Sumber: liputan6.com
Seperti yang kita ketahui, sejak menjabat sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur, Anies dan Sandiaga Uno selalu berusaha mencuri perhatian masyarakat melalui pemberitaan yang disebabkan oleh keputusan, tindakan atau ucapan yang bagi saya termasuk konyol. Belum lagi pernyataan-pernyataan yang menjurus menyerang dan menyalahkan gubernur sebelumnya yaitu Ahok.
Dari mulai kengawuran atau error-nya Anies yang tidak bisa membedakan yang mana staff Gubernur dan yang mana TGUPP (Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan) yang jelas-jelas keduanya adalah hal yang berbeda, sindiran Sandiaga Uno yang juga ikut ikutan menyerang Ahok untuk masalah audit dana operasional setelah sebelumnya menyindir dengan menyebut Ahok sebagai Superman.
Itu hanya beberapa contoh dari sekian banyak contoh lainnya. Coba perhatikan, semua target sasarannya difokuskan ke Ahok, apa salah seorang Ahok?. Ibaratnya beliau sudah kalah dalam Pilkada, harus menjalani hukuman di penjara, masih juga harus diserang habis-habisan. Seakan ada kebencian yang amat sangat dari kedua pasangan tersebut terhadap seorang Ahok. Benarkah demikian?. Apakah ada maksud lain selain itu?. Sebelum menjawabnya, saya akan berbicara hal lain terlebih dahulu, silahkan Anda yang menyimpulkannya di bagian akhir nanti.
Sekarang coba kita lihat gambaran yang lebih besar. Sebentar lagi pilkada 2018 akan digelar, setahun kemudian adalah pilpres 2019. Flashback sedikit ke pilkada DKI kemarin yang penuh nuansa sara dan dijuluki pilkada terkotor sepanjang sejarah sampai-sampai gubernur dan wakilnya dijuluki Gubernur dan Wakil Gubernur Saracen. Banyak yang menganggap politisasi agama terhadap Ahok adalah serangan antara yang target utamanya adalah Jokowi.
Ada orang-orang yang merasa tidak puas terhadap kepemimpinan Jokowi. Dan orang-orang yang saya maksud adalah kaum koruptor, politikus busuk, kaum radikal, pengusaha hitam yang untuk mudahnya saya sebut dengan istilah mafia yang selama ini menikmati kenyamanan melalui uang haram yang mereka nikmati. Sampai kemudian Jokowi memimpin, gebrakan pertama adalah menutup Petral, yang merupakan salah satu ladang gemuk sarang para mafia itu untuk mendapatkan uang haram.
Kebencian terhadap Jokowi sudah dimulai sejak saat itu, diikuti dengan kebijakan-kebijakan Jokowi lainnya, semakin membuat mereka terjepit. Menikmati uang haram tidaklah semudah dulu lagi. Pembalasan pun mereka susun dan menemukan momentumnya saat Pilkada DKI. Ahok yang terseleo lidah menjadi bulan-bulanan mereka, tujuannya tentu saja agar Jokowi salah langkah dan membela Ahok. Sehingga mereka bisa menuduh Jokowi telah mengintervensi hukum. Alasan pemakzulan pun bisa dicetuskan melalui DPR. Sayangnya Jokowi bisa membaca hal tersebut. Jokowi menyerahkan kasus Ahok untuk diselesaikan secara hukum sehingga tidak ada alasan bagi para mafia tersebut untuk memakzulkan Jokowi.
Strategi harus mereka susun ulang, menyerang langsung sulit, cara menyerang pun dirubah, kantong-kantong suara diberbagai daerah harus mereka kuasai terutama yang pro Jokowi, tujuannya adalah pilpres 2019. Namun bukan hal yang mudah, karena kaum Projo (Pro Jokowi) tersebar diberbagai daerah dan sangat kompak. Ketika Ahok dipenjara, sebenarnya sudah ada usaha untuk mengadu domba antara pendukung Ahok dengan pendukung Jokowi, namun gagal karena secara umum pendukung Jokowi adalah pendukung Ahok juga, dan pendukung Ahok adalah pendukung Jokowi juga.
Kekompakan itulah yang mereka coba manfaatkan, karena bila salah satu antara Ahok atau Jokowi diserang, dapat dipastikan akan dibela mati-matian oleh pendukungnya. Caranya dengan memanfaatkan gubernur dan wakilnya yang bercokol di Balai Kota sekarang sebagai pengalih isu. Karena keduanya didesain bukan untuk bekerja, tapi untuk menciptakan kekacauan. Sudah kelihatan benang merahnya?.
Ok, kita lanjutkan biar lebih jelas. Berbagai cara dilakukan, mulai dari tindakan, ucapan konyol pun terlontarkan yang semuanya di arahkan kepada Ahok, tujuannya agar para pendukung Jokowi semuanya terfokus kepada mereka berdua dan membela Ahok mati-matian. Media yang haus rating tentu juga sudah diperhitungkan akan melahap berita tersebut dengan rakus.
Keberhasilan-keberhasilan pembangunan yang dilakukan Jokowi pun tertutupi oleh berita dua orang tersebut. Disaat yang bersamaan, kaum kampret yang merupakan pendukung para mafia tersebut menyusup ke lini belakang pertahanan kaum Projo. Berita yang saya dapat, MCA saat ini sedang difokuskan ke daerah daerah terutama Jabar, Jatim dan Jateng untuk dikuasai disaat kaum Projo sedang fokus membela Ahok dan menertawai kelakuan gubernur dan wakilnya tersebut.
Saat kita terlena itulah, mereka akan bergerak massif, sistematis dan terstruktur untuk mempengaruhi masyarakat agar memilih pimpinan daerah yang sama visi misi dan sama kampretnya dengan mereka dengan slogan memilih pemimpin yang seiman, yang Islami, yang santun, yang pro khilafah. Duarrrr…. mereka sudah menang satu langkah, sedangkan kita masih terbengong-bengong. Setelah Pilkada DKI, kemudian kemenangan pilkada di daerah, 2-0 buat mereka.
Sasaran berikutnya adalah pilpres. Salah satu begundal yang bercokol di Balaikota, menurut info yang beredar, memang sudah dipersiapkan oleh si dalang untuk menghadapi Jokowi. Daerah-daerah yang telah mereka kuasai tentu akan mereka dimanfaatkan secara maksimal. Pemberitaan mengenai pembangunan yang dilakukan Jokowi diusahakan seminim mungkin menjangkau masyarakat, sedangkan spanduk-spanduk bahwa Jokowi antek Asing-Aseng, PKI, akan dimassifkan. Tidak ketinggalan di dunia maya para MCA-MCA dimaksimalkan perannya untuk bergentayangan menyebarkan fitnah dan hoax di dunia maya.
Kejadian Ahok untuk kedua kalinya terulang pada Jokowi. Tingkat kepuasan yang tinggi terhadap Jokowi, berbanding terbalik dengan hasil pemungutan suara. 3-0 untuk mereka.
Sampai disini saya rasa para pembaca sudah bisa melihat strategi besar yang mereka susun tersebut.
Oleh sebab itulah saya menghimbau kepada para Jokower, Ahoker dan orang-orang yang menginginkan Indonesia yang lebih baik dibawah kepemimpinan Jokowi agar selalu memberitakan keberhasilan-keberhasilan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, jangan terlalu fokus kepada pasangan Anies dan Sandiaga Uno yang sengaja disetting untuk konyol. Errornya Anies – Sandi Itu Cuma Pengalihan Isu!!.
Dukunglah pemimpin daerah yang memiliki visi dan misi yang sama untuk memajukan daerahnya seiring dan sejalan dengan pemerintahan pusat. Calon pemimpin daerah yang picik, radikal dan korup harus dicegah karena sekali mereka menjadi pemimpin, maka alamat warganya akan menderita hingga 5 tahun ke depan.
Jadikanlah Jakarta sebagai contoh, dipimpin oleh Gubernur dan Wakilnya yang sampai bulan kedua kepemimpinan mereka belum ada hasil kerja apa-apa, yang ada malah bagi-bagi uang masyarakat untuk para elite politiknya, mulai dari kunjungan kerja keluar negeri sampai renovasi kolam air mancur agar “terpancur” kesejukan, hingga bagi-bagi jatah untuk ratusan ormas yang semuanya menggunakan uang masyarakat. Kaum buruh yang dijanjikan UMP 3,9 juta realisasinya menjadi 3,6 juta. Rumah Petak DP 0 menjadi rumah lapis yang itupun “hanya” untuk yang berpenghasilan minimal 7 juta/bulan.
Melihat dari dekat justru akan mengaburkan pandangan kita. Berhentilah sejenak, mundurlah satu langkah, lalu lihatlah gambaran besarnya, maka kita akan bisa melihat keseluruhan skema yang sedang mereka jalankan.
Akankah kita ikut terpancing permainan mereka, atau kita yang pegang kendali untuk memaksa mereka ikut permainan kita.
Semua ada ditangan kita. Masih belum terlambat untuk memperjuangkan Jokowi periode kedua. Bila bukan kita, siapa lagi?. Bila bukan dimulai dari sekarang, kapan lagi?