Baru-baru ini tersebar sebuah kisah di media sosial melalui FB dan WA Grup. Saya sendiri mendapatkannya, dan menilai apa yang dialami oleh anak tersebut sangatlah keterlaluan. Bagaimana bisa kejadian seperti itu dibiarkan dan tidak ada satu pun yang mencegah supaya hal tersebut tidak terjadi terus menerus??
Ya, ini adalah kisah tentang seorang anak bernama Josep Sebastian Zebua Kelas III SD – SDN 16 Pekayon, Pasar Rebo – Jakarta Timur. Untuk mengetahui bagaimana kisahnya silahkan langsung ke link yang sebenarnya yah.. Karena kalau tidak ke link sebenarnya maka akan kita katakan ini adalah peristiwa hoaks.
Pak @jokowi ??
Ini sudah keterlaluan, pak.. pic.twitter.com/fIETUIYORT
— SISKA (@_fransiskancis) October 30, 2017
Saya sangat terkejut, saat membaca berita di media sosial bahwa hasil telusuran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan juga Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyebutkan berita itu adalah hoaks. Tidak ada terjadi perundungan seperti yang ramai di media sosial. Yang membuat saya akhirnya geleng-geleng kepala adalah, KPAI dan DInas Pendidikan DKI Jakarta ini ternyata salah informasi.
Tadi saya sengaja memberikan link sebenarnya berawal kisah ini supaya kita tidak salah informasi dan malah melakukan tindakan sangat memalukan seperti yang dilakukan oleh KPAI dan juga Dinas Pendidikan. Meeka sebut itu berita hoaks, tetapi mereka tidak sadar dan tidak kroscek mana sumber awalnya. Malah yang ada sekarang mereka ini terlihat sangat memalukan sebagai institusi pemerintahan.
Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati dan Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Bowo Irianto dalam keterangannya dengan sangat meyakinkan bahwa berita itu hoaks. Entah darimana berita yang mereka dapatkan, tetapi mereka dapatkan info peristiwa perudungan nama lengkap seorang anak laki-laki yang duduk di kelas IV SD di SDN 16 Ciracas, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Ya, jelaslah salah. Lah dari asal sekolahnya saja mereka sudah salah. Di awal keterangan sudah dibuat bahwa ini kisah tentang seorang anak bernama Josep Sebastian Zebua Kelas III SD – SDN 16 Pekayon, Pasar Rebo – Jakarta Timur. Entah kenapa mereka ini malah dapat info kelas IV SD di SDN 16 Ciracas. Ini mereka yang kena makan hoaks tetapi sebut peristiwanya yang hoaks.
Ini jelas sekali sangat memalukan. Malah yang paling memalukannya, mereka malah kalah telak dalam hal mendampingi korban perundungan dibandingan oleh apa yang dilakukan oleh Banser NU. Banser NU bukan mendatangi sekolah, melainkan mendatangi korban langsung ke rumahnya. Apakah KPAI sekarang tidak lagi fokus kepada korban tetapi kepada sekolahnya??
Sikap Dinas Pendidikan DKI Jakarta langsung selidiki sekolah mungkin masih bisa ditolerir, tetapi KPAI malah tidak mengunjungi korban dan percaya saja ini berita hoaks sangat tidak bisa ditolerir. Ini sudah lari dari tugas utama KPAI yang seharusnya mengunjungi sanga anak. Apakah isu seperti ini tidak jadi isu penting bagi KPAI?? Apakah tidak punya kepekaan betapa buruknya dampak peristiwa ini bagi sang anak??
Dan benar saja, tidak berapa lama kemudian, Dinas Pendidikan mengklarifikasi pernyataannya dan menyatakan bahwa peristiwa itu benar adanya. Dan mereka telah salah menelusuri sekolah dimana anak tersebut terdaftar dan mengalami perudungan.
Ini tentu menjadi pelajaran penting bagi instansi besar seperti KPAI dan jug Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk benar-benar menelusuri berita yang sebenarnya dari dua sisi. Perlu telusuri kebenaran sekolahnya dan telusuri juga kebenaran anaknya. Tidak tahu caranya?? Tanya deh Banser mengapa mereka bisa jumpa sama anak tersebut dan tidak ke sekolahnya untuk melakukan pengecekan.
Update terakhir dari kasus anak Josep Sebastian Zebua setelah dimediasi oleh Banser NU. Fix.
Bantu RT ben jelas ? pic.twitter.com/XI6TW52igA
— SISKA (@_fransiskancis) October 31, 2017
Masalah SARA dan semakin diperuncing dengan istilah pribumi, memang sudah sangat mengkahawatirkan di Jakarta. Polarisasi sudah sangat terasa dan kalau tidak segera ditangani, ini akan terus menyebar. Bayangkan saja anak SD sudah bisa punya pemahaman liar seperti ini, bagaimana lagi yang sudah remaja dan pemuda?? Negara benar-benar dalam keadaan genting.
Syukurnya, kini kita punya UU Ormas dan salah satu penyebab semakin tingginya nilai-nilai intoleransi, ormas HTI, sudah dibubarkan. Dan kini, pemerintah tinggal menertibkan institusi dan organisasi lain yang terkena virus radikalisme untuk menangkal virus radikalisme yang sudah menyebar bahkan sampai ke SD dan SMP.
Sekali lagi, anak ini cuman jadi fenomena batu es saja. Di bawah permukaan, banyak masalah intoleransi dan SARA yang siap-siap meledak keluar setelah Gubernur Anies Baswedan memencet tombol “Pribumi vs Non Pribumi”. Maukah kita melihat negara ini hancur seperti Suriah demi ambisi berkuasa dan rebutan lahan bisnis semata??
Karena itu, mari terus suarakan dengan lantang penolakan kita terhadap intoleransi. Kalau ada kejadian seperti ini laporkan saja dan viralkan. Kalau tidak percya dengan KPAI dan DIsan Pendidikan, maka media sosial jadi salah satu media ampuhnya. Mari terus bersuara dan jangan bungkam!
Salam KPAI dan Dinas Pendidikan HOAKS..