Mau dikatakan apalagi kalau Gubernur DKI Jakarta ternyata bukanlah orang yang memahami birokrasi dan sistem yang sudah diibuat untuk mencegah adanya overlap dan saling tumpang tindih antar institusi dan bagian. Tugas pokok dan fungsi juga sudah diatur sedemikian rupa supaya jalannya birokrasi bisa efektif dan efisien.
Dalam sistem birokrasi pencegahan atau pengawasan korupsi sebenarnya sudah ada yang memiliki tugas khususnya. Nama instansi itu adalah inspektorat. Di setiap daerah sudah memiliki inspektorat yang memiliki fungsi pengawasan dan kontrrol terhadap kinerja birokrasi. Untuk di luar juga sudah ada namanya Polisi, Jaksa, dan KPK.
Lalu mengapa harus ada dibentuk Komite Pencegahan Korupsi Jakarta atau KPK DKI Jakarta. Sederhananya pasti adalah balas jasa. Karena sudah sangat jelas bahwa mereka yang duduk dalam komite ini adalah orang-orang yang berjasa kepada Anies-Sandi, khususnya sang Ketua KPK DKI Jakarta, Bambang Widjojanto, yang mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Selain balas jasa tentu saja ada maksud lain yang menurut saya tidak jauh-jauh dari pencitraan dan gimmick yang dibuat untuk menunjukkan keseriusan Anies-Sandi memberantas korupsi. Padahal sudah sangat jelas kita lihat sejak awal, dalam penyusunan APBD saja banyak anggaran yang tidak realistis.
Pembentukan KPK DKI Jakarta sendiri dalam pemahaman pencegahannya juga sudah salah kaprah. Gubernur Anies dalam penjelasannya menyebutkan bahwa KPK DKI Jakarta memiliki tugas sebagai berikut:
KPK-Ibukota akan menekankan pada pendekatan Pre-emptive dalam melakukan pencegahan korupsi, yang sifatnya lebih aktif untuk menimbulkan efek jera.
Ada yang paham maksud dari penjelasan Gubernur Anies melalui akun twitternya ini?? Bagaimana caranya pendekatan Pre-emptive yang sifatnya aktif dan menimbulkan efek jera?? Sangat janggal pernyataan ini karena pencegahan tidak pernah harusnya menggunakan kata “efek jera”. Karena efek jera biasanya hanya akan terjadi jika sebuah lembaga punya wewenang.
Apakah KPK DKI Jakarta punya wewenang memberikan hukuman dan sanksi?? Tentu saja tidak. Karena KPK DKI Jakarta ini hanyalah bagian dari TGUPP yang sifatnya hanya sebatas memberikan rekomendasi. Tidak punya program kerja yang teknis dan taktis karena memang hanyalah tim Gubernur.
Gubernur Anies benar-benar sudah salah paham membentuk KPK DKI Jakarta untuk pencegahan korupsi. Sudah tidak sesuai dengan fungsinya, KPK DKI Jakarta hanya akan membuat kerja KPK terhambat di Jakarta. Kalau segala sesuatu harus dikoordinasikan dengan KPK DKI, maka KPK akan terpasung kuasanya dan akan menjadi sulit melakukan OTT.
Mungkinkah memang ini disengaja Gubernur Anies?? Bukan hanya menadapatkan keuntungan dicitrakan pro pencegahan korupsi, tetapi juga bisa melakukan pencegahan KPK langsung masuk ke dalam birokrasi mereka. Bisa-bisa nanti KPK akan diminta menyerahkan pengawasan kepada KPK DKI dengan menjadikan nama Bambang sebagai jaminannya.
Memang Gubernur Anies ini sudh tidak bisa dipercaya lagi. Bahkan sudah tidak bisa lagi dijadikan sebuah patron sebuah kepala daerah yang mentaati peraturan yang ada. membuat KPK daerah dengan dalih mencegah korupsi adalah sebuah kegagalan logika memahami pencegahan korupsi itu sendiri.
Selamat terus berlaku licik dan culas Gubernur Anies. Tetapi kami tahu, kalau KPK DKI ini hanyalah cara balas jasa kepada Bambang, pencitran dan gimmick politik, serta cara menghambat masuknya KPK mengawasi Pemprov DKI lebih dalam lagi.
Kalau memang serius berantas korupsi, biarlah KPK saja yang masuk mengawasi jangan para relawan.
Salam Pencitraan Anti Korupsi.