Lapangan Banteng merupakan salah satu ikon kota Jakarta. Keberadaannya ternyata bisa dilacak jauh hingga ke masa penjajahan Belanda. Menurut catatan sejarah dari berbagai sumber, Lapangan Banteng sudah berganti nama hingga beberapa kali.
Disebut “Waterlooplein” pada jaman kolonial Belanda, namun masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan Lapangan Singa. Nama tersebut dipilih karena dahulu di tengahnya terpancang tugu peringatan kemenangan pertempuran Waterloo, dengan patung singa di atasnya.
Nama Lapangan Banteng sendiri tercetus saat Indonesia merdeka. Namun, sebelumnya tugu singa sudah diruntuhkan saat Jepang menjajah Indonesia.
Pemberian nama itu juga memiliki banyak versi, pertama karena dulunya di lapangan ini masih banyak ditemui satwa liar, mulai dari kijang, macan, dan juga banteng. Namun, ada juga versi yang menyebutkan bahwa sejak era Belanda, kawasan ini sudah disebut “Buffelsfeld” (lapangan banteng).
Alasannya, karena banyak ditemui kubangan besar penuh air bekas galian tanah untuk membuat batu bata. Nah, kubangan tersebut kerap dijadikan tempat bermain kerbau.
Sedangkan asal muasal patung bertubuh kekar yang sejak 17 Agustus 1963 berdiri tegak di tengah Lapangan Banteng hingga kini, tidak lepas dari sejarah Trikora. Trikora, atau Tri Komando Rakyat, adalah nama operasi yang dikumandangkan Presiden Soekarno di Yogyakarta, untuk membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda.
Ide pembuatan patung yang terbuat dari perunggu dan memiliki bobot hingga delapan ton tersebut divisualisasi oleh Henk Ngantung, dalam bentuk sketsa yang mengilustrasikan seseorang yang telah bebas dari penjajahan dan diterjemahkan melalui rantai serta borgol pada patung tersebut.
Kini Taman Lapangan Banteng dibangun ulang menggunakan konsep tiga zona, yakni zona Monumen Pembebasan Irian Barat, zona olahraga, dan taman.
Pada zona pertama, disekeliling monumen dibuat amphiteater lengkap bersama kolam pantul. Layaknya seperti sebuah teater, bangkunya dibuat tersusun ke atas dengan ruang lapang pada bagian tengah. Tepat di bagian depannya, atau samping patung, terdapat 10 panel terkait peristiwa kemerdekaan berupa pidato dari Bung Karno dan tokoh lainnya yang melekat pada dinding bangunan dan berjejer sehingga mudahkan pengunjung untuk membacanya.
Sedangkan di arena taman, pepohonan rindang masih kokoh berdiri yang menjadikan kawasan ini nampak teduh dan asri. Adapun kolam yang berada di sisi kiri monumen sudah terpasang alat-alat untuk menyalakan air mancur. Dan saat dinyalakan air mancur akan berwarna-warni dan meliuk-liuk di udara.
Revitalisasi Lapangan Banteng ini merupakan proyek Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan HAP Architect yang dimulai sejak Maret 2017. Kini, taman bermain dan sarana olahraga Lapangan Banteng yang pernah dicita-citakan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta bakal segera terwujud.
Upaya Ahok untuk merenovasi Lapangan Banteng itu sendiri bermula dari bentuk keresahannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Selama ini, kata dia, Lapangan Banteng yang memiliki nilai sejarah itu tak begitu terlihat oleh warga Jakarta.
Berangkat dari keresahan itu, Ahok juga merencanakan untuk menciptakan danau buatan di bawah monumen tersebut yamg sayangnya tidak terwujud. Selain itu, dia juga membayangkan keberadaan jembatan yang saling terhubung. Tujuannya untuk menonjolkan Monumen Pembebasan Irian Barat, agar bisa lebih terlihat oleh masyarakat.
“Bawahnya itu mau dibikin kayak danau, lalu ada jembatan layang di antara danau, supaya monumen Pembebasan Irian Barat ini muncul. Dan ada sarana olahraga dan taman juga,” ucap Ahok ketika itu.
Untuk mempercantik ketiga zona tersebut, Pemerintah Provinsi DKI membutuhkan dana sebesar Rp 150 miliar. Menariknya, dana sebesar itu tak membebani kantong Pemprov sepeser pun sama sekali. Karena, pembiayaan dijaminkan pada dana Corporat Social Responsibilty (CSR) dan dana kompensasi koefisien lantai bangunan (KLB) perusahaan swasta.
Berdasarkan tiga zona yang direvitalisasi, PT Reski Nasional Food selaku pemegang lisensi McDonalds mendanai revitalisasi Monumen Pembebasan Irian Barat dan lapangan olahraga. Sementara itu, zona taman didanai dan dikerjakan oleh PT Sinar Mas Land.
Lapangan Banteng pun akan memiliki reputasi tingkat internasional. Warga Jakarta patut berbangga bahwa mereka akan memiliki tempat yang sangat indah sebagai salah satu lokasi untuk menghabiskan waktu dari penatnya rutinitas Ibu Kota.
Walaupun dirinya terpenjara, namun berbagai karyanya terus bermunculan dan dengan lantang meneriakkan namanya. Jangan sampai hal ini diklaim sebagai gagasan dan ide Gubernur DKI saat ini. Karena jejak digital membuktikan, tak ada rencana Anies merevitalisasi Lapangan Banteng. Jangankan merevitalisasi Lapangan Banteng, bahkan untuk mewujudkan “Taman Maju Bersama” pun sampai sekarang tidak kelihatan juntrungannya.
Gabener dan wakilnya saat ini lebih suka menghambur-hamburkan APBD tanpa tujuan yang jelas, lihat saja berbagai anggaran dengan nilai fantastis seperti revitalisasi 3 buah JPO (Jembatan Penyeberangan Orang) senilai 56 miliar, yang “katanya” mau diselesaikan sebelum Asian Games. Sengaja tulisan katanya saya beri tanda kutip karena saya tidak yakin, jangankan sebelum Asian Games bahkan setelah Asian Games selesai pun JPO yang biaya konsultannya saja mencapai 1 miliar itu belum tentu bisa selesai.
Belum lagi soal hobi Gabener dan wakilnya pelesiran keluar negeri. Yang terbaru, esok wakilnya akan pergi ke Amerika Serikat, katanya sih ingin mempelajari masalah kemacetan dan ketahanan kota terhadap ancaman perubahan iklim?. Percayalah, sekembalinya wagabener dari AS, hasilnya masih tetap Nol Besar.
Mau setahun sepuluh kali keluar negeri juga percuma, kualitas mereka berdua walau digabungkan pun tidak akan mencapai setengahnya Ahok. Ahok saja mampu menata Jakarta tanpa harus ke luar negeri, malah orang dari luar negeri yang datang untuk belajar kepada Ahok.
(poskotanews.com/2016/02/05/ahok-singapura-ingin-berguru-ke-pemprov-dki-jakarta)
(poskotanews.com/2016/03/23/pemerintah-singapura-belajar-dari-pemprov-dki)
Coba saja perhatikan, ketika Jakarta masih dipimpin oleh Ahok, berbagai tindakan dan kebijakan hampir setiap hari menjadi berita di berbagai media, ada saja kegiatannya yang menjadi sorotan awak media. Sedangkan di era gabener sekarang, bisa berhari-hari kita tidak mendengar kegiatan gabener dan wakilnya, apakah karena enggan diliput wartawan akibat tiap kali ditanya jawabannya tidak tahu atau memang karena tidak ada kegiatan yang layak untuk diliput?.
A..su..dahlah…memang berbeda kualitasnya antara orang yang tidak punya kemampuan tapi berlagak seperti bos dan memaksakan diri menjadi pemimpin sebuah kota seluas Jakarta dibandingkan orang yang memiliki kemampuan namun lebih memilih menjadi pelayan dan melayani warga Jakarta dengan sepenuh hati.
Kembali ke soal Lapangan Banteng, patung yang mengilustrasikan seorang pria yang berhasil mematahkan rantai yang membelenggu dirinya seakan mengingatkan saya pada sosok Ahok yang sedang berjuang menghadapi ketidakadilan yang menimpa dirinya, berjuang untuk tetap optimis dan berpasrah diri dengan menyakini bahwa cobaan yang diberikan oleh Yang Kuasa tentu memiliki maksud yang mulia dibaliknya.
Walau berbagai hujatan dan cacian selalu menghujani dirinya, namun saya yakin dirinya juga menyadari kalau di luar sana masih lebih banyak lagi orang yang merindukan dan bersedia meneteskan air mata untuk dirinya. Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, kita bisa menyaksikan Sang Nemo kembali ke tengah-tengah kita.
Lapangan Banteng menjadi salah satu saksi sejarah perjuangan seorang anak manusia, yang akan kita ceritakan turun-temurun kepada anak cucu kita kelak.
Saksikan Trailer Lapangan Banteng Yang Semakin Mentereng Kini, di bawah ini