Semua orang ingin maju, tidak ada yang stagnan dan bahkan mundur. Kalau pun terpaksa mundur selangkah, maunya pasti maju dua langkah. Mengapa?? Karena secara kodrat dan alamiahnya, manusia diciptakan berpikir untuk maju. Peradaban manusia itu maju, tidak mundur. Itulah mengapa kalau kita melihat, banyak kemajuan terjadi dalam kehidupan manusia.
Begitu juga dengan sebuah daerah. Tidak ada satu orang pun ingin daerahnya stagnan dan bahkan mengalami kemunduran. Itulah mengapa, setiap daerah berlomba-lomba untuk memajukan daerah dan kotanya. Jika satu kota sudah melakukan konsep smart city, maka kota lain akan berlomba-lomba melakukannya. Karena konsep smart city mempercepat semua proses pelayanan publik.
Itulah yang dilakukan oleh Ahok selama dia menjadi Gubernur. Ahok berusaha supaya semua bisa berjalan dengan cepat dan menyeluruh. Caranya adalah dengan menggunakan aplikasi qlue. Semua orang bisa melaporkan masalahnya tanpa harus menunggu waktu lama ke kecamatan atau ke kelurahan. Tetapi bukan berarti kecamatan dan kelurahan tidak ada layanan aduan. Kedua-duanya dijalankan.
Selain menggunakan qlue dan layanan aduan di tingkat kelurahan dan kecamatan, Ahok juga menambahkan aduan di Balai Kota. Aduan di Balai Kota tentu melengkapi semua layanan yang sudah ada. Dan dalam beberapa kesempatan saya membaca berita bahwa apa yang dilaporkan ke Ahok umumnya adalah laporan yang lambat di kecamatan atau kelurahan.
Semua strategi ini dilakukan Ahok tentu saja supaya pelayanan publik kepada msyarakat dan aduan-aduan bisa dengan segera dan secepat mungkin dilakukan. Karena masalah di daerah Jakarta itu proses penyelesaiannya harusnya dalam hitungan menit dan jam dengan sebuah SOP yang jelas berdasarkan kewenangan masing-masing.
Sayangnya, pelayanan publik yang serba cepat dan menyeluruh tersebut, kini malah diubah oleh Gubernur Anies Baswedan. Gubernur Anies malah membuat sistem pelayanan birokrasi berjenjang gaya birokrasi lama. Laporan di mulai dari kecamatan, lalu dirapatkan tiap senin di level kecamatan. Tidak dapat solusi naik ke rapat level walikota setiap selasa-rabu, tidak dapat juga baru ke Balai Kota.
Birokrasi berjenjang beginilah sebenarnya yang ingin dihindari oleh Ahok. Dan birokrasi berjenjang beginilah yang tidak disukai publik. Pelayanan menjadi lambat dan tidak jelas SOPnya. Padahal sudah ada sebenarnya kewenangan dan alokasi tugas dan dananya. Tidaklah perlu rapat-rapat lagi. Kalau ada aduan yah tinggal main perintah. Bukankah itu yang namanya pemerintah??
Dan itulah mengapa saya katakan ini kemunduran. Karena orang sudah berpikir tidak perlu lagi birokrasi berjenjang dan semua sudah jelas tugas dan wewenangnya karena sudah jelas aturan main di awal. Nanti lama-lama setiap rapat ada kajian pula lagi. Kapan selesainya masalah??
Ahok jauh lebih maju cara berpikirnya dan lebih cerdas. Saat dia diminta blusukan sama Jokowi, Ahok dengan sangat cerdas memikirkan memakai CCTV dan juga aplikasi qlue dalam sebuah sistem Jakarta Smart City. Karena dengan strategi tersebut dia bisa memantau semua tanpa harus blusukan. Yang sayangnya malah dikatain tidak punya sistem oleh Anies saat Pilkada, eh tahunya malah menikmati sistem tersebut.
Tetapi meski sudah memiliki sistem yang baik tersebut, Ahok akhirnya sadar bahwa blusukan dan menjumpai warga tetaplah sebuah tugas seorang Gubernur. Itulah mengapa setiap sabtu an minggu, beberapa kalai Ahok datangi hajatan warga yang menikah. Mengapa bisa?? Karena semua sudah by sistem dan dia tidak perlu khawatir lagi.
Membuka layanan khusus di Kecamatan di luar jam kerja sebenarnya tetap bukanlah jadi sebuah solusi. Karena tetap saja akan sedikit yang mengadu. Karena entah mengapa, kepercayaan publik saat ini kepada kinerjanya Kepala Darah yang besok berusia satu bulan ini sangatlah rendah. Aduan di Balai Kota yang sepi adalah indikasinya.
Saya sangsi akan banyak orang yang mau datang ke layanan aduan di kecamatan. Paling juga kondisinya sama aja seperti di Balai Kota yang sepi. Apakah karena tidak ada masalah?? Tentu ada. Tetapi ya itu tadi, mereka ragu masalah ini akan selesai dengan cepat. Karena ujung-ujungnya tunggu kajian dulu. Dan akhirnya kasian deh gue menunggu ketidakpastian.
Lalu masihkah mungkin Jakarta lebih maju dari sebelumnya?? Saya sangsi, karena itu target kita bukan lagi supaya Jakarta lebih maju, tetapi jangan sampai terlalu jauh kemundurannya. Sayang sekali kalau kemajuan yang terjadi menjadi sia-sia karena kemunduran dalam waktu 100 hari.
Caranya?? Mari bergabung dan bersuara melalui Indooices. Ikuti lomba penulisannya..
https://www.Indovoices.com/redaksi/lomba-menulis-100harikepemimpinananiessandi-kawal-jakarta-tetap-baik-dan-semakin-baik-2/
Kalau tidak bisa menulis share ke teman anda untuk mengikuti lombanya. Jangan juga berpikir bahwa Jakarta hanya urusan orang Jakarta. Jakarta adalah Ibukota Negara dan sudah jadi tanggung jawab semua Warga Negara.
Salam IV.