Tindakan Anies yang mengeluarkan IMB untuk pulau reklamasi C dan D menuai kecaman dari berbagai pihak. Pasalnya IMB tersebut dikeluarkan oleh Anies di saat Perda nya belum ada. Seakan tidak ingin disalahkan, Anies pun mencari kambing hitam dengan menyebutkan dasarnya mengeluarkan IMB adalah Pergub Nomor 206 Tahun 2016 yang dibuat di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok.
Menurut Anies, Pergub yang dibuat Ahok menjadi dasar hukum pengembang atas bangunan yang ada di pulau reklamasi.
“Jika tidak ada Pergub 206/2016 itu maka tidak bisa ada kegiatan pembangunan apapun di sana, otomatis tidak ada urusan IMB dan lain-lain karena memang tidak punya dasar hukum untuk ada kegiatan membangun. Begitu ada Pergub maka pengembang punya dasar hukum atas bangunan yang terjadi di sana,” kata Anies, Rabu 19 Juni 2019.
Nah yang menjadi pertanyaan adalah apa iya seperti yang disebut Anies kalau IMB itu dasarnya karena ada Pergub?
Untuk menjawabnya, ada dua cara. Pertama melalui penelusuran langsung ke isi Pergub Nomor 206 Tahun 2016. Yang kedua adalah melalui penjelasan yang diberikan oleh Ahok.
Baca Juga:
Bau Amies Anies Atas Terbitnya IMB Pulau Reklamasi
Pembuktian Pertama
Baiklah, sekarang kita bahas cara yang pertama dulu. Bagi yang ingin membaca pergubnya secara lengkap dapat didownload di sini
(http://tarulh.com/wp-content/uploads/2018/12/PERGUB_NO.206_TAHUN_.2016_PANDUAN-RANCANG-KOTA-PULAU-C-PULAU-D-DAN-PULAU-E-HASI-REKLAMASI-KAWASAN-STRATEGIS-PANTAI-UTARA-JAKARTA.pdf)
Saya tidak akan menuliskan semuanya karena isinya cukup panjang. Hanya beberapa pasal saja yang saya kutip
PERSYARATAN Pasal 9: b. segala prosedur dan persyaratan perizinan pemanfaatan ruang di Pulau C, Pulau D dan Pulau E harus mengacu ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku; dan ==> INI YANG DILANGGAR ANIES
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 10 : b. terhadap permohonan perizinan pada Pulau C, Pulau D dan Pulau E hasil reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang sedang dalam proses harus mengacu pada Peraturan Gubernur ini dan diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan ==> INI JUGA DILANGGAR ANIES
Jadi dapat dikatakan jurus ngeles Anies untuk mengkambinghitamkan Pergub pun tidak tepat karena ketentuan peraturan perundangan ini adalah Perda. Dimana Perda yang dimaksud adalah untuk masalah zonasi, yang mengatur fasos-fasum, jalur hijau dan zonasi lainnya.
Yang sampai hari ini, pihak Pemprov masih belum mengajukan lagi Raperda baru setelah Anies menarik draf Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta dari DPRD pada 22 November 2017.
Di sisi lain, jika penerbitan IMB ini INGIN dibenarkan, minimal Anies harus memenuhi apa yang digariskan di dalam pasal 8 ayat 4 : Rincian lebih lanjut terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta kewajiban tambahan lainnya akan diatur dalam perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Pihak Ketiga yang akan mengembangkan Pulau C, Pulau D dan Pulau E hasil reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan mengacu pada Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah termasuk perpanjangan/penyempurnaannya. ==> yang diketahui sebesar 15% (atau yang kita kenal dengan istilah konstribusi tambahan 15% yang harus dibayarkan pengembang ke Pemprov DKI)
Jika Anies tidak menerapkan pasal 8 dari Pergub ini, maka tak ada alasan bagi pihak manapun untuk membenarkan tindakan Anies menertibkan IMB untuk total sebanyak 932 bangunan yang terdiri dari 409 rumah mewah dan 212 kantor di Pulau Reklamasi C dan D,
Baca Juga
Hak Interpelasi Bergulir, Akankah Anies Tereleminasi?
Pembuktian Kedua
Penjelasan yang lebih lugas disampaikan oleh Ahok sendiri. Walaupun awalnya mengaku malas menjelaskan, akhirnya Ahok memberikan penjelasan terkait Pergub Nomor 206 Tahun 2016 tersebut.
“Aku udah malas komentarinya. Kalau pergub aku bisa terbitkan IMB reklamasi, sudah lama aku terbitkan IMB. Aku pendukung reklamasi untuk dapatkan dana pembangunan DKI yang bisa capai di atas Rp 100-an triliun dengan kontribusi tambahan 15 persen NJOP setiap pengembang jual lahan hasil reklamasi,” kata Ahok melalui pesan singkat, Rabu 19 Juni 2019.
Dengan kata-kata tersebut saja sudah cukup jelas bila pergub sebenarnya tidak dapat dipakai untuk menerbitkan IMB. Walaupun sudah menerbitkan pergub, Ahok juga masih harus menunggu pengesahan terhadap Perda yang sayangnya pengesahannya dihalang-halangi oleh oknum DPRD yang menolak NJOP 15 persen saat pembahasan Perda Tata Ruang di Pulau Reklamasi.
Padahal 15 persen konstribusi tambahan yang bila ditotal nilainya di atas Rp100 triliiun tersebut rencananya akan dimanfaatkan Ahok untuk pembangunan kota Jakarta itu sendiri.
Belakangan baru diketahui dari kejadian kasus yang menjerat salah satu oknum DPRD, M. Sanusi yang merupakan adik dari M. Taufik. Bahwa penolakan itu didasarkan atas lobi-lobi yang dilakukan oleh pengembang, dalam hal ini dari bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, yang menyuap M. Sanusi Rp 2 miliar, agar tidak meloloskan ketentuan tentang konstribusi tambahan 15 persen saat pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) di Balegda DPRD DKI.
Jadi walau di depan setuju, namun di belakang Ahok, para pengembang tersebut merasa keberatan atas pengenaan konstribusi tambahan tersebut. Lantas diambilah cara pintu belakang dengan melobi oknum DPRD yang korup.
Nah kembali ke masalah penerbitan IMB yang dilakukan oleh Anies, saya rasa sudah waktunya pihak yang berwenang apakah itu DPRD, BPK, KPK atau Kejaksaan turun tangan menyelidiki lebih jauh, apa alasan sebenarnya di balik penerbitan IMB ini. Apalagi saya mencium adanya bau amies, apakah Anda juga menciumnya?