Tidak heran memang kalau akhirnya apa yang terjadi di Jakarta dikaitkan soal urusan dapat akses kepada kepala daerah untuk melanggengkan eksistensi di daerah tersebut. Keberpihakan itu adalah soal bagaimana kini pendulum perhatian berpindah dari tengah ke kanan. Pendulum yang awalnya ingin menegakkan keadilan akhirnya menegakkan keberpihakan.
Di Jakarta kita bisa amati hal tersebut saat perpindahan kekuasaan dari Ahok-Djarot ke Anies-Sandi. Pendulum yang dulunya menekankan keadilan dengan berdasarkan kepada konstitusi, maka kini keadilan ditegakkan berdasarkan janji politik. Tidak heran pada akhirnya yang ada bukanlah keteraturan melainkan pelanggaran peraturan dimana-mana.
Hebatnya, hanya dalam waktu singkat, Anies-Sandi mendapatkan begitu banyak laporan pengaduan dan demo dari berbagai pihak. Terakhir, Anies-Sandi didemo oleh kelompok yang menamakan diri ‘Forum Umat Islam Revolusioner’. Dalam demonya, mereka menuntut agar Anies-Sandi membela dan memperjuangkan ulama. Benarkah Anies-Sandi tidak membela dan memperjuangkan ulama??
FPI pun menjawab bahwa Anies-Sandi membela bahkan memperhatikan alim ulama. Kalau menurut Juru Bicara FPI, Slamet Maarif, Anies-Sandi sudah menunjukkan memberikan dukungan dan membela ulama (Rizieq) dengan cara mereka sendiri. Apa maksudnya cara mereka tersebut?? Entahlah, mungkin maksudnya dengan setoran rutin kali.
Sedangkan melalui akun Twitter @DPP_LPI, disebutkan bahwa Anies adalah pemimpin yang terbuka kepada para alim ulama. Para alim ulama FPI tidak dipersulit saat ingin bertemu dengan Anies di Balai Kota.
“Lagian ngapain demo, kalo para Alim Ulama tidak dipersulit untuk bertemu Gubernur terpilih DKI Jakarta, Pak Anies Baswedan.” terang FPI melalui akun Twitter @DPP_LPI.
Penjelasan FPI ini semakin memperjelaskan kepada kita bahwa yang jadi masalah sebenarnya adalah akses dan pengakuan dari Pemprov DKI terkait para ulama FPI. Tanpa itu, akan terus mendapatkan serangan dan demo dari FPI. Apakah akses dan pengakuan tersebut hanya soal diterima di Balai Kota?? Tentu tidak. FPI tidak bisa hidup kalau hanya pintu terbuka tersebut.
Dari penjelasan FPI ini pun kita bisa melihat perbedaan kedekatan Anies dengan alim ulama yang mana. Anies dekat dengan alim ulama FPI. Bandingkan dengan Jokowi yang dekat dengan ulama NU. Karena itu, Anies tidak pernah di demo FPI sedangkan Jokowi jadi sasaran.
Perbedaan inilah yang akhirnya membuat kita jadi paham bahwa membela dan mendukung Jokowi, bukan lagi soal memilih Presiden tetapi melawan kaum radikal intoleran. Kalau di Jakarta mereka bisa menang dan menaikkan Gubernur pilihan mereka, maka kita tidak boleh biarkan mereka menang di Pilpres.
Karena itu, mari terus dukung Jokowi. Jangan biarkan kaum yang berkuasa di Jakarta ini semakin semena-mena. Setuju??
Salam Dua Periode.