Setelah kejadian terorisme di Mako Brimob, lalu pemboman di tiga gereja di Surabaya kemarin, 13 Mei 2018, terakhir giliran Mapoltabes Surabaya dan Mapolres Riau yang disasar oleh para teroris. Terjadinya berbagai teror penyerangan dan pemboman secara berturut-turut beberapa hari ini, semakin menandakan bahwa kondisi negara kita sedang darurat terorisme.
Menyadari gentingnya situasi saat ini, Presiden pun mendesak agar RUU Terorisme yang sudah 2 tahun di tangan DPR agar dapat segera disahkan. Tak segan-segan Jokowi memberikan batas waktu sampai Juni kepada anggota DPR untuk mensahkan UU tersebut, bila tidak, dirinya yang akan mengeluarkan Perppu Terorisme.
Apalagi mengingat saat ini diperkirakan ada sekitar 500-an warga Indonesia yang baru kembali dari Suriah. Membiarkan mereka bebas tanpa mampu ditindak karena ketiadaan landasan undang-undang, sama dengan membiarkan bom hidup berkeliaran disekitar kita tanpa kita mampu berbuat apa-apa.
Sayangnya keseriusan Presiden Jokowi memerangi terorisme, tidak didukung dan diikuti oleh bawahannya. Ambil saja contoh soal FSA, kepala sekolah yang jadi tersangka karena menyebarkan hoax soal bom Surabaya. Bukannya diproses dengan semestinya, malah tidak dipecat, Mendikbud Muhadjir Effendy menilai FSA terprovokasi dan hanya akan dibina saja tanpa ada sanksi apa-apa.
Itu masih belum seberapa, malah ada BUMN dan perguruan tinggi yang mengundang ustad radikal untuk ceramah. Sebut saja Telkomsel yang mengundang Ustad Tengku yang dikenal juga sebagai Tengku Zulkarnain (UT). UT ini kita tahu, kerap menyebar postingan hoaks sampai dijuluki produsen hoaks. Terakhir dirinya memposting video editan soal pidato pembuka Pak Jokowi yang tidak memberi Salam padahal itu jelas hoaks.
Selain UT, Telkomsel juga mengundang Haikal Hasan, seorang Ustadz Radikal yang diundang Telkomsel untuk mengisi Kajian Dzuhur Ramadhan di Masjid Tarqiyah Taqwa milik Telkomsel, ustad ini ternyata memiliki rekam jejak digital yang buruk.
Ustad Radikal tersebut pernah mengeluarkan pernyataan lewat akun twitternya @haikal_hassan yang berisi fitnah mengenai isi Alkitab, kitab suci saudara-saudara Kristen kita.
Sementara di UGM, ada sosok Amien Rais yang akan mengisi ceramah sebanyak dua kali. AR terkenal ujarannya sangat penuh kebencian dan kedengkian. Kata-katanya yang menjadi viral yaitu “pengibulan, pekok”, dan belum sindiran-sindiran yang terus produktif keluar dari mulut nyinyirnya.
Indosat sendiri mengundang Felix Siaw. Meskipun Indosat bukan BUMN milik pemerintah, namun sebagai perusahaan seluler yang ternama, sangatlah tidak pantas mengundang ustad radikal untuk berceramah dan menyebarkan pemahaman radikalnya disaat pemerintah sedang melawan terorisme.
Saat ini, kita melihat Presiden beserta jajarannya giat memerangi terorisme, harusnya kita bersatu padu ikut memerangi terorisme, memerangi ajaran-ajaran radikal. Bukannya malah mengundang ustad radikal untuk ceramah, itu sama juga dengan kontra produktif. Dan sayangnya hal ini dilakukan oleh orang-orang pemerintahan yang makan dan dibiayai oleh negara. Mana peran menteri BUMN, Rini Soemarno untuk hal ini?
Akan jadi apa negara ini bila dibiarkan terus seperti itu? Membabat rumput hanya dipermukaan, sementara akarnya dibiarkan. Di satu sisi polisi berhasil mengungkap berbagai kasus terorisme, berhasil menangkap para pelaku teror. Tapi disisi lain, aktor intelektual yang mengajarkan radikalisme, menyebarkan paham-paham kekerasan dan kebencian, seakan-akan dibiarkan menghasut sana sini. Akibat pembiaran tersebut, yang terjadi adalah radikalisme yang akan terus tumbuh dan tidak habis-habis.
Kata “membabat” dalam paragrap diatas, bukanlah berarti harus menangkapi atau membunuh mereka. Kata “membabat” yang saya maksudkan adalah dengan tidak memberi mereka panggung yang nyatanya dimanfaatkan untuk mengajarkan ajaran radikalisme dan kekerasan.
Toh masih banyak Ustad-ustad lainnya yang berkualitas, yang mampu mengkaji tidak hanya mengaji, yang bisa mengajarkan ajaran Islam yang ramah bukan yang marah. Ada NU dan Muhammadiyah dua organisasi agama Islam terbesar di tanah air yang tentunya tidak kekurangan stok ustad-ustad yang tidak diragukan lagi keilmuannya, yang sudah diyakini pemahaman keagamaannya cukup mendalam.
Di tengah menjamurnya ustad-ustad radikal seperti ini sudah saatnya pemerintah turun tangan, tidak hanya membasmi terorisme, namun juga menghapus ajaran radikalisme dari tanah air tercinta ini.
Bila memang tidak memungkinkan untuk melakukan sertifikasi ulama, setidaknya apa yang disampaikan oleh Rais Syuriah NU, Prof. Nardisyah Hosen yang saat ini menjadi dosen tetap di Australia seperti yang saya capture dibawah ini, patutlah dipertimbangkan.