Baru saja selesai menerbitkan artikel mengenai KJMU (Kartu Jakarta Mahasiswa Unggulan) yang dihapus dari RPJMD oleh seperti yang dilansir oleh Gatra. Eh, terbaca lagi berita yang tertera di TribunNews yang berjudul Anies Bakal Jual Rusunawa yang Dibangun Ahok, Ini Respons Anggota Dewan
(m.tribunnews.com/amp/metropolitan/2018/04/11/anies-bakal-jual-rusunawa-yang-dibangun-ahok-ini-respons-anggota-dewan)
Tertulis di berita tersebut mengenai rencana Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, yang memiliki keinginan untuk mengalihkan (menjual) rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) kepada warga Jakarta.
Hal ini diungkapkan dirinya dalam Rapat Paripurna di Gedung DPRD DKI, Selasa 10 April 2018.
Tentu saja keinginannya tersebut langsung menimbulkan perdebatan diantara anggota dewan dan banyak yang menyatakan ketidaksetujuannya karena menganggap hal tersebut menabrak aturan.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus, salah satu yang menganggap rencana Anies menabrak aturan.
Menurut Bestari Barus, salah satu anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, rusunawa dibangun menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. Sehingga bangunan serta lahan rusunawa yang tercatat merupakan aset milik Pemprov DKI Jakarta dan tidak dapat diperjualbelikan.
Pengalihan aset milik pemerintah katanya diatur dalam Pasal 45 Ayat 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun menyebut sewa-beli hanya bisa diterapkan pada rumah susun negara. Sedangkan rusunawa yang dibangun bagi masyarakat berpenghasilan rendah hanya dapat disewa.
“Aset itu nggak bisa sembarangan, harus lewat tahapan dari persetujuan dewan sampai Kementerian Keuangan, jadi nggak bisa asal diserahkan,” ungkapnya ditemui di Balaikota, Gambir, Jakarta Pusat pada Rabu, 11 April 2018.
Terpisah, Kepala Dinas Perumahan DKI Jakarta, Agustino Darmawan menjelaskan keinginan Anies untuk memberikan unit rusun kepada warga yang telah tinggal selama 20 tahun.
“Jadi maksudnya gini, siapa yang taat membayar 20 tahun, itu berhak mendapat jadi rusunami. Tapi saya kan belum dapat perintah dari Pak Gubernur,” ungkap Agustino. Pemprov DKI Jakarta bahkan kini telah menyiapkan skema pengalihan Rusunawa agar dapat dimiliki warga.
“Kami akan perhatikan, termasuk juga mengenai pentingnya atau memastikan bahwa semua warga Jakarta mendapatkan akses pada perumahan, ini juga menjadi perhatian kami. Memang kami ingin menyiapkan agar semua punya kesempatan, bahkan mereka yang baru bisa menyewa disiapkan skema (pembiayaan) agar suatu saat mereka bisa memiliki rumah yang mereka sewa,” ungkapnya dalam Rapat Paripurna di Gedung DPRD pada Selasa, 10 April 2018 kemarin.
Sepintas memang terkesan sangat baik, bahkan mulia, dimana Anies ingin para penyewa memiliki rumah dengan membeli unit yang selama ini mereka sewakan.
Namun Anies lupa, apa tujuan awal Ahok membangun rusunawa tersebut. Di masa ketika Ahok menjabat, banyak orang kaya yang tinggal di rumah susun yang disubsidi tersebut, belum lagi oknum-oknum yang membeli rumah susun untuk disewakan kembali dengan harga mahal atau bahkan dijual kembali.
(https://bisnis.tempo.co/read/675183/ahok-akui-kecolongan-rusun-dikuasai-oknum).
Padahal peruntukan rusunawa yang dibangun dengan subsidi pemprov tersebut adalah untuk membantu masyarakat tidak mampu agar bisa menyewa dengan harga murah.
Ahok mencontohkan mafia Rusun Marunda yang menjual hampir 2.000 unit rusun. Mereka menurut Ahok bekerja sama dengan oknum pejabat setempat.
“Hampir dua ribu diperjual belikan, main KTP, tukar KTP Marunda, masuk lagi ke Muara Baru, terus dapat ganti uang kerohiman,” kata Ahok.
Setelah mendapatkan rusun, para mafia ini lantas menjualnya. Rata-rata satu unit rusun dijual seharga Rp 30 juta hingga Rp 50 juta. Sehingga total keuntungan yang diraup oleh mafia tersebut bisa memcapai miliaran rupiah.
(https://m.cnnindonesia.com/nasional/20150914111519-20-78525/ahok-sebut-mafia-rusun-raup-keuntungan-miliaran-rupiah)
Dengan menjual rusunawa seperti yang ingin dilakukan Anies, bukankah membuka peluang terjadinya praktek mafia rusun kembali?. Bagaimana seandainya rusun yang sudah dibeli lalu disewakan ke orang lain oleh pemiliknya?. Apa Anies ada aturan kalau yang sudah dibeli, tidak boleh dijual atau disewakan ke orang lain?. Kalau ada, lantas apa bedanya dengan rusunawa saat ini?
Lalu pertanyaan berikutnya, jika penghuni rusunawa yang ditawarkan, tidak sanggup membeli. Apakah akan diusir dan ditawarkan kepada yang mampu membeli?.
Bagaimana dengan nasib orang yang diusir tersebut? Dipindahkan ke rusunawa yang baru atau dibiarkan menggelandang tinggal dipinggiran sungai dan dibawah jembatan lagi?
Jadi inikah yang disebut dengan keberpihakan yang selalu dibanggakan Anies? Setelah sebelumnya berpihak kepada oknum penguasa tanah abang, kali ini ingin berpihak kepada oknum mafia rusun.
Bukankah lebih baik, bila penghuni rusunawa ditawarkan untuk membeli “rumah lapis” DP 0 yang selama ini dibangga-banggakan itu?. Jadi yang tinggal di rusunawa pindah ke rumah lapis DP 0, sedangkan rusunawa yang kosong diisi lagi oleh orang yang membutuhkan. Itu baru bisa disebut naik kelas.
Begitu banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Sungguh, saya tak bisa memahami cara berpikir orang ini. Kepintarannya menata kata ternyata tidak diimbangi dengan kemampuan menyusun program yang benar. Bikin rumah lapis DP 0 sampai-sampai harus mengeluarkan buku panduan.
Semua program petahana yang sudah berjalan dengan baik, mau dipreteli satu persatu, hanya karena cemburu tidak mampu menghasilkan prestasi yang lebih baik dari Gubernur yang lama.
Akhirnya tindakan yang ingin diambil pun serampangan, menabrak semua aturan yang ada. Jadi sebelum saya semakin kesal, saya hanya ingin berpesan kepada Anies, eh Nies, Loe kalo mau benci Ahok, terserah loe, tapi aturan yang sudah bagus jangan loe obrak-abrik, bukannya kelihatan pintar, goblok iya.
Hadeh, salam goblok ya teman-teman.