Di sekolah kita mengenal dua macam ujian yaitu ujian teori dan ujian praktek. Teori dan praktek sangat berbeda. Tak jarang siswa yang lulus ujian teori tidak lulus dalam ujian praktek ataupun sebaliknya.
Untuk lulus ujian teori, seorang siswa cukup menghafal sebuah buku. Tetapi dalam ujian praktek seringkali siswa menemukan hal baru yang tak terduga yang sangat mungkin tidak ada didalam buku teori.
Dan disinilah pengalaman dan nalar seorang siswa yang akan berbicara. Siswa yang nalarnya jalan dan berpengalaman, dia akan tau apa yang harus dia lakukan menghadapi situasi seperti ini walaupun tidak ada didalam buku teori.
Tetapi teori hanya ada di bangku sekolah. Di dalam kehidupan yang sesungguhnya tidak ada uji teori, yang ada hanyalah ujian praktek lapangan. Sehingga bisa saya ambil kesimpulan bahwa semestinya teori berakhir di bangku sekolah. Selepas lulus dari sekolah, kita memerlukan kecakapan, nalar, dan pengalaman agar lulus dalam ujian praktek yang bernama “kehidupan nyata”.
Sehingga saya begitu heran ketika menghadapi kenyataan banjir di Jakarta, gubernur Anies masih saja berteori yang semestinya sudah harus ia tinggalkan di bangku sekolah semenjak lulus.
Coba dengarkan penjelasan gubernur Anies menjelaskan teorinya soal banjir Jakarta berikut ini:
Ini aneh, ini bukan kampanye tetapi saya sampaikan. Di satu sisi menyiapkan jalur-jalur air untuk dikirim ke laut, disisi lain di lautnya di pasang pulau reklamasi. Tinggal tunggu jadi rob, air balik. Dan ini melawan sunatullah. Kenapa? Air itu turun dari langit ke bumi, bukan ke laut. Harusnya dimasukkan ke dalam bumi, masukkan tanah! Bukan ke laut.
Diseluruh dunia, air jatuh itu dimasukkan ke tanah, bukan dialirkan pakai gorong-gorong raksasa ke laut. Jakarta sudah mengambil keputusan yang fatal!
Gubernur Anies memang sudah tidak perlu kita ragukan lagi kemampuannya di bangku sekolah. Memperoleh gelar doktor, pernah menjadi guru, dosen dan bahkan rektor termuda membuktikan bahwa dia bukanlah orang yang sembarangan. Gelar akademiknya membuktikan bahwa gubernur Anies memang jagonya kalau soal teori.
Tetapi menghadapi kenyataan soal banjir Jakarta dan masih saja berteori dan menyalahkan Ahok, jelaslah membuat kita geleng-geleng kepala. Apalagi membawa-bawa dalil-dalil agama untuk menyalahkan reklamasi dan pembuatan gorong-gorong. Apa tidak parah kalau seperti ini.
Bahwa air jatuh dari langit turun ke bumi tentu saya setuju. Masalahnya sesampainya air di bumi mengalir kemana? kan itu, ketua!
Butiran air hujan itu jatuh lurus ke setiap pori-pori bumi. Karena tidak adanya lubang untuk masuk ke dalam tanah maka butiran air hujan berkumpul menjadi genangan dan itulah yang dinamakan banjir. Sehingga penting mengelola air hujan agar tidak banjir.
Mengelola air hujan kita harus mengetahui berapa volume air yang dihasilkan, barulah kita menghitung berapa besar air yang teralirkan ke laut, berapa yang dapat ditampung bendungan (banjir kanal) dan berapa yang dapat terserap kembali ke dalam tanah melaui pori-pori bumi.
Jadi menurut saya, menyiapkan gorong-gorong raksasa untuk mengalirkan air ke laut itu hanyalah salah satu upaya manusia mengelola air hujan, bukan melawan sunatullah.
Apakah mungkin pori-pori bumi di Jakarta yang sudah ditanami beton ini menyerap jutaan kubik air kiriman dari Bogor dalam waktu yang singkat? Kan tidak! Maka diperlukan cara lain dalam usaha rekayasa banjir.
Bukan saja menyiapkan gorong-gorong untuk mengalirkan air ke laut, tetapi juga harus membangun bendungan untuk menampung air hujan dan disisi lain membuat sumur resapan untuk merekayasa agar air dapat dengan cepat masuk ke dalam bumi seperti dalam teori gubernur Anies. Ketiganya penting dan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Andai saja 58% air hujan dari Bogor itu mau dimasukkan ke dalam bumi dengan cepat, tentu Jakarta tidak akan mendapat banjir kiriman sebesar seperti sekarang ini. Sayangnya, air hujan tidak mau mengikuti teori gubernur Anies, air tetaplah air dengan sifat aslinya : mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah.
Lagipula, jika harus dimasukkan ke dalam bumi, mengapa gubernur Anies malah memompa genangan air hujan ke sungai. Bukankah air sungai juga akan bermuara ke laut? Huhh…
Makanya kerja praktek, pak Anies! Jangan main teori melulu!
Selamat praktek!!