Benar-benar sudah kehabisan akal atau ada masalah pribadi dengan Ma’ruf Amin sehingga ada orang yang menyerang beliau dengan hoax seperti ini. Tautan yang dibagikan Darius Majeri menampilkan foto cawapres 01 dengan komentar: “Hilang sudah wibawa dan kearifan beliau sejak nyapres, omongannya semakin tidak terkendali dan bukan menjadi teladan bagi kami umat Islam!” Di bawah foto beliau yang sedang membuka tangan seperti menjelaskan sesuatu, ada caption dengan huruf tebal: Ma’ruf Amin: Cuman Bajingan Laknat Yang Menguasai Tanah Negara Demi Kepentingan Pribadi. Caption itu diambil dari TRIBUNINFO.BLOGSPOT.COM.
Siapa saja yang teliti dan cerdas tentu akan geleng-geleng kepala sambil mengelus dada. Kok ada yang tega memfitnah Ma’ruf Amin seperti itu. Tidak mungkin seorang ketua MUI mengeluarkan kata-kata sekasar itu.
Benar. Ternyata seperti penelusuran rubrik ‘HOAX ATAU BUKAN’ dari Jawa Pos, berita itu abal-abal. Berita bodong itu mencomot foto dari Republika untuk melengkapi berita berjudul Ma’fur Amin: Radikalisme Sekuler Ingin Agama Tak Berkontribusi di Kehidupan (27 Maret 2017), sedangkan isi beritanya, menurut JP, mencuri berita dari detik.com berjudul Jokowi: Saya Tahu Prabowo Miliki Lahan 220.000 Ha di Kaltim. Isi beritanya sama persis tetapi judulnya dipelintir sedemikian rupa.
Apa motif di balik berita pelintiran yang mendiskreditkan rohaniwan yang seharusnya kita hormati? Saya jelas tidak bisa ‘membaca’ pikiran yang membuat hoax. Bisa jadi motifnya bermacam-macam.
Pertama, bisa jadi dia memang tidak setuju saat Ma’ruf Amin terjun ke dunia politik sehingga menyerangnya.
Kedua, dia merupakan bagian dari lawan politik 01 sehingga menjelek-jelekkan Ma’ruf Amin agar pemilih, terutama Islam, berpaling.
Ketiga, ya sekadar memperkeruh suasana saja. Jika motivasinya yang ketiga ini, jelas banyak orang yang tidak simpati, bahkan antipati.
Terlepas dari alasan di balik hoax di atas, yang perlu kita waspadai adalah dampaknya. Bisa jadi orang yang cerdas dan berhati-hati tidak akan mempercayai berita seperti itu. Media Tribunenews beneran, pasti tidak akan menulis seperti itu. Lagi pula, masa rohaniwan sekaliber beliau mengeluarkan kata-kata kasar seperti itu. Mikir!
Namun, bagaimana dengan orang yang malas melakukan cek dan recek dan menelan berita begitu saja? Terlebih celaka lagi kalau ikut berkomentar negatif, bahkan membagikannya? Salah satu definisi hoax yang terbaik adalah ini: “Hoax ditulis oleh orang cerdas yang culas dan disebarkan oleh orang baik yang naif.”
Bagaimana seharusnya sikap kita saat menemukan berita yang kita duga abal-abal? Pertama dan terutama, kembangkan daya nalar kritis sehingga setiap berita yang masuk bisa emas, bisa sampah. Dengan membiasakan diri melakukan swasensor semacam itu, kita tidak akan termakan oleh berita model begitu.
Kedua, dengan perangkat yang ada, coba cek dan telusuri sumber berita itu. Yang sederhana adalah melihat portal berita yang memuatnya. Pembuat berita hoax dengan ‘cerdas’ memanfaatkan media online mainstream dan memelintir isi beritanya. Jika kita jeli, kita akan melihat perbedaan di antara portal berita resmi dan abal-abal. Biasanya diganti sedikit atau ditambahi kata-kata yang tidak ada di portal aslinya. Modus operandinya persis dengan penipuan online yang mengatasnamakan perusahaan atau bank tertentu.
Ketiga, hapus berita semacam itu, sehingga tidak membuat mata sepet dan menguras memori hape kita.
Keempat, jangan meneruskannya meskipun itu menguntungkan pribadi maupun kelompok kita. Jika kita melawan hoax dengan hoax, apa bedanya? Pembelaan adalah hak Tuhan benar-benar kita amini dan imani. Orang-orang jahat yang menzalimi orang-orang benar pasti mendapat balasannya. Hukum tabur tuai tetap berlangsung sampai saat ini. Siapa menabur angin akan menuai badai.
Kelima, ajar atau himbau orang-orang di sekitar kita untuk melakukan hal yang sama. Dengan demikian, berita bodong akan berhenti dan tidak malah mendapat momentum. Seperti kentut, biarkan angin yang membuyarkannya dan membawanya pergi. Kita sendiri jangan mau menikmatinya.
“An Idea is nothing but Information, It won’t do us any harm until we accept it as perception of truth in our mind, which in time will potentially evolve and construct major events in history.” ― Djayawarman Alamprabu, Feared Intellectualism.
- Xavier Quentin Pranata, pelukis kehidupan di kanvas jiwa.