Sudah banyak yang menyuarakan rasa kangennya kepada mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), saat melihat mengerikannya para begal APBD. Tetapi saya bukanlah orang yang terkejut dengan apa yang mereka lakukan. Karena sebelum dilantik saja, mereka sudah minta jatah begal APBD Perubahan DKI Jakarta 2017.
Kalau yang jatahnya Ahok saja mau mereka begal, apalagi kalau mereka sudah pegang semua anggarannya. Membegal sepuasnyalah. Kalau bisa buat banyak-banyak program masuk angin dan fiktif serta markup semaksimal mungkin demi serapan APBD yang maksimal. Padahal, yang penting seperti daging murah bagi pemegang KJP dihilangkan.
Kelakuan para begal ini menjadi sangat wajar karena, berkali-kali sudah saya sampaikan, kepala daerah DKI saat ini, Gubernur Annies Baswedan dan Wakilnya Sandiaga Uno terkenal dengan begal-begal anggaran. Anies dengan isu Franfurt Book Fair dan kekeliruan 23,3 Triliun, Sandiaga Uno dengan Panama Papers dan ikut Tax Amnesty. Jadi, ini pasangan sudah paham dan tidak akan malu lagi begal anggaran.
Sayangnya, jika sebelumnya Gubernur Anies bisa dipecat, kini dia bisa aman melenggang karena yang bisa memecatnya hanyalah DPRD. Dan DPRD yang sudah dapat jatah melimpah akan tenang-tenang saja. Bagaimana tidak, selama dipimpin Ahok, mereka ini kesulitan membegal anggaran. Lihat saja bagaimana Ketua DPRD begitu akrab dengan Anies-Sandi. Saya curiga, Ketua DPRD ini tidak tulus dukung Ahok di Pilkada Jakarta.
Sebuah akun di twitter mendapatkan banjir Retweet atau RT saat dia menampilkan foto Ahok dan menyebutkan bahwa bulan-bulan ini adalah bulan kangen Ahok. Kangen karena Ahok adalah orang yang teriak duluan saat ada anggaran yang ngaco. Tetapi sekarang malah Gubernur dan Wakil Gubernur bela anggaran yang ngaco.
Saya pikir rasa kangen kepada Ahok tidaklah usah menjadi sebuah fenomena atau fatamorgana yang tidak jelas juntrungannya. Rasa kangen Ahok harus disertai dengan rasa penyesalan mendalam dan instropeksi serta pertobatan untuk tidak lagi melakukan kesalahan yang sama. Kesalahan membiarkan Ahok kalah dan terpenjara.
Kesalahan itu tidaklah lagi boleh terulang, jangan sampai rasa kangen kita kepada Ahok terulang lagi pada saat Presiden Jokowi kalah dan kita hanya bisa mengenangnya sebagai mantan terindah. Bayangkan saja, kehilangan Ahok, 70an triliun dibegal, bagaimana kalau kehilangan Jokowi?? Ribuan triluan akan dibegal oleh para mafia dan maling anggaran.
Kalau di Jakarta daging bisa hilang dari anggaran KJP, maka kalau di Indonesia, sapi ribuan bisa hilang tanpa bekas. Ada anggarannya, ada pencanangan programnya, tetapi sapinya tidak ada. Uang tidak jelas sama siapa, tetapi program ada. Parahnya, ada laporan fiktif yang menyebutlkan sapi-sapi tersebut ada.
Kita boleh kangen kepada Ahok, tetapi tidak boleh kangen kepada Presiden Jokowi. Karena dia harus kita dua periodekan. Jangan sampai terjadi kesalahan untuk kedua kalinya. Lawan sudah siapkan senjata untuk menghancurkan Presiden Jokowi, sekarang kita rakyat harus membela dan melindunginya.
Caranya?? Mulai ramaikan media sosial dengan keberhasilan dan kebaikan Presiden Jokowi, serta harapan kita kepada Presiden Jokowi. Yang kedua klarifikasi hoaks di tempat-tempat kumpul kita dan pasar-pasar. Kalau ada yang tidak benar harus langsung kita sanggah jangan biarkan tersebar dengan liarnya.
Yang ketiga, tetaplah dukung, baca dan ajak yang lain membaca Indovoices (modus, hehehe). Supaya kita sama-sama memperjuangkan Presiden Jokowi. Jujur saja, penyesalan terbesar saya adalah tidak berusaha dan ikut berjuang mempertahankan Ahok. Kita bisa kalah, tetapi jangan sampai tidak berjuang semaksimal mungkin. Kalau kalah tetapi sudah berusaha itu namanya memang kita kalah, tetapi tanpa perjuangan itu namanya kita bodoh.
Jadi, masihkah ingin kangen-kengenan dengan Presiden Jokowi seperti dengan Ahok saat ini?? Saya harap tidak. Mari bersatu dan rapatkan suara dan barisan.
Salam Kangen Ahok.