Kegigihan Muklis Abdul Kholik alias Adul (9) untuk sekolah menginspirasi banyak orang. Siswa kelas 3 SDN 10 Cibadak Sukabumi tetap semangat menimba ilmu ke sekolah dengan cara merangkak. Jarak dari rumah ke sekolahnya sejauh tiga kilometer.
Putra keempat dari empat bersaudara dari pasangan Dadan Hamdani (52) dengan Pipin (48) ini mengalami kelainan fisik pada bagian kedua kakinya sejak lahir dan kelainan pada bagian tenggorokan.
Adul yang lahir pada 8 April 2010 itu tidak bisa berjalan dengan normal seperti anak-anak lainnya. Bila berjalan harus merangkak, dibantu dengan kedua belah tangannya yang juga dijadikan sebagai tumpuan utamanya.
Meski begitu, bocah difabel ini terlihat memiliki semangat tinggi, lincah dan mudah bergaul. Dirinya tidak ingin kondisi fisiknya itu membuat orang lain merasa iba kepadanya.
Anak asuh suami-istri, Dadan (50) dan Pipin (45), ini setiap hari harus melewati jalanan terjal dan jembatan bambu. Menurut keterangan Pipin, keputusan itu diminta sendiri oleh Adul karena tidak ingin merepotkan mereka.
“Pas PAUD kemudian masuk SD hanya sampai kelas 2 dia digendong sama ayahnya, ketika kelas 3 dia minta berangkat sendiri. Awalnya kami sempat khawatir diaĀ dijahiliĀ teman-temannya, namun karena kami percaya dia bisa akhirnya keterusan sampai sekarang, kadang saya ikutĀ nganterĀ ajaĀ ngikutinĀ di belakang,” kata Pipin, Jumat (9/11).
Untuk mencapai sekolahnya, memang tidak dilakukan dengan terus dengan berjalan kaki. Karena, setelah mencapai jalan desa, bisa menumpang motor ojek sekitar 1 kilometer dengan ongkos Rp7.000 sekali jalan.
”Kalau ada uangnya kami pakai ojek. Tapi kalau lagi enggak ada uang ya terpaksa berjalan kaki sampai sekolah begitu juga pulangnya,” aku Pipin.
Sebenarnya, lanjut dia, perjalanan dari rumah ke sekolah bila menggunakan jalan kampung yang utama harus ditempuh sekitar 5 kilometer.
Saat ini, perjalanan pergi ke sekolah begitu juga pulangnya sudah bisa dilakukan dengan cara melintasi bagian dalam kampus SMA Pesantren Unggul Al Bayan.
Sehingga, jarak tempuhnya menjadi lebih singkat, hanya sekitar 3 kilometer.
Tidak ada rasa malas menyergap Adul untuk belajar di SDN 10 Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. “Cita-cita mau jadi pemadam kebakaran,” ucap Adul.
Anak inspiratif ini merangkak dari rumah ke sekolah sejauh tiga kilometer. Pihak sekolah menyebutnya sebagai bocah berprestasi dan ranking 10 besar di kelasnya.
“Dia ini bukan tipe anak yang pemurung. Setiap hari dia aktif bergerak meskipun dalam kondisi fisik terbatas. Bukan dia yang kita motivasi, justru teman-teman serta mungkin guru di tempat ini yang termotivasi oleh semangatnya untuk sekolah dan belajar,” ujar Kepala Sekolah SDN 10 Sukabumi Epi Mulyadi.
Anak inspiratif ini ternyata punya mimpi berjumpa dengan Presiden Jokowi. “Ingin salaman sama pak presiden, Presiden Jokowi,” kata Adul di hadapan teman dan guru-gurunya di SDN 10 Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat.
Semangat Adul bersekolah meski merangkak ini telah menggetarkan hati relawan dan dermawan. Sejumlah keinginan bocah itupun mereka penuhi salah satunya peralatan sekolah. Tidak hanya itu, komunitas relawan sosial Sahabat Kristiawan Peduli (SKP) bahkan membebaskan utang orang tua asuh Adul ke koperasi sebesar Rp 5 juta.
“Begitu mengetahui kisah anak ini kami langsung tergugah dan mendatangi kediaman rumah Adul. Informasi yang saya dapat adik Adul ini ingin mendapat tongkat untuk membantu berjalan dan peralatan sekolah baru,” kata Kristiawan Saputra, ketua relawan SKP, kepada detikcom, Minggu (11/11).
Semangat luar biasa terpancar dari sosok bocah difabel, Muklis Abdul Kholik alias Adul (9), siswa kelas 3 SDN 10 Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat. Pantang menyerah Adul bersekolah membuat bangga Kepala Sekolah SDN 10 Cibadak Epi Mulyadi.
Hujan sekali pun tidak menyurutkan semangat dia untuk sekolah.Kepala Sekolah SDN 10 Cibadak Epi Mulyadi
Epi mengaku sengaja menerima Adul di sekolah formal. Selain lokasinya dekat dengan kediaman bocah tersebut, pihak sekolah tidak memandang kondisi keterbatasan fisik.
“Ada yang nanya ke saya, kenapa (Adul) diterima, katanya anak itu harusnya masuk Sekolah Luar Biasa (SLB). Namun pihak sekolah tidak melihat itu, dia pandai, aktif dan mampu melakukan semua tugas sekolah tanpa kekurangan. Kalau memang anak ini mampu kenapa harus kami tolak masuk sekolah kami,” kata Epi melalui sambungan telepon denganĀ detikcom, Sabtu (10/11/2018).
Di mata Epi dan pendidik di SDN 10 Cibadak, bocah tersebut cukup aktif dan kerap masuk 10 besar ranking di kelas. “Saya bangga kepada guru-guru yang mendidiknya. Juga kepada teman-temannya yang mempunyai pandangan sama bahwa Adul punya hak dan kemampuan sama untuk mengenyam pendidikan seperti anak seusianya. Tidak ada satupun teman-temannya yang mengolok-olok dia,” tutur Epi.
“Guru juga tidak membeda-bedakan, saat dia belajar saat dia mengikuti pelajaran olah raga. Bahkan saat lari, meskipun dengan dibantu tangan, dia itu cepat sama seperti yang lain. Dalam hal ini kami menjalankan kewajiban dengan melayani anak didik kami dengan baik,” sambungnya.
Pertimbangan ekonomi keluarga menjadi alasan lain sekolah menerima Adul. Menurut Epi, SLB terdekat berada di lokasi yang cukup jauh dari kediaman keluarga Adul.
“Hujan sekalipun tidak menyurutkan semangat dia untuk sekolah. Dia baru tidak masuk sekolah ketika benar-benar sakit. Namun dia memang jarang sakit karena ketahanan fisiknya yang luar biasa,” ujar Epi.
Hobi Panjat Dinding
Selayaknya anak-anak seusianya yang gemar bermain, Muklis Abdul Kholik (9) mempunyai hobi yang cukup ekstrim yakni panjat dinding. Dirinya tidak sabar ingin memperlihatkan kemampuan istimewanya itu ke awak media.
Lokasi Adul biasa bermain panjat dinding berada di area lembaga pendidikan Al- Bayan. Jaraknya cukup dekat dari kediaman Adul di Kampung Cikiwul, RT 01 RW 01 Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
“Dia setiap hari sering melintasi tempat panjat dinding yang ada di lingkungan sekolah Al-Bayan, pertama kali coba dia ketagihan untuk manjat. Alhamdulillah, tadi pihak Al Bayan mengizinkan dan meminjamkan peralatan untuk memanjat,” kata Pipin (45), ibu asuh Adul, Jumat (9/11).
Tinggi dinding dipanjat Adul sekitar 2,5 meter. Menggunakan peralatan pengamanan, Adul mencengkeram dinding. Beberapa kali dia terjatuh lalu kembali mencoba hingga akhirnya mencapai ketinggian lebih dari setengah tinggi dinding.
“Biasanya sering main aja ke sini, enggak pakai tali-tali ini. Saya senang aja kalau udah naik ke atas lalu nengok lihat pemandangan dari atas,” ucap Adul.
Selain memanjat dinding, Adul mengaku senang dengan tempat-tempat tinggi. Seperti undakan tangga hingga tebing-tebing di sekitar rumah. Badannya lincah dan gesit ketika bergerak.
Adul ini memiliki keterbatasan fisik pada kedua kakinya. Meski begitu, semangatnya tetap pergi ke sekolah patut diacungi jempol. Semoga Impian dan Harapannya untuk bertemu Jokowi, dapat segera tercapai.
Sumber: Detik/Kompas