Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, menilai utang Indonesia saat ini hanya untuk impor pangan yang justru merugikan rakyat Indonesia sendiri. Sementara sumber daya alam (SDA) di Indonesia melimpah.
“Utang kita bukan digunakan untuk meningkatkan produksi kita, tapi ternyata malah uang utang kita digunakan untuk impor, impor, impor (bahan) pangan yang malah merugikan rakyatnya sendiri,” katanya saat berpidato di Sasana Hinggil, Keraton, Kota Yogyakarta, Rabu (28/11/2018).
Benarkah utang yang diambil pemerintah untuk impor bahan pangan?
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membantah pernyataan Prabowo. Ditegaskan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti, hutang yang diambil pemerintah tidak pernah digunakan untuk impor.
“Utang tidak digunakan untuk membiayai impor bahan pangan,” katanya kepada detikFinance, Jakarta, Sabtu (6/10/2018).
Dia menjelaskan, pemerintah berutang demi menambal defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Kementerian Keuangan mencatat defisit anggaran per Oktober 2018 mencapai Rp 237 triliun atau 1,6% dari PDB. Defisit berasal dari selisih pendapatan negara Rp 1.483,86 triliun dan belanja negara sebesar Rp 1.720,84 triliun.
“Utang pemerintah digunakan untuk membiayai defisit APBN,” jelasnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti mengatakan, hutang justru digunakan untuk kegiatan yang bersifat produktif.
“Penggunaan utang adalah untuk membiayai kegiatan yang bersifat produktif,” katanya kepada detikFinance, Jakarta, Sabtu (6/10/2018).
Kegiatan produktif yang dimaksud di antaranya untuk membangun infrastruktur, mendukung sektor pendidikan, hingga ke sektor kesehatan.
“Seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan,” sebutnya.
Menurutnya, hal tersebut bisa dibuktikan dari belanja APBN, di mana kebutuhan untuk sektor di atas mengalami peningkatan.
“Hal ini tercermin dalam angka APBN di mana belanja untuk kegiatan produktif semakin meningkat bila dibandingkan dengan belanja untuk kegiatan non produktif seperti subsidi BBM dan subsidi listrik,” tambahnya.
Merespons pernyataan Prabowo itu, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan buka suara.
“Negara kita nggak miskin-miskin amat,” kata dia di kantornya Jakarta, Jumat (30/11/2018).
Kemudian, Luhut menerangkan, rasio pajak (tax ratio) Indonesia saat ini 12%. Penerimaan negara, ujar Luhut, sebesar 83,5% dari pajak.
“Tax ratio kita 12%, artinya apa, penerimaan APBN itu mereka nggak tahu, atau pura-pura nggak tahu 83,5% dari pajak. Kita nggak ada masalah soal financing,” jelasnya.
Keuangan negara juga telah dikelola dengan baik. Luhut bilang, pihak Bank Dunia sendiri telah memuji pengelolaan keuangan Indonesia.
“Orang World Bank mengatakan kita punya state budget sangat kredibel sangat mumpuni. Jadi kalau ada yang ngomong kita utang bertumpuk, orang malah bilang utang kalian sedikit kali. Kita salah satu utang paling rendah dunia. Jadi nggak betul itu. Asbun aja itu,” tutup Luhut.
Sumber: Detik