Seorang pemimpin harus paham apakah tujuan dirinya memimpin. Kalau ingin membangun dan mensejahterakan, maka semua kebijakannya haruslah membangun dan mensejahterakan. Kalau yang terjadi malah sebaliknya, maka bisa dipastikan pemimpin tersebut bukan sedang ingin membangun dan mensejahterakan.
Fokus pemimpin saat ingin membangun dan mensejahterakan adalah manusianya, bukan benda matinya. Kalau benda mati tersebut tidak memberikan kesejahteraan untuk apa dibangun?? Semua boleh dan bisa dibangun, tetapi apakah memberi manfaat dan mensejahterakan atau tidak itu yang harus jadi prioritas utamanya.
Karena itu, saat membahas masalah becak, kita bisa melihat bahwa Anies-Sandi sedang melanggar sendiri tagline kampanye mereka “Maju Kotanya, Bahagia Warganya”. Karena kenyataannya saat becak mau dilegalkan lagi, maka menjadi sebuah kemunduran bagi Jakarta. Terus yang bahagia siapa?? Abang tukang becak?? Bukanlah, tetapi yang bertugas mengawasinya. APBD pun mengalir.
Berbeda dengan Anies-Sandi, Risma yang memimpin Surabaya memahami betul bahwa becak tidak akan bisa mensejahterakan pengemudinya. Profesi tukang becak adalah takdir yang harus dilawan, bukan malah didukung oleh pemerintahan. Apalagi di jaman yang maju ini, becak sudah seharusnya ditinggalkan.
Karena itu, Risma menawarkan perkerjaan yang layak kepada para abang tukang becak dengan gaji 3,2 juta perbulan. Bandingkan dengan pendapatan mereka narik becak yang hanya dapat 600 ribu per bulan. Penghasilan seperti itu jauh dari kata layak karena 5 kali lipat dibawah UMR.
Risma sadar betul bahwa narik becak kini bukanlah sebuah perkerjaan yang harus didukung dan dilestarikan. Malahan harus dibantu para tukang becak supaya bisa mendapatkan perkerjaan yang lebih layak. Risma memang pemimpin dengan gaya dan jiwa yang sama dengan Jokowi dan Ahok. Mensejahterakan rakyat, bukan memanfaatkan rakyat untuk kepentingan politik praktis.
Perbedaan ini dengan sangat jelas membuat kit semakin terang benderang apa sebenarnya tujuan Anies-Sandi melegalkan becak. Bukan untuk mensejahterakan pengemudi becak, melainkan demi kepentingan politik praktis sesaat. Apalagi kalau tidak ujung-ujungnya pendanaan dari APBD.
Pesan saya kepada Anies-Sandi, sejahterakanlah tukang becaknya, bukan becak dan para penerima serapan APBD.
Salam Sejahtera.