PILKADA DKI memang sudah berlalu. Hasilnya sudah kita ketahui: demo berjilid-jilid nyaris mengalahkan sinetron Cinta Fitri yang berlangsung hingga beberapa season; tenun kebangsaan yang robek, jenazah tidak dishalatkan hanya karena berbeda pilihan, dan masih banyak lagi. Terlalu panjang untuk dituliskan. Issue ini juga yang mengantarkan sang petahana harus mendekam di penjara. Bagi saya, Pilkada DKI 2017 adalah pilkada terburuk sepanjang sejarah.
Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, paslon terpilih seusai terpilih di PILKADA DKI mengatakan bahwa Pilkada sudah selesai dan saatnya bersatu kembali. Pasangan ini juga berjanji akan merangkul semua pihak untuk merajut kembali tenun kebangsaan yang terkoyak-koyak selama masa Pilkada. Namun sayangnya Anies harus ‘menjilat ludahnya’. Di saat pelantikannya menjadi DKI I dia malah terus melontarkan issue SARA.
Jakarta ini satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan polarisme dari dekat. Di Jakarta, bagi orang Jakarta, yang namanya kolonialisme itu di depan mata,” ujar Anies
Menurutnya, semua warga pribumi harus mendapat kesejahteraan. “Kita semua pribumi ditindas, dikalahkan, kini saatnya kita menjadi tuan rumah di negeri Indonesia,” ucapnya.
Untuk menguatkan pernyataannya, Anies beberapa kali memberi perumpamaan dengan peribahasa. Termasuk sebuah peribahasa Madura.
“Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan pepatah Madura. ‘etèk sè atellor ajâm sè ngèremmè’, itik yang bertelur ayam yang mengerami,” kata Anies.
“Kita yang bekerja keras untuk merebut kemerdekaan, kita yang bekerja keras untuk menghapuskan kolonialisme,” sambung gubernur yang diusung Gerindra-PKS itu.
-sumber: detik.com
Sepanjang ingatan saya, belum ada gubernur yang mengaku-ngaku pribumi saat pelantikannya (Maklum, saya lahir di generasi Net :D).
Tidak bermaksud merendahkan ataupun nyinyir terhadap Anies Baswedan, Gubernur baru DKI Jakarta, tetapi ini sangat mengecewakan. Hingga di acara pelantikannya pun issue SARA ini masih dibawa-bawa. CMIIW, menurut hemat saya ada beberapa kemungkinan:
- Tak dapat dipungkiri, issue SARA(cen) adalah senjata pamungkas di PILKADA DKI yang lalu. Berkat issue ini, mungkin dia akan tetap dikenang sebagai Gubernur yang terpilih karena issue SARA.
- Tidak tahu arti pribumi. Namun melihat CV Anies Baswedan yang mengkilat mustahil dia tidak tahu apa arti pribumi. Tidak mungkin seorang Anies Baswedan tidak tahu artinya. salah seorang akademisi pendidikan, Ph.D, inisiator Indonesia Mengajar, mantan Rektor Universitas Paramadina, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, tidak tahu arti ‘pribumi’.
- Merasa
palingpribumi. Sebenarnya saya tidak mempersoalkan status pribumi dan non-pribumi. Namun jika beliau dengan sengaja menggunakan istilah ‘pribumi’ meski sudah tahu artinya, berarti saya (dan Anda-anda juga) yang “non” Arab adalah orang ‘aseng’. Mengenai ini silahkan lihat penjelasan lebih detail definisi pribumi dibawah. - Pidato tidak dipersiapkan dengan baik? Lidah keseleo? Mustahil pidatonya pada saat pelantikan tidak dipersiapkan. Saya tidak percaya Anies lidahnya keseleo. Karena kata-kata tersebut diulang beberapa kali. Jika sekali saja, mungkin ini bisa diterima . Itu pun hati-hati dengan lidah bung. Seorang yang ‘keselip’ lidahnya karena satu kata saja didemo berjilid-jilid, diitimidasi , dihina berulang kali, bahkan ‘dipaksa’ hingga masuk penjara (dengan hukuman yang lebih berat daripada yang dituntut).
Setelah mendapat informasi tambahan, saya jadi yakin ini sebuah kesengajaan. Gambar ini memperkuat dugaan saya:
Hasil pencarian Google ada 209,000 arti kata pribumi: https://www.google.com/search?q=arti+kata+pribumi
Hasil penelusuran saya dari berbagai sumber, kata pribumi (istilah lainnya: bumiputera) mungkin diambil dari:
- Bahasa Jawa, yang artinya wong asal ing tanah kono (Baoesastra Jawa Poerwadarminta), artinya penduduk asli suatu daerah atau tempat.
- Bahasa Sunda, karena dalam bahasa Sunda juga ada kata pribumi yang artinya nu boga imah, nu boga daerah at. nagara (Kamus Umum Basa Sunda, LBSS), yaitu yang empunya rumah, yang empunya daerah atau negara. Tuan rumah. (sumber: rubrikbahasa).
Berdasarkan definisi ini, jika penyebutan istilah pribumi oleh beliau karena merasa paling pribumi, saya tiba-tiba merasa asing. “Indonesia tanah airku, tanah dimana tanah bukan tanahku, air dimana air bukan airku”
Bukan bermaksud SARA, namun hanya ingin meluruskan berdasarkan definisi , hanya bertanya sejak kapan keturunan Arab menjadi pribumi di Indonesia? Apakah maksudnya ‘pribumi’ adalah bukan China/Tionghoa? Memang aneh, karena kata nonpribumi tidak pernah atau jarang sekali dihubungkan dengan orang Arab atau orang India, meskipun kedudukannya sama dengan orang Tionghoa yang sudah entah berapa keturunan hidup di Indonesia.
Alih-alih menggunakan istilah pribumi, mengapa tidak menggunakan istilah warga Indonesia atau warga Jakarta secara khusus? Mengenai status warga negara sudah tertuang dengan jelas dalam UUD 1945:
Pasal 26 UUD 1945
- Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (1) dan
ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; - Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan International Convention on The Elimination
of All Forms of Racial Discrimination 1965 (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial,1965) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); - Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886).
Saya tidak akan membahasnya karena nanti akan mengalahkan record demo berjilid-jilid :D. Jika Anda tertarik, Anda bisa meng-googling-nya.
Ini juga diperkuat di INPRES No.26 Th.1998:
UU No.40 Th. 2008 tentang PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS:
Hukuman untuk diskriminasi ini tidak main-main. Saya tidak bermaksud menakut-nakuti. Tetapi jika UU ini benar-benar diterapkan dan belum expired, maka pelaku akan dikenakan sanksi:
Saya bukan orang hukum, hanya saja beberapa kali ikut diskusi kebangsaan. Saya yakin jika pelakunya adalah Ahok atau pun warga negara yang statusnya minoritas (apalagi seperti saya triple minority: Sudah Batak, Kristen pula. Sudah Kristen, HKBP pula) tentu ini akan menjadi polemik yang akan berkepanjangan.
Say no to SARA, no racism, salam damai holistik!
Warga negara Indonesia
-SP