Tentu pembaca masih ingat ketika Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, pasangan Ahok-Djarot mendapatkan nomor urut 2. Hal yang sama terjadi kembali di Pilkada Sumut, dimana pasangan Djarot-Sihar mendapatkan nomor urut 2. Selain nomor urut yang mirip tersebut, kemiripan yang kedua adalah di Pilkada DKI Jakarta, Ahok yang Kristen berpasangan Djarot yang Islam, di pilkada Sumut, Djarot yang Islam berpasangan dengan Sihar Sitorus yang Kristen.
Berbeda dengan pilkada DKI yang dua putaran, pilkada di daerah hanya ada satu putaran, jadi pemenangnya adalah paslon yang mendapatkan suara terbanyak. Seperti yang saya singgung diatas, pasangan Djarot-Sihar (Djoss) yang merupakan kombinasi antara Islam dan Kristen, sangat rentan mendapat serangan berbau SARA, dugaan saya diperkuat dengan gugurnya paslon JR Saragih-Ance, dengan alasan terkait legalisir ijasah.
Padahal JR Saragih sendiri menjabat Bupati dua periode, yaitu dari tahun 2010-2015 dan 2016-2021. Pertanyaannya, bila JR Saragih memang bermasalah dengan ijasahnya, kenapa bisa menjabat sebagai Bupati Simalungun sampai dua periode?. Toh saat mencalonkan diri sebagai Bupati, prosedurnya lebih kurang sama dengan saat mencalon diri sebagai Gubernur yang salah satunya adalah penyerahan ijasah yang dilegalisir untuk diperiksa oleh KPUD. Adakah yang memcium bau busuk disini?.
Tidak lolosnya JR Saragih sendiri sebenarnya menguntungkan pihak Eramas, posisi mereka sekarang berarti Head to Head dengan Djoss. Mengapa saya bilang menguntungkan?. Simak penjelasan saya lebih lanjut.
Kondisi ini mirip saat Ahok-Djarot melawan Anies-Sandi di Pilkada DKI, kita tentu masih ingat bagaimana mereka menggunakan strategi kotor dengan memanfaatkan masjid-masjid untuk melakukan provokasi bernuansa SARA, dapat dikatakan setiap ceramah Jumat, selalu diisi dengan provokasi untuk tidak memilih pemimpin kafir.
Ayat dan mayat pun diseret ikut kampanye, bahkan Djarot yang muslim pun tak luput mendapat pengusiran dari masjid. Tidak heran pilkada Jakarta dijuluki pilkada paling kotor dalam sejarah pilkada Indonesia sejak reformasi.
Bagaimana dengan Sumut sendiri? Seandainya paslon JR Saragih-Ance lolos verifikasi, maka Sumut akan terdiri atas 3 paslon dengan perincian Edy-Ijeck, Djarot-Sihar dan JR Saragih-Ance. Dengan kombinasi demikian, maka serangan bernuansa SARA akan kurang efektif karena pihak lawan harus memecah konsentrasi untuk menyerang dua paslon tersebut.
Berbeda kondisinya seperti saat ini dimana paslon Eramas berhadapan langsung dengan Djoss, maka seluruh strategi yang diterapkan saat pilkada DKI 2017 yang lalu, bisa difokuskan seutuhnya untuk menjegal paslon Djoss.
Percayalah, dalam waktu tidak berapa lama lagi kita akan mendengar kampanye hitam yang kental dengan nuansa SARA, tidak menutup kemungkinan masjid-masjid akan kembali mereka jadikan corong, ayat dan mayat akan dipolitisir kembali. Kekalahan Ahok dan Djarot di Jakarta salah satunya karena menganggap lawan akan bertarung dengan fair sehingga tempat ibadah tidak dijaga dengan baik, akhirnya kecolongan. Perjuangan untuk memenangkan Djoss akan menjadi lebih berat. Militansi pendukung Djoss akan diuji pada pilkada Sumut kali ini.
Para relawan Djoss harus kompak baik internal dan eksternalnya, dari sisi internal, lakukanlah konsolidasi, baik dengan sesama relawan maupun partai pendukung, rangkulah pendukung JR Saragih-Ance, jangan malah diejek atau ditertawakan.
Perkuat masjid-masjid yang mendukung Djoss, jangan biarkan disusupi oleh ustad-ustad radikalisme, gandenglah NU dan pemuka agama di masing-masing wilayah. Bila menemukan ceramah-ceramah yang bernuansa SARA, rekam. Bila menemukan spanduk atau poster SARA, foto, kumpulkan dan laporkan kepada pihak yang berwenang seperti Bawaslu didaerah masing-masing, agar dapat ditindak tegas.
Tidak kalah pentingnya adalah menggencarkan sosialisasi di segala lapisan masyarakat agar tidak mudah terprovokasi berita-berita hoax dan fitnah. Kita tidak perlu ikut-ikutan menyebarkan hoax, yang perlu kita lakukan adalah menonjolkan prestasi dan program kerja bila Joss berhasil menjadi gubernur dan wakil gubernur, untuk diketahui warga Sumut. Dan yang terakhir, dunia maya juga harus diperhatikan, banyak berita hoax dan fitnah berasal dari dunia maya. Berita-berita demikian dapat menyebar dengan sangat cepat menyasar para pemilih muda yang akrab dengan teknologi, bagi yang tidak mengerti akan sangat mudah terpengaruh, jadi para pendukung Joss juga harus mewaspadai hal tersebut.
Belajarlah dari kekalahan pilkada DKI Jakarta, semoga bisa dijadikan kunci kemenangan pasangan Djoss di pilkada Sumut.
Salam 2 Jari Untuk Joss
Sumut Bersih – Sumut Sehat