• Beranda
  • Tentang IndoVoices
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber
  • Menjadi Penulis
  • Advertising
  • Hubungi Kami
Friday, 27 January 2023
  • Login
  • Register
Indovoices
  • Redaksi
    • Editorial
    • Analisis
    • Liputan Khusus
    • Event
      • Sumpah Pemuda
      • 100HariAniesSandi
  • Umum
  • Internasional
  • Politik
    • Kaleidoskop Pemerintahan Jokowi
    • Pilkada 2018
  • Ekonomi
  • Hukum
    • Kriminal
    • Laporan
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Anti Hoax
  • Lifestyle
    • Entertainment
      • Fiksi
      • Cerpen
      • Puisi
        • Humor
    • Kesehatan
    • Life & Love
    • Traveling
    • Sex Education
No Result
View All Result
  • Redaksi
    • Editorial
    • Analisis
    • Liputan Khusus
    • Event
      • Sumpah Pemuda
      • 100HariAniesSandi
  • Umum
  • Internasional
  • Politik
    • Kaleidoskop Pemerintahan Jokowi
    • Pilkada 2018
  • Ekonomi
  • Hukum
    • Kriminal
    • Laporan
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Anti Hoax
  • Lifestyle
    • Entertainment
      • Fiksi
      • Cerpen
      • Puisi
        • Humor
    • Kesehatan
    • Life & Love
    • Traveling
    • Sex Education
No Result
View All Result
Indovoices
No Result
View All Result
Home Hukum

Anomali Vonis Djoko Tjandra: Penyuap Lebih Berat Dibanding Penerima Suap

IndovoicesbyIndovoices
April 9, 2021
inHukum, Umum
Reading Time: 9 mins read
7 0
AA
0
Buntut Red Notice Djoko Tjandra, 2 Jenderal Polisi Dicopot
15
SHARES
67
VIEWS

Indovoices.com –Sidang-sidang kasus dugaan korupsi terkait Djoko Tjandra sudah menjalani tahap vonis dari hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta. Yang terakhir divonis ialah Djoko Tjandra selaku pihak penyuap.

Pemberi suap memang seringkali menjadi pihak yang terakhir diproses dibanding penerima suap. Untuk Djoko Tjandra, ia dihukum 4,5 tahun penjara. Ia dinilai terbukti menyuap sejumlah penegak hukum agar bisa lepas dari jeratan hukum kasus Bank Bali.

Namun vonis itu kemudian menjadi sorotan. Sebab, vonis Djoko Tjandra selaku penyuap lebih berat dibanding dua jenderal polisi yang jadi terdakwa penerima suap.

Dua jenderal polisi yang dimaksud ialah Brigjen Prasetijo Utomo yang divonis 3,5 tahun penjara dan Irjen Napoleon Bonaparte yang divonis 4 tahun. Prasetijo menerima putusan itu, sementara Napoleon mengajukan banding.

Hanya vonis Jaksa Pinangki yang jauh lebih berat. Yakni 10 tahun penjara.

Apa Saja Dakwaan Djoko Tjandra dan Mereka yang Disuapnya?

Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, maka perlu dilihat terlebih dahulu dakwaan yang terbukti menurut hakim.

  • Djoko Tjandra

Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra sebelum menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/3). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO

 

Ada dua dakwaan yang menjeratnya, yakni suap dan pemufakatan jahat. Hakim menilai Djoko Tjandra terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 juncto Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

Secara terpisah di pengadilan lain, Djoko Tjandra dihukum 2,5 tahun penjara terkait kasus surat jalan palsu. Ia banding atas putusan itu.

  • Prasetijo Utomo

Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/2). Foto: Reno Esnir/Antara Foto

 

Brigjen Prasetijo hanya dijerat dengan dakwaan penerima suap yang dinilai terbukti oleh hakim. Ia dinilai terbukti memenuhi unsur dalam Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam perkaranya, ia dinilai terbukti menerima USD 100 ribu dari Djoko Tjandra.

Secara terpisah di persidangan lain, Brigjen Prasetijo juga terjerat kasus dugaan pemalsuan surat terkait Djoko Tjandra. Ia dihukum 3 tahun penjara atas perbuatannya dan sedang mengajukan banding.

  • Napoleon Bonaparte

Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO

 

Napoleon Bonaparte juga hanya dijerat dakwaan penerima suap. Hakim meyakini ia menerima USD 370 ribu dan SGD 200 ribu dari Djoko Tjandra.

Ia dinilai terbukti melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

  • Jaksa Pinangki

Terdakwa Pinangki Sirna Malasari meninggalkan ruangan usai sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (21/10). Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO

 

Jaksa Pinangki dijerat dengan dakwaan berlapis, yakni suap, pemufakatan jahat, hingga pencucian uang.

Ia dinilai menerima USD 500 ribu atau sekitar Rp 7,3 miliar dari Djoko Tjandra. Lalu, dinilai pencucian uang senilai USD 375.279 atau sekitar Rp 5.253.905.036. Serta bermufakat jahat bersama Djoko Tjandra menyuap pejabat Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung senilai USD 10 juta.

Ia dijerat Pasal 11 UU Tipikor, Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 15 jo Pasal 13 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tipikor. Atas vonis itu, ia mengajukan banding.

Vonis Anomali Djoko Tjandra

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan

 

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar menilai ada logika yang terbalik dalam vonis Djoko Tjandra dan dua jenderal polisi tersebut. Ia menilai konstruksi di UU tipikor sebenarnya dimaksudkan agar penyelenggara negara atau penegak hukum tak korupsi.

Vonis tersebut menunjukkan bahwa hukuman Djoko Tjandra sebagai pihak pemberi suap lebih berat dibandingkan dengan 2 jenderal sebagai pihak penerima suap. Padahal, dalam UU Tipikor, penerima suap hukumannya bisa mencapai 20 tahun penjara, sementara pemberi suap maksimal hanya 5 tahun.

“Ya, ada logika yang terbalik, dalam UU tipikor penyuap (Pasal 5) ancaman hukumannya lebih rendah dari penerima suap (Pasal 12). Sangat mungkin ketentuan ini justru dimaksudkan agar para penyelenggara tidak berani menyalahgunakan jabatan dan kedudukannya yang salah satunya dengan menerima suap,” kata Ficar kepada wartawan, Kamis (8/4).

Kendati demikian, ia menyebut banyak perkara serupa dengan putusan Djoko Tjandra tersebut. Terkait Djoko Tjandra, Ficar mempunyai dugaan soal vonis tersebut.

“Dalam konteks pemberantasan korupsi, hakim ingin menciptakan efek jera pada pelaku penyuapnya dengan menjatuhkan vonis lebih tinggi, bisa jadi dasar pikirannya adalah sangat mungkin para penyuap ini juga akan mendatangi dan menyuap hakim jaga, sehingga ada rasa kebencian,” kata Ficar.

Lalu, alasan lainnya bisa secara psikologis, di mana hakim merupakan sama-sama penegak hukum. Putusan macam ini dinilai sah-sah saja oleh Ficar, sebab masih dalam ambang minimal-maksimal dalam ancaman pidana di UU Tipikor.

Akan tetapi, kata dia, sebenarnya kunci keberhasilan dari pemberantasan korupsi adalah hukuman yang berat bagi penyelenggara negara sehingga memberikan efek jera terhadap perilaku korupsi. Hukuman berat kepada pemberi suap pun dinilai tetap perlu dilakukan.

“Penekanan disparitas hukuman yang lebih tinggi kepada penyelenggara negara justru menjadi kunci keberhasilan pemberantasan korupsi melalui pemidanaan di pengadilan. Justru nilai nilai itu yang seharusnya menjadi perhatian para hakim,” kata dia.

Agustinus Pohan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan

 

Senada, pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan menilai, UU Tipikor sebenarnya memandang penerima suap sebagai pelanggaran yang lebih serius. Sehingga ancaman hukumannya pun dibuat maksimal.

“Dengan ancaman yang lebih berat tentunya pembuat UU memandang penerima suap melakukan pelanggaran norma yang lebih serius. Sebagai pejabat negara maka tentunya yang bersangkutan telah juga mengingkari kepercayaan yang diberikan,” kata Agustinus.

Agustinus mengatakan, pada umumnya vonis terhadap penerima suap lebih berat dibandingkan pemberi suap. Ia pun menyoroti perihal vonis yang dijatuhkan kepada dua jenderal tersebut.

“Mungkin hakim mempunyai pertimbangan yang meringankan untuk penerima suap dan ada pertimbangan yang memberatkan terhadap pemberi suap, seperti misalnya terkait dengan putusan tipikor sebelumnya dan (Djoko Tjandra) melarikan diri dari hukum (jadi buronan),” pungkas Agustinus

Previous Post

Densus 88 Tangkap Terduga Teroris di Padang, Keluarga Surati Komnas HAM

Next Post

Alasan DPR Kritik BPOM Soal Pengembangan Vaksin Nusantara

Indovoices

Indovoices

Next Post
Menkes Terawan Pastikan Turis China Tak Tertular Corona di Bali

Alasan DPR Kritik BPOM Soal Pengembangan Vaksin Nusantara

Jokowi Copot Jaket Merahnya dan Berikan ke Korban Banjir NTT

Jokowi Copot Jaket Merahnya dan Berikan ke Korban Banjir NTT

Leave a ReplyCancel reply

Indovoices Apps

Berlangganan

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru Indovoices.com melalui email

Join 1,250 other subscribers
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Patriot Bela Bangsa Kritik Keputusan Menteri Perdagangan Impor Kedelai 350 Ribu Ton

Patriot Bela Bangsa Kritik Keputusan Menteri Perdagangan Impor Kedelai 350 Ribu Ton

November 3, 2022

Selecting an International Partner

October 14, 2022

How to get a Latino Bride

October 10, 2022

The main advantages of Jointly Useful Relationships – Older Men Dating Sites For Searching for Younger Females

September 28, 2022

Keeping an Oriental Woman Happy

September 22, 2022

The way to get Foreign Women of all ages For Marital life Online

September 18, 2022

Discover Me a Sugardaddy Usa

September 12, 2022

Tentang

IndoVoices adalah sebuah media opini yang memberi ruang kepada para penulis untuk menuangkan ide dan pemikiran, cerita dan pengalaman secara lebih mendalam dan sistematis.

Menjadi Penulis

Indovoices.com membuka kesempatan kepada siapapun dengan latar belakang apapun untuk bergabung menjadi kontributor. Indovoices memberikan kontribusi sebesar Rp 3/view.

Bagi yang ingin bergabung menulis, kirimkan contoh artikelnya ke email [email protected]

Untuk informasi lebih lanjut, silahkan kunjungi halaman berikut ini.

Kanal

  • 100HariAniesSandi
  • Analisis
  • Anti Hoax
  • Budaya
  • Cerpen
  • Editorial
  • Ekonomi
  • English
  • Enterpeneurship
  • Entertainment
  • Event
  • Fiksi
  • Finansial
  • Hukum
  • Humor
  • Inovasi & Teknologi
  • Internasional
  • Kaleidoskop Pemerintahan Jokowi
  • Kebangsaan
  • Kesehatan
  • Kriminal
  • Kuliner
  • Laporan
  • Life & Love
  • Lifestyle
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
  • Marketing
  • Olahraga
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Photography/Infografis
  • Pilkada 2018
  • Politik
  • Puisi
  • Redaksi
  • Sastra
  • Sejarah
  • Startup
  • Sumpah Pemuda
  • Traveling
  • UKM
  • Umum
  • Video
  • Beranda
  • Tentang IndoVoices
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber
  • Menjadi Penulis
  • Advertising
  • Hubungi Kami

© 2018 Indovoices.com

No Result
View All Result
  • Redaksi
    • Editorial
    • Analisis
    • Liputan Khusus
    • Event
      • Sumpah Pemuda
      • 100HariAniesSandi
  • Umum
  • Internasional
  • Politik
    • Kaleidoskop Pemerintahan Jokowi
    • Pilkada 2018
  • Ekonomi
  • Hukum
    • Kriminal
    • Laporan
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Anti Hoax
  • Lifestyle
    • Entertainment
      • Fiksi
      • Cerpen
      • Puisi
    • Kesehatan
    • Life & Love
    • Traveling
    • Sex Education
  • Login
  • Sign Up
  • Cart

© 2018 Indovoices.com

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?