Tidak terlalu terkejut memang kalau akhirnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) mengumumkan Presiden Jokowi kembali menjadi calon Presiden mereka untuk pemilu 2019. Karena pada dasarnya, tingkat elektabilitas dan kinerja Jokowi sangat tinggi dibandingkan tokoh-tokoh lain di Indonesia. Dan tentu saja, karena Jokowi adalah kader partai PDIP.
Sehingga saat Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri mengumumkan Jokowi sebagai capres mereka saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III Di Pulau Bali, semua hanyalah sebuah seremonial belaka. PDIP tidak akan berpaling dari Jokowi, meski di era Jokowi mereka mengalami terpaan para kadernya terkena kasus korupsi.
Memang jauh berbeda saat Partai Demokrat berkuasa dua periode dan saat Jokowi memimpin satu periode, partai yang sang Presiden menjadi kader, malah paling banyak tertangkap korupsi. Bahkan di era Jokowilah partai pendukungnya malah menyerang KPK karena memang Jokowi tidak ada sedikit pun mengintervensi KPK.
Dan dukungan PDIP ini membuat Presiden Jokowi secara dukungan partai sudah mendapatkan 52,21 persen suara. Setelah sebelumnya mendapatkan suara dukungan dari Golkar 14,75 persen suara, Nasdem 6,72 persen suara, PPP 6,53 persen suara, dan Hanura 5,26 persen suara. Jumlah suara yang sudah lebih dari cukup untuk maju dalam Pilpres 2019.
Dengan dukungan 52,21 persen suara, maka suara yang tersisa tinggallah 47,79 persen suara untuk direbutkan oleh para capres lainnya. Jumlah yang sebenarnya akan sangat sulit menjegal Jokowi, apalagi posisi kali ini kubu Jokowi adalah kubu pemerintah. Posisi yang dulu dimiliki oleh lawannya.
Kalau dengan jumlah suara 47,79 persen suara lagi, maka Partai Demokrat, Gerindra, PKS, PKB, dan PAN harus berpikir keras untuk maju dalam Pilpres kali ini. Kalau bergabung tentu saja akan berat karena harus menurunkan egonya masing-masing, tetapi kalau mterpecah, maka akan semakin sulit membendung Jokowi. Head to head harus dilakukan.
Kalau head to head, maka yang akan dimajukan pastilah orang dari Gerindra dan Demokrat. PKS, PKB, dan PAN pasti tidak akan dilirik kadernya untuk maju. Dan ini berarti nama Cak Imin jadi cawapres akan semakin tenggelam. Tetapi kalau pecah, bisa saja Cak Imin maju jadi cawapres sebagai penggembira. Karena nanti bisa saja akan berpasangan dengan AHY membentuk koalisi Demokrat-PKB. SIsanya, ya partai penolak Perppu Ormas Gerindra-PKS-PAN.
Prediksi saya, jalan Jokowi sepertinya akan mulus dan kita akan kembali lagi memiliki Presiden dengan nama Joko Widodo. Siap dua periodekan??
Salam Dua Periode.