Ogah Basa Basi, PSI Ancam Interpelasi Anies
Mungkin merasa gerah, mungkin juga karena malas melayani ocehan gubernur Anies yang terkenal pintar ngelesnya. ANGGOTA DPRD DKI Jakarta William Aditya Sarana pun tanpa basa-basi langsung mengancam akan menggunakan hak interpelasi jika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait penertiban pedagang kaki lima (PKL) dari trotoar.
Berawal dari William Aditya Sarana dan Zico Leonard yang merupakan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta terpilih dari Partai Solidaritas Indonesia. Mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) atas Pasal 25 ayat (1) Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Anggota termuda DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 ini memandang perda ini telah bertentangan dengan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Pada Pasal 127 ayat (1) sudah dijelaskan bahwa jalan umum bisa ditutup itu hanya dengan alasan kegiataan keagamaan, kenegaraan, olahraga dan budaya. Tidak ada poin yang menyebutkan penutupan jalan diperbolehkan untuk kegiatan berdagang atau usaha lainnya,” tegas William.
Putusan Mahkamah Agung itu bernomor 42 P/ HUM/ 2018. Perkara tersebut telah diputus sejak 18 Desember 2018, namun salinannya baru-baru ini diterima oleh PSI.
“Menyatakan Pasal 25 ayat (1), Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum bertentangan dengan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum,” demikian cuplikan putusan MA.
Alih-alih melaksanakan keputusan MA, seperti biasa, Anies pun mulai ngeles kesana kemari, mulai dari menyebut keputusan MA sudah kadaluwarsa, padahal sejatinya putusan Mahkamah Agung (MA) itu bersifat mengikat jadi tidak dapat kedaluwarsa. Apalagi yang digugat oleh PSI itu adalah Perda Pasal 25 yang yang berlaku di seluruh DKI Jakarta. Bukan hanya yang di jalan Jatibaru.
Merasa alasannya tidak cukup kuat, sama seperti kejadian penerbitan IMB, Anies pun mengeluarkan jurus ngeles lainnya, mulai dari menjukkan UU, Perpres, hingga lagi-lagi menyasar Pergub DKI No 10/2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL yang merupakan Pergub yang diteken oleh Basuki Tjahja Purnama (Ahok) saat menjabat Gubernur DKI pada 16 Januari 2015 ketika itu.
Memang benar Pergub ini mengatur soal penetapan lokasi PKL, namun pergub ini tidak menyebut kata ‘trotoar’ secara eksplisit. Apalagi Anies juga tidak mampu menyebut secara spesifik pasal mana yang dia maksud.
Melihat keberanian anggota DPRD dari partai anak muda yang belum lama dilantik namun sudah berani menunjukkan taringnya. Saya senang dan salut atas keberaniannya walau terselimuti rasa pesimisme.
Bukan apa-apa, rasa pesimisme itu muncul mengingat ini bukanlah kali pertama Anies diancam interpelasi.
Sebelumnya, wacana interpelasi pernah disampaikan oleh Fraksi Partai Nasdem dan Partai Hanura DKI Jakarta di pertengahan bulan Juni 2018 yang lalu. Keduanya merasa perlu mendengar penjelasan Anies terkait penerbitan IMB Pulau Maju serta ditahannya dua Raperda tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).
Namun kenyataannya? Wacana hanya tinggal wacana, hingga habis masa jabatan para anggota dewan yang terhormat itu, interpelasi tak kunjung terlaksana. Malah salah satu partai yang dulu getol mengkritisi Anies, Nasdem, mungkin sudah berbalik menjadi pendukung Anies setelah pertemuan Anies dengan Ketua Umumnya Surya Paloh beberapa waktu yang lalu.
Apalagi hak interpelasi secara teknis masih terlalu awal dibicarakan. Pasalnya untuk hak interpelasi ataupun hak angket baru bisa diajukan ketika alat kelengkapan dewan (AKD) sudah terbentuk. Sementara saat ini anggota DPRD DKI periode 2019-2024 yang baru dilantik pada 26 Agustus masih membahas tentang penyusunan rancangan peraturan tata tertib DPRD.
Setelahnya barulah akan dibahas mengenai AKD menyangkut pembentukan fraksi, komisi, dan badan-badan lainnya. Selain itu untuk mengajukan hak interpelasi, syaratnya antara lain, diajukan minimal oleh 15 anggota DPRD dari dua fraksi.
Artinya kalau pun PSI bertekad menginterpelasi Anies, masih ada jalan panjang berbulan-bulan ke depan sebelum hak itu dapat digunakan sepenuhnya. Itu pun kalau tekad tersebut belum tergerus oleh berbagai isu yang muncul sehingga terlupakan, sama seperti wacana interpelasi dari Nasdem dan Hanura yang sudah menguap entah kemana.
Semoga saja PSI tetap konsisten memperjuangkan apa yang sudah menjadi komitmennya sejak awal. Buktikan bahwa PSI memang beda dibanding yang lainnya.
Untuk membaca tulisan saya yang lainnya, silahkan klik di sini