Pagi ini muncul sebuah berita tentang penangkapan terhadap Lieus Sungkharisma yang dilakukan oleh Penyidik Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya. Dirinya ditangkap terkait kasus dugaan makar.
“Pada hari Senin, 20 Mei 2019, pukul 06.40 WIB, yang bersangkutan ditangkap di apartemen Hayam Wuruk lantai 6, kamar 614. Di dalamnya ada seorang wanita,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, Senin 20 Mei 2019
Argo tidak menyebutkan siapa identitas wanita tersebut.
“Diakuinya sebagai ART,” imbuh Argo.
Sebelumnya, Lieus sudah pernah dilaporkan ke Bareskrim Polri beberapa waktu yang lalu terkait dugaan makar. Laporan terhadap dirinya terdaftar dengan nomor LP/B/0442/V/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019. Pelapor menyerahkan sebuah flashdisk berisi video Kivlan dan Lieus sedang berbicara di depan banyak orang. Pernyataan Kivlan dan Lieus itulah yang dituding sarat akan pelanggaran makar.
Pasal yang disangkakan adalah tindak pidana penyebaran berita bohong (hoax) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 dan/atau Pasal 15 terhadap keamanan negara/makar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 jo Pasal 87 dan/atau Pasal 163 bis jo Pasal 107.
Penyidik Bareskrim Polri pun juga telah memanggil Lieus untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut. Namun dirinya memilih mangkir dari pemeriksaan polisi dengan alasan belum memiliki pengacara untuk mendampinginya.
Penangkapan terhadap Lieus, alih-alih mendapat simpati. Warga Tionghua malah merasa senang dan mengapresiasi kerja cepat polisi. Maklum saja, pasalnya nama Lieus Sungkharisma sendiri dianggap merupakan noda yang mencoreng wajah masyarakat Tionghua Indonesia selama ini.
Hal ini disebabkan karena dirinya sering membawa-bawa nama Tionghua dalam kegiatan politik pribadinya. Salah satunya ketika muncul gerakan ganti presiden. Entah siapa yang memberikan mandat, Lieus dengan pongahnya menyatakan dirinya mewakili masyarakat Tionghoa seluruh Indonesia dan ingin 2019 Indonesia ganti presiden.
Kontan saja aksi Lieus mendapat kecaman dari Perwakilan masyarakat Tionghoa yang tergabung dalam Forum Indonesia Jaya.
“Kalau kita lihat dari kuasa yang diberikan kepada kami, bahwa masyarakat Tionghoa sama sekali tidak pernah memberikan mandat mewakilkan atau mengirim kuasa terhadap yang bersangkutan untuk menyampaikan pernyataan politik,” kata Intan.
Kemudian ada juga aksi norak si Lieus Sungkharisma yang jerit-jerit di depan rumah tahanan saat ingin menjenguk Ahmad Dhani pas di hari Minggu beberapa waktu yang lalu. Padahal Rutan tidak menerima kunjungan di hari minggu, ini sekaligus membuktikan dirinya tidak bisa membedakan antara Rutan dan Ragunan.
Tidak cukup mempermalukan diri dan etnisnya, Lieus kembali mempermalukan agamanya juga. Pasalnya dalam Kampanye Akbar Prabowo-Sandi di Senayan, Jakarta Selatan, Minggu, 7 April 2019. Lieus dan kedua rekannya, demi menjilat Prabowo, nekad menyamar menjadi Biksu Palsu. Padahal dua biksu Palsu yang mendampingi Lieus, salah satunya yang bernama suhu Te Sien dikenal sebagai Biksu Cabul yang sudah dipecat sejak lama, sedangkan yang satu lagi adalah Beny, pedagang lukisan di Pluit Village.
Sontak saja kelakuan dirinya mendapat kecaman dari Wadah Pemersatu Majelis-Majelis Agama Buddha Indonesia (Walubi) dan Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI).
“Tanggungjawab sendiri. Itu urusan dia dengan karma. Hukum karma,” kata Juru Bicara Walubi Budha Budi Tan Selasa, 9 April 2019.
Beberapa contoh di atas hanyalah segelintir dari sepak terjangnya yang memuakkan.
Dan benar saja, setelah mangkir berkali-kali, akhirnya Lieus dicokok polisi dengan pasal-pasalnya yang berpotensi membuat dirinya menjalani hukuman 15 tahun penjara hingga seumur hidup.
Walaupun saat ini ketika dirinya baru saja ditahan, si Lieus masih berani berlagak garang. Akankah kegarangan dan kepongahannya masih bertahan setelah menghabiskan waktu dengan penyidik satu dua hari ke depan?, atau malah mendadak melunak dan tobat ala Kivlan Zein? Bagaimana menurut Anda?