Entah ada apa antara Anies dan Ahok, tetapi sepertinya Anies tidak terlalu suka kalau Ahok mendapatkan nama selama kepemimpinannya di Jakarta. Anies gengsi memakai istilah yang jadi identitas Ahok dan memilih untuk mengganti namanya. Normalisasi diganti jadi naturalisasi dqn paling gres RPTRA diganti jadi Taman Maju Bersama.
Anies dalam terawangan saya sepertinya sudah menjadikan Ahok sebagai saingan utamanya untuk level kepemimpinan nasional. Karena itu, Anies seperti punya kewajiban untuk meredam nama Ahok untuk tidak terus berkibar. Salah satunya adalah dengan mengganti nama program Ahok dengan nama lain.
Sayangnya, usaha Anies tersebut akhirnya harus berakhir dengan rasa malu dan tertawaan. Memang bukan Anies sendiri yang mengalaminya melainkan SKPD yang berwenang. Hal ini dialami oleh Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta Djafar Muchlisin. Djafar ditertawakan DPRD DKI karena ternyata RPTRA hanya ganti nama.
“Pak Agustino (Kepala Dinas Perumahan DKI) sudah menjelaskan bahwa (pengelolaan RPTRA) sudah diganti di Dinas Kehutanan. Coba apa bedanya, Pak?” ujar Manuara di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (4/4/2018).
“Ini hanya penyebutan saja. Ya hampir-hampir,” jawab Djafar.
“Hanya istilahnya saja, ya, ha-ha-ha,” ujar Manuara tertawa.
“Prinsipnya melengkapi,” ujar Djafar.
Kasihan memang para SKPD DKI Jakarta sekarang. Karena gengsi Anies, mereka harus ditertawakan dan dipermalukan oleh anggota DPRD DKI Jakarta. Padahal semua esensi yang ada sama saja dan tidak ada perbedaan prinsip.
Anies sebenarnya sudah tinggal melanjutkan saja semua konsep yang sudah ada. Tidak perlu pusing ganti nama. Kalau ada gagasan baru dan terobosan baru, itu yang dibuat namanya. Yang sudah ada tidak perlu diganti kecuali konsep tersebut gagal.
Lihat saja bagaimana Jokowi dan Ahok pada saat itu tidak perlu repot mengganti nama TransJ dan tinggal meneruskan saja. Karena untuk diingat oleh warga bukan dengan cara kita gonta-ganti nama melainkan mengeksekusi setiap konsep dengan tepat. Meski TransJ bukan konsep awal Jokowi dan Ahok, tetapi yang diingat soal TransJ adalah terobosan Jokowi dan Ahok mengembangkan TransJ.
Begitulah yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin. Tidak perlu malu lanjutkan program yang ada. Bedanya tinggal tunjukkan kualitas dan eksekusinya. Tetapi sayangnya, karena memang menang juga bukan karena kemampuan, maka akhirnya tidak berdaya.
Salah pilih pemimpin, Ibukota yang awalnya jadi kebanggaan, kini hanya jadi tertawaan.
Salam Tertawa.