Sebagai seorang politisi handal dan licin, Ketua DPR dan juga Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, seharusnya berpikir ulang melakukan tindakan balas-membalas melapor yang saat ini terjadi. Bukan membuat suasana menjadi tenang, Novanto malah membuat kegaduhan yang membuat namanya jadi semakin sulit untuk dilepaskan dari jerat hukum seperti yang pernah terjadi.
Kalau bermain dalam sebuah politik cantik dan licin, seharusnya kegaduhan bisa dihindarkan dengan lebih banyak bermain tenang. Tetapi sepertinya hal ini menjadi sebuah pilihan yang terpaksa dilakuakan karena Novanto sudah tidak berdaya dengan terbitnya sprindik KPK dimana namanya menjadi tersangka. Apalagi, sampai saat ini KPK tidak berhasil direvisi UUnya supaya ada SP3 buat tersangka dengan status khusus.
Kegaduhan dibuat Novanto bukan hanya dengan melaporkan para pembuat Meme, tetapi juga melaporkan balik KPK terkait kasus yang sedang dihadapinya. Pelaporan yang dilakukan ini membuat posisi Novanto kini kian tersudut karena sudah menyerang masyarakat sipil terkait Meme, dan menyerang pimpinan KPK yang sampai saat ini menjadi andalan bangsa dalam pemberantasan korupsi.
Menyerang masyarakat sipil dan KPK bukanlah sebuah keputusan bijak. Lihat saja bagaimana nasib Pansus hak angket KPK yang tidak mendapatkan keuntungan apapun dan hanya mendapatkan respon dingin bahkan negatif dari masyarakat. KPK pun tidak menanggapi serius karena memang status pansus pun secara hukum ambigu.
Merasa apa yang dilakukan adalah strategi yang tepat, para pengacara yang melaporkan Dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, dengan sengaja mempublikasikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Karena rasanya tidak mungkin KPK atau Kejaksaan, Polri sendiri sudah membantah menyebarkan SPDP tersebut.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian sendiri yang menegaskan bahwa bukan pihak kepolisian yang menyebarkan SPDP tersebut kepada publik. Tentu saja kepolisian tidak akan berani menyebarkan SPDP ini. Karena kalau sempat terjadi, maka nama baik Kapolri Tito dipertaruhkan. Itulah mengapa Kapolri Tito mengecek hal ini sekembalinya dari Solo.
Kapolri juga akan berprinsip tidak ingin terjadi kegaduhan dan beritikad menjaga hubungan kelembagaan, termasuk KPK dan Kejaksaan, sesama penegak hukum, dalam pengusutan kasus ini. Dengan turunnya Kapolri mengawasi langsung kasus ini, maka bisa dipastikan bahwa kasus pimpinan KPK akan aman. Karena memang tidak ada sesuatu hal yang bisa dijerat dalam laporan tersebut.
Anehnya, pengacara Novanto yang terlapor sudah kepedean duluan karena menyangka dengan naiknya ini ke penyidikan, maka status dua pimpinan sudah menjadi terduga atau tersangka. Padahal menurut Kapolri, status mereka masihlah terlapor. Karena kepastian status hukum mereka menunggu gelar perkara atas kasus ini.
Apakah dua pimpinan KPK akan terjerat?? Saya pikir apa yang diinginkan oleh pengacara Novanto dan para koruptor bakal tidak tercapai. Karena pimpinan KPK tidak akan bisa dijegal dengan kasus begituan. Dan menjegal pimpinan juga tidak berarti akan menghentikan penyidikan kasus E-KTP. Mengapa?? Karena sudah bergulir keras kasus ini.
Lalu apa yang akan terjadi kepada Novanto?? Entahlah bagaimana nasib Novanto. Tetapi penetapan Novanto tersangka ini memang menjadi sebuah pertaruhan politik. Novanto punya banyak kartu yang bisa terbongkar kalau dia ditahan. Kembali kepada Novantonya memang apakah akan terbuka atau bungkam.
Posisi Novanto sebagai Ketua Umum Golkar juga menjadi sebuah pertaruhan. Pertaruhan bagi siapa saja yang mau jadi capres. Meski sudah deklarasi akan mendukung Presiden Jokowi sebagai capres, dukungan bisa saja berpindah kalau Novanto digoyang dan Ketua Umum baru yang naik sudah jadi pesanan kubu lain di Golkar.
Lalu apa win-win solutionnya?? Kalau sudah begini, memang kondisi jadi serba salah. Tetapi yang pasti dalam pandangan saya, KPK akan tetap aman, Novanto akan jalani proses hukum yang panjang dengan pra peradilan dan sidang-sidangnya, lalu ketika sudah sampai pencalonan presiden akhir 2018 Golkar akan buat surat dukungan capres Presiden Jokowi. Setelah itu, Novanto ditahan yang kemungkinan dengan vonis rendah.
Jadi, Presiden Jokowi tetap dapat dukungan Golkar, dan Novanto ditahan tetapi hanya dengan hukuman tidak sampai 2 tahun. Apakah anda setuju?? Saya yakin pastilah tidak. Tetapi kalau disuruh memilih, maka saya lebih memilih Presiden Jokowi dapat kendaraan jadi capres untuk dua periode. Apalagi sampai saat ini PDIP masih belum 100 persen dukung Presiden Jokowi dua periode. Alasannya?? Tunggu analisa selanjutnya…
Salam Novanto.