Lagi-lagi dunia dikejutkan dengan pemberitaan yang bertajuk “Paradise Papers”. Paradise papers adalah kertas yang memuat daftar nama-nama dari berbagai negara yang dengan sembunyi-sembunyi mengakali IBU mereka sendiri. Kebayang sedihnya seorang ibu jika tahu dia telah ditipu oleh anaknya sendiri. Apa yang akan dirasakan oleh si Ibu yang sudah melahirkan, membesarkan, melindungi dan mendidiknya sampai dia mapan?
Apa komentar kita jika kita melihat atau mendengar cerita seorang anak yang secara diam-diam menipu ibunya sendiri? tentu kita akan bilang, “Itu anak kurang ajar!”
Begitu juga dengan nama-nama orang Indonesia yang ada di dalam deretan nama-nama dunia, Mereka tidak ubahnya seperti anak-anak yang secara diam-diam menipu negaranya dengan secara-secara mengirimkan uang mereka ke negara lain agar tidak kenap pajak di negara sendiri.
Dengan pengertian setiap jasa tidak ada yang bebas dari biaya, saya pikir, pastilah negara yang menyelenggarakan Paradise Papers ini menarik sejumlah biaya untuk menjaga uang-uang mereka. Hanya tarif harga ini jauh lebih kecil dari tarif pajak yang dikenakan oleh negara.
Padahal, kalau kita bandingkan tarif pajak Indonesia dengan negara-negara di Eropa yang bisa mencapai 50%, pajak di Indonesia termasuktarif yang sangat kecil.
Dari sekian banyak nama orang Indonesia yang disebut di Paradise Papers itu adalah Prabowo Subianto yang sudah beberapa tahun terakhir ini sangat ‘segut‘ mencalonkan dirinya menjadi wakil presidenpres dan presiden. Ini menjadi tanda tanya besar bagi saya dan mungkin bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun pertanyaan itu bisa dengan mudah terjawab.
Paradise Papers sendiri adalah satu kegiatan pengungkapan dokumen rahasia keuangan tokoh dari seluruh dunia yang memiliki PERUSAHAAN CANGKANG di berbagai negara termasuk Indonesia yang dilakukan oleh International Consortium of Investigation Journalist atau ICIJ. Lebih dari 13.4 juta dokumen berhasil dibocorkan melalui laporan investigatif. Sebagian besar dari dokemun diperoleh dari data perusahaan hukum di Bermuda yang disebut Apple Bite kemudian dibocorkan pihak internal ke surat kabar Jerman.
Tiga tokoh asal Indonesia yang namanya disebutkan dalam Paradise Papers semuanya Klan Cendana. Para tokoh ini diam-diam berinvestasi di luar negeri di tempat yang disebut surga pajak, agar uang yang diinvestasikan terhindar dari pejabat pajak Indonesia.
Nama Tommy Soeharto tercatat pernah menjadi Direktur dan boss dari Dewan Asia Market Investment, perusahaan yang terdaftar di Bermuda pada tahun 1997 dan ditutup pada tahun 2000. Sementara Mamik Soeharto tercatat sebagai wakil presiden Golden Spike Pasiriaman Ltd dan pemilik dan pimpinan Golden Spike South Sumatra Ltd, bersama Maher Algadri, eksekutif Kodel Group, salah satu konglomerat terbesar Indonesia zaman Suharto, menurut Forbes. Dua perusahaan ini tercatat di Bermuda pada 1990 dan sekarang sudah ditutup.
Sementara Prabowo Subianto disebutkan pernah menjadi direktur dan wakil pimpinan Nusantara Energy Resources yang berkantor di Bermuda.
Perusahaan yang terdaftar pada 2001 ini tercatat sebagai ‘penunggak utang’, dan ditutup pada 2004. Perusahaan di Singapura yang namanya juga Nusantara Energy Resources kini adalah bagian dari Nusantara Group, dan sebagian dimiliki oleh Prabowo, menurut media di Indonesia. Fadli Zon mengatakan bahwa perusahaan yang dimiliki oleh Prabowo Subianto dari sejak pendirian sampai ditutupnya tidak melakukan kegiatan apapun Juga.
Namun, inilah Indonesia, keterangan Fadli Zon terdengar seolah pendirian perusahaan yang dilakukan Prabowo Subianto seperti sebuah kesalahan, berdiri – tidak ada kegiatan dalam jangka waktu 2 tahun – lalu ditutup kembali. Saya yang bukan ahli ekonomi saja bisa melihat bahwa tujuan pendirian perusahaan itu memang bukan untuk melakukan kegiatan produksi, tapi untuk mengemplang pajak. Karena walaupun perusahaan itu tidak menghasilkan sebuah produk, namun aliran dana pasti terjadi juga.
Terkait hal tersebut diatas, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa jajarannya akan memastikan pemerintah melalui Direktorat Jendral Pajak akan menyelidiki lebih dalam data yang disebutkan oleh Paradise Papers. Dan penyelidikan ini dengan cara mencocokkan data Paradise papers dengan data Amnesty Pajak dan PPATK. Pemerintah bahkan bisa bekerja sama dengan negara lain untuk meninjaklanjuti temui dalam Paradise papers ini.
Namun, pelanggaran pengemplangan Pajak hanya bisa dipidanakan jika yang bersangkutan keukeuh tidak mau membayar atas harta yang dimilikinya. Jika Direktorat Pajak menemukan ketimpangan pembayaran pajak, maka mereka hanya dibebani untuk membayar pajak yang belum dibayar dan mungkin ditambah dengan pilanti.
Namun yang saya soroti disini adalah niat awal melarikan uang hasil usaha mereka yang terdaftar sebagai warga negara Indonesia hanya untuk menghindari pajak. Lalu bagaimana Indonesia akan memiliki seorang pemimpin yang belum apa-apa sudah memberikan contoh yang tidak baik, yaitu mengemplang pajak.