Si A merasa mampu menjawab soal ujian seleksi tersebut. Si A tentu merasa bisa lolos dan berhak diangkat menjadi PNS.
Namun menurut si B yang memeriksa jawaban soal si A, mungkin menemukan banyak kesalahan jawaban, sehingga si B merasa berhak memutuskan si A gagal atau tidak lolos. Apakah karena si A merasa mampu dan merasa berhak untuk diangkat menjadi PNS, lantas diperbolehkan menyogok? Dengan alasan sogokan syariah?.
Bila demikian halnya maka sogokan haram akan hilang dari muka bumi, karena orang akan mengaku sogokannya sogokan syariah. Badan anti rasuah seperti KPK dan Komisi Antikorupsi akan kehilangan pekerjaan, karena pejabat atau pengusaha yang tertangkap basah akan sama-sama mengaku itu praktek sogok menyogok ala syariah.
Lebih jauh lagi bila dijalankan, maka perbuatan kriminal lainnya bisa jadi akan ikut-ikutan agar terlepas dari hukuman. Nanti kita akan menemukan membunuh syariah, mencopet syariah, mencuri syariah dan sebagainya, padahal hal-hal demikian sama sekali dilarang dalam ajaran agama manapun.
Lebih cocok bila Ustad Abdul Somad mengatakan, kalau memang merasa itu sudah haknya atau merasa haknya dilanggar, maka perjuangkanlah dengan cara-cara yang benar, tempuhlah jalur hukum bila memang harus ditempuh. Bukankah akan terdengar lebih elok?, daripada harus mengarang dan memunculkan istilah sogok syariah yang keliru tersebut.
Eh ngomong-ngomong, saya merasa berhak mendapat satu juta viewer lho, jadi tolong artikelnya dibagikan ya, nanti saya kasih sogokan bersyariah deh. Hadeh, tuh kan, jadinya saya ikut-ikutan.