Adalah Politik Marketing and Consultaning atau PolMark yang melakukan survey untuk mengetahui aspirasi warga, BUKAN rakyat, tentang pemimpin yang mereka idamkan, menunjukkan bahwa dari hasil survey ada 32.4% WARGA yang mengaku tidak akan memilih Presiden Joko Widodo atau Jokowi di ajang Pilpres 2019 nanti.
Kadang saya bertanya, tidakkah ini too early melakukan survey untuk mengetahui berapa banyak yang akan atau yang tidak akan memilih calon presiden di ajang Pilpres 2019 nanti? Atau apakah ini tanda-tanda seseorang melakukan pencurian start pendokrinan?
Kata “warga” untuk saya pribadi memiliki cakupan yang lebih kecil dibandingkan kata “rakyat”. Kita tahu, bahwa untuk penduduk Jakarta, kita mengatakannya warga Jakarta dan bukan rakyat Jakarta, sementara untuk penduduk Indonesia, kita mengatakan rakyat Indonesia dan hanya pada istilah WNI yang menggunakan kata Warga, karena warga negara adalah termasuk kata majemuk (koreksi saya kalau saya salah).
Anyway, kembali ke hasil survey PolMark, menurut berita yang dilansir oleh detik.com dikatakan bahwa mayoritas responden menginginkan pemimpin baru. Lucunya, survey tersebut dilakukan HANYA terhadap 2.250 responden dari 32 propinsi. Artinya rata-rata 71 orang dari setiap propinsi yang diambil secara random yang DIMINTAI responnya. Tanpa kita tahu “siapa” ke 2.250 orang itu. Tapi kalau kita membaca judul berita yang hanya menuliskan besaran angka hasil survey yang mencapai 32.4% (tanpa menyebutkan jumlah responden yang dimintai pendapat mereka), seolah angak 32.4% ini diharapkan mampu menggiring opini rakyat Indonesia (kurang lebih sebanyak 185 juta rakyat Indonesia yang sudah memiliki hak pilih).
Mewakili Indonesia kah? Jelas Tidak! Kalau mau mendapatkan angka yang bisa dianggap mewakili Indonesia, minimal harus 25% dari 185 juta jiwa yang memiliki hak pilih atau sebanyak 46 juta responden.
Melihat MININYA angka jumlah responden, saya justru lebih melihat ini adalah CARA AWAL mereka untuk mulai mendokrin massa untuk tidak memilih Joko Widodo lagi dengan alasan “Ingin Pemimpin Baru”. Kata “Ingin pemimpin Baru” ini sama persis dengan kalimat yang selalu diulang-ulang oleh Anies Baswedan selama masa kampanye Pilkada Jakarta. Dan kalimat tiga kata ini berhasil mendokrin massa.
Apalagi kemudian kita tahu bahwa PolMark ini dipimpin oleh Eep Saefullah Fatah, designer kampanye hitam di ajang Pilkada Jakarta yang disewa kubu Paslon nomor tiga. Seorang ahli pakar pembalik fakta. Dan serentetan karya sukses dia untuk memenangkan pihak penyewa jasa dia, termasuk Jokowi di Pilkada 2012 dan Pilpres 2014. Tapi karya Eep Saefullah Fatah yang paling hitam dan paling brutal adalah Pilkda Jakarta karena dengan terang-terangan dia mengatakan bahwa dirinya menggunakan ayat dan mayat sebagai alat kampanye hitamnya.
Indonesia tidak akan pernah lupa brutalnya Pilkada Jakarta!!
Melihat pemilihan kata yang digunakan oleh Eep Saefullah “Ingin Pemimpin Baru”, sepertinya, kepiawaian Eep Saefullah ini akan dipakai oleh mereka setelah terbukti memenangkan Anies-Sandi di Pilkada Jakarta.
Lebih detailnya lagi, dari 32.4% (729 orang) yang tidak akan memilih Jokowi, 25.3% (185 orang) memiliki alasan ingin pemimpin baru, 16.8% (122 orang) responden menyebutkan Jokowi sebagai sosok yang kurang tegas, 15% (109 orang) mengatakan belum melihat perubahan dari bangsa saat ini. Pertanyaan yang pintar, Eep menggunakan kalimat “Perubahan Bangsa” dan bukan “Perubahan Negara”. Lalu 10.5% (73 orang) mengatakan bahwa perekonomian masyarakat buruk dan 5.5% (37 orang) menyebutkan tidak puas dengan kepemimpinan Jokowi. 3.6% (26 orang) masyarakat tidak memilih Jokowi karena mereka lebih percaya pada Prabowo, dan 0.1% (1 orang) responden mengatakan alasan tidak memilih Jokowi karena Jokowi dinilai berbau PKI, beda suku dan penampilan yang kurang menarik.
Lalu berapa besarnya yang akan memilih Jokowi? 67.6 % atau sejumlah 1.521 orang akan memilih Jokowi?
Tapi jangan senang dulu! Ditangan Eep Saefullah Fatah ini, angka responden yang hanya 32.4% dari 2.250 orang atau sebanyak 729 orang yang mengatakan tidak akan memilih Jokowi, bukan HAL YANG MUSTAHIL bisa menjadi mantra yang *mustajab* untuk menjatuhkan Jokowi di Pilpres 2019 nanti. Tergantung bagaimana Eep memolesnya karena itulah keahlian dia.
Saya tidak pernah bisa memahami ada orang seperti Eep Saefullah yang dengan kesadaran tingginya mengadu domba warga Jakarta. Ini benar-benar mimpi buruk. Pada akhirnya Eep hanya mampu memeberikan “Kemenangan dengan aroma pecundang”. Iman agama dia bicara apa yah waktu ada warga yang menolak menyolahtkan jenazah?
PolMark dan Eep Saefullah Fatah ini adalah robot yang tidak peduli bahwa pekerjaan mereka akan mengakibatkan satu bangsa tercerai berai, seperti apa yang sudah terjadi pada penduduk Jakarta. Yang penting untuk Eep adalah besarnya upah yang diterima untuk memenangkan pihak penyewa tanpa melihat orang seperti apa yang akan dia bantai.
Semoga kali ini, rasa nasionalisme Eep Saefullah Fatah terpanggil untuk memenangkan pihak Jokowi dan menolak tawaran kubu manapun yang mau menyewa dia. Karena perubahan WAJAH NEGARA INDONESIA sangat penting untuk masa dengan anak dan cucu kita.
Untuk Pak Eep Saefullah, “Tolong menangkan Jokowi, karena hanya Jokowi yang mampu menghadiahi rakyat Indonesia, termasuk keluarga bapak dan terutama rakyat Papua, infrastruktur yang selesai dengan sempurna. Proyek yang dibuat Pak Jokowi jarang bahkan tidak ada yang mangkrak. Semuanya selesai selama masa jabatan dia. Rakyat Indonesia hanya ingin memiliki fasilitas umum seperti jalan raya, bandara, pelabuhan, bangunan sekolah, waduk-waduk, pembangkit tenaga listrik dan sarana umum lainnya YANG LAYAK dan BERMUTU. Dan Hanya Jokowi yang bisa melakukan itu. Jika itu bisa bapak lakukan, Insya Allah, selain bapak kami anggap sebagai Pahlwan Milenia, bapak juga mendapatkan surga dari Allah. Amin”