Itulah kalimat yang diucapkan oleh sang ibu untuk menenangkan anaknya saat kejadian di CFD dan saya jadikan judul artikel ini. Kejadiannya sendiri, mungkin para pembaca juga sudah pada tahu. Namun bagi yang belum tahu, akan saya ceritakan bersumber dari berbagai media yang berhasil saya kumpulkan.
Berawal dari kegiatan di kawasan CFD, dimana Massa dengan atribut #2019GantiPresiden menggelar kegiatan di bundaran HI. Sedangkan massa #DiaSibukKerja menggelar jalan santai dari perempatan Sarinah menuju Bundaran HI dan berputar kembali ke Sarinah.
Dalam kegiatan tersebut, polisi sudah menurunkan personelnya sebanyak dua kompi atau sekitar 200 orang untuk mengamankan. Semua berjalan lancar tanpa adanya gesekan. Namun kemudian, Sekelompok orang dengan atribut #2019GantiPresiden itu tampak mengintimidasi orang-orang yang mengenakan kaos dengan tagar berlawanan, #DiaSibukKerja yang diperkirakan terpisah dari kelompoknya.
Mereka dengan lantang meneriakkan kata cebong, mendatangi rame-rame orang yang memakai baju #DiaSibukKerja. lalu kemudian menerornya. Terlihat sejumlah orang melambai-lambaikan sejumlah uang kepada pria berkaos #DiaSibukKerja.
Namun pria itu menjawab bahwa dirinya tidak dibayar. “Enggak dibayar,” ujarnya dengan raut wajah ketakutan karena dikerumuni banyak orang. “Nih saya tambahin,” kata salah seorang yang lain. “Udah kenyang belum,” kata yang lain menimpali. Namun, lagi-lagi pria berkaos #DiaSibukKerja menyatakan dirinya tidak dibayar. “Enggak dibayar, sumpah,” kata dia sambil berjalan menerobos sekumpulan orang tersebut.
Sedangkan kejadian berikutnya dialami oleh seorang Ibu dan anaknya yang terlihat menangis karena ketakutan karena mendapat berbagai perlakuan intimidasi meliputi :
1. Dapat teriakan nasi bungkus
2. Disawer uang seratusan ribu ke lehernya
3. Bahkan juga dijejelin lontong ke bibirnya
Melihat anaknya menangis, ibu itu berusaha menenangkan anaknya namun dengan nada gertakan yang membuat orang-orang di sekitarnya terdiam.
Ibu itu kemudian menengok ke kelompok pria berkaus #2019GantiPresiden sembari berkata “Masya Allah kalian, Masya Allah kalian, ibu-ibu kalian perlakuan seperti ini, muslim apa kalian!”
“Kita gak takut Zaki, kita benar!” Itulah kalimat yang diucapkan oleh sang ibu untuk menenangkan anaknya. Walaupun ada beberapa sumber yang menyebut nama Zaki sebagai Fi. Akhirnya si Ibu dan anaknya dipisahkan dipisahkan dan diselamatkan dari gerombolan tersebut oleh warga lain yang mengenakan #2019GantiPresiden.
Situasi yang sangat kontras terjadi dari orang yang mengenakan kaos #2019GantiPresiden yang terpisah dari kelompoknya dan berada diantara kelompok orang yamg berkaos #DiaSibukKerja. Tidak tampak adanya intimidasi, bahkan orang yang terpisah dari kelompoknya tersebut dapat berjalan dengan nyaman, seperti gambar yang saya sertakan dibawah ini.
Terlihat kontras sekali bukan?, tentu saja peristiwa intimidasi tersebut mendapat kritikan dari berbagai pihak yang mengecam dan mengutuk aksi biadab tersebut. Bahkan salah satu media terpercaya, yakni detik.com mencantumkan, ternyata intimidasi itu dilakukan oleh simpatisan Prabowo seperti link yang terdapat dibawah ini.
(https://m.detik.com/20detik/detikflash/20180429-180429033/wanita-dan-anak-peserta-cfd-diintimidasi-simpatisan-prabowo)
Hal yang wajar saya kira, apalagi didalam gerombolan yang melakukan intimidasi tersebut, terlihat tokoh Gerindra Muhammad Taufik yang merupakan Ketua DPD DKI Jakarta Partai Gerindra serta Mustofa Nahrawardaya yang dikenal sebagai caleg gagal di DPR RI dari PKS daerah pemilihan Jawa Tengah V.
Namun dalam setiap peristiwa, ada hikmah yang bisa kita petik. Blunder yang mereka lakukan, membuka borok mereka sendiri, bukannya menarik simpati, malah menimbulkan antipati rakyat Indonesia. Pemimpin itu cerminan dari pendukungnya. Bila pendukungnya saja sudah begitu, bagaimana pula dengan pemimpinnya.
Padahal diatas, pemimpin mereka sedang memoles diri, pidato sana sini, mencitrakan diri sebagai calon pemimpin yang ingin mensejahterakan rakyat, ingin mengembalikan kekayaan Indonesia kepada rakyatnya, meski faktanya jangankan mau mensejahterakan rakyat. Gaji pegawainya di PN Kertas pun tidak dibayar dari 2014 hingga sekarang. Bahkan dalam pidatonya sendiri, tidak tanggung-tanggung, kata ingin merebut pun dikeluarkan agar tampak menyakinkan.
Tapi setelah kejadian kemarin di CFD dimana pendukungnya dengan beringas melakukan intimidasi dan persekusi terhadap seorang ibu dan anaknya, apakah kita masih bisa percaya dengan ucapan mereka? Bila mereka berhasil dan menang, bisa jadi kelakuan yang mereka tunjukkan akan semakin menjadi-jadi.
Tentu pembaca akan bilang, belum tentu kalau pendukungnya seperti itu, lantas pemimpinnya seperti itu juga. Memang benar tindakan kemarin, bisa jadi sifatnya spontanitas dan tidak direncanakan sebelumnya. Namun jangan salah, tidak akan muncul istilah guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Tidak akan muncul juga istilah Perilaku Pendukung Mewakili Sifat yang Didukung yang uniknya dipopulerkan oleh Anies Baswedan, 2014 yang lalu saat masih menjadi bagian dari Timsesnya Jokowi.
Pilkada DKI 2017 menjadi contoh sempurna implementasi dari kata-kata tersebut. Perhatikan, bagaimana di level, calon pemimpinnya menghalalkan segala cara untuk bisa menang, bahkan janji-janji dan program-program tidak masuk akal pun berani disampaikan hanya demi meraup suara.
Di level bawahnya, pendukungnya bahkan lebih gila lagi, ayat dan mayat pun diseret untuk kepentingan politik, kafir mengkafirkan sudah menjadi bahasa wajib yang setiap hari keluar dari mulut mereka. Bahkan Djarot yang notabene seorang muslim pun harus mengalami pengusiran dari masjid.
Berbagai intimidasi pun dilancarkan kepada pendukung lawan politiknya, malah sampai ada yang didatangi dan diperkusi, yang mengalaminya bukan hanya orang dewasa, anak-anak pun menjadi sasaran persekusi.
Dan faktanya, setelah mereka menang, apakah keadaan Jakarta menjadi lebih baik dibanding masa Ahok? Yang saya tahu sih makin buruk, lihat saja penataan kawasan Tanah Abang yang amburadul, PKL yang berceceran dimana-mana, belum lagi janji DP 0 yang entah bagaimana juntrungannya, sementara si gubernur asyik ke luar negeri dan pemerintahan di DKI Jakarta diserahkan ke wakilnya yang lebih banyak tidak tahu daripada tahunya (untuk hal ini akan saya ulas tersendiri).
Kembali lagi ke masalah CFD, bercermin dari kejadian tersebut, masih yakinkah kita untuk memilih calon pemimpin yang pendukungnya saja tidak beretika seperti itu?. Bila yang kita pilih hanya sekelas gubernur, mungkin efeknya hanya terasa di provinsi tersebut saja. Namun bila kedudukan presiden yang menjadi taruhannya, maka efeknya akan melingkupi seluruh wilayah Indonesia. Jadi daripada coba-coba, kenapa tidak memilih yang sudah teruji?.
Sama seperti yang disampaikan oleh sang Ibu kepada anaknya, demikian juga dalam artikel ini saya ingin menyampaikan kepada para pembaca, agar kita jangan pernah takut, karena kita ada di posisi yang benar. Ibu dan anaknya telah memberikan contoh kepada kita bagaimana dirinya tegar dan kuat menghadapi intimidasi dari sekelompok orang biadab, demikian juga seharusnya kita.
#2019TetapJokowi
#DiaSibukKerja
#KitaTidakTakut
#KitaBenar