“Saya ingin garis bawahi, ini pelanggaran yang dilakukan dan diketahui semua yang bekerja disitu. Saya ulangi semua yang bekerja disitu tahu bahwa ada pelanggaran. Jadi jangan memberikan kesan tidak tahu lalu jadi korban” (Gubernur Anies Baswedan. detikNews, Rabu 28 Maret 2018).
Mantan Gubernur idola saya, Ahok, tidak suka pakai tedeng aling-aling saat menutup tempat hiburan yang jelas terbukti melanggar aturan. Ahok memang tidak serta merta ikut memikirkan nasib karyawan yang terdampak akibat penutupan tempat usaha tersebut, tapi setidaknya beliau juga tidak pernah menyalah-nyalahkan orang yang hanya bekerja mencari nafkah disitu. Catat!
Beda Ahok, beda pula Anies. Gubernur baru saya ini rasanya bakal demam tinggi kalau belum mencela dan menyalahkan orang. Sudah lambat kerjanya, dikritik juga tidak terima. Kalau disalahkan malah mencari-cari kambing hitam buat menutupi kekurangan.
Penutupan Alexis harusnya sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari, sesuai janji kampanye. Efek karyawan yang bakal jadi pengangguran, tidak perlu dipusingkan. Masalah yang berkaitan dengan ekonomi kerakyatan, serahkan saja pada ahlinya; Wagub Oke-Oce. Biar mantan karyawan Alexis bisa ikut dibina jadi pengusaha emperan alias pedagang kaki lima. Win-win solution.
Terhadap PKL, Anies sangatlah sayang. Menyediakan tempat seluas-luasnya buat mereka berdagang, memfasilitasi sampai rela menabrak-nabrak aturan. Ombudsman pun terpaksa turun tangan. Tapi, kenapa terhadap karyawan Alexis, Anies malahan sebal? Siapa juga yang mau jadi pengangguran. Seandainya mereka tahu ada pelanggaran ditempatnya bekerja, lebih baik tutup mata saja. Memangnya mereka bisa apa? Melaporkan kepihak berwajib? Rasanya mustahil, tempat menyambung hidup kok malah mau ditutup sendiri.
Ngomong-ngomong, lambatnya Anies menutup total Alexis apa karena sedang menunggu momen yang tepat buat unjuk gigi? Apa ada deal-deal tertentu yang dibicarakan dengan juragan pemilik lapak? Jangan su’udzon dulu. Pergub baru nomer 18 tahun 2018, tentang Penyelenggaraan Pariwisata Usaha, sangat memungkinkan Anies bertindak leluasa. Lemotnya Anies, bukan karena dia ragu. Anies hanya butuh dorongan lebih besar lagi dari warganya buat bekerja maksimal. Mungkin beliau belum terbiasa bergerak dengan ekspektasi tinggi. Maklum saja, sebagai mantan pendidik, Anies tentu lebih luwes kalau buat bicara dan buka buku panduan. Makanya, teori dan retorika yang selalu ditekankan Anies dalam upayanya membenahi kota Jakarta.
“Kita cari solusinya. Akan kita carikan solusinya”. Sampai kapan mencari? Ya, sampai ketemu.
Jakarta butuh penanganan khusus, pak Gubernur. Dari waktu ke waktu permasalahannya semakin kompleks dan memusingkan. Alexis bukan satu-satunya tempat yang disinyalir jadi sarang pelacuran dan peredaran narkoba. Coba telusuri mulai jalan Jatibaru, tapi dengan catatan ; jalan itu harus dibuka dulu. Bapak perlu obat sakit kepala?