Akhirnya Ombudsman mendapatkan serangan balik dari politisi pendukung Anies Baswedan terkait rekomendasi penutupan jalan Jatibaru di Tanah Abang. Bukan hanya dari politisi parpol pendukung, tetapi juga dari politisi yang mendukung Anies meski partainya mendukung Ahok-Djarot. Apalagi politisi yang dapat keuntungan dari kebijakan Anies.
Karena itu tidak heran ketika Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham “Lulung” Lunggana, yang dapat keuntungan dari penutupan Jatibaru Tanah Abang, akhirnya ikut bersuara membela Anies. Lulung pun menyindir Ombudsman yang dinilai masuk dalam ranah politik terkait penutupan jalan Jatibaru. Selain itu, Ombudsman juga tidak pernah mempermasalahkan penutupan jalan lain, seperti jalan di depan Kedutaan Besar Inggris.
“Sudah berkali-kali saya bilang Ombudsman itu jangan masuk ke ranah politis,” ujar Lulung di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (28/3/2018).
“Dia tidak pernah mengawasi yang namanye pembangunan reklamasi, tidak ada perdanya. Kedua, dia tidak pernah protes yang namanya depan Mabes Polri ditutup, dia enggak pernah protes kedutaan Amerika ditutup, istana kalau dia berani jago, dia enggak protes (jalan) Kedutaan Inggris ditutup,” ucap dia.
Sebenarnya Lulung juga menyindir soal reklamasi yang dinilai bahwa Ombudsman tidak mengurusi hal tersebut. Tetapi saya tidak akan menyinggung hal itu karena selalu saja reklamasi dibawa-bawa kalau ada yang menentang Anies. Padahal kalau masalah reklamasi sudah masuk ranah hukum melalui PTUN dan sebenarnya juga masalah reklamasi sudah merupakan desain dari jaman Soeharto.
Saya lebih tertarik dengan kebodohan Lulung yang menyamakan penutupan jalan Jatibaru di Tanah Abang dengan penutupan jalan di Kedubes Inggris dan Amerika Serikat serta Istana Merdeka. Mengapa saya sebut itu kebodohan?? Karena kepentingan penutupan tidak sama dan tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan.
Kalau jalan depan Kedubes dan Istana ditutup sesuai aturan yang berlaku, maka jalan Jatibaru tidak sesuai aturan. Toh jalan yang ditutup di Kedubes dan Istana itu fungsinya masih sama, yaitu sebagai jalan. Sedangkan di Jatibaru, jalan berubah fungsi jadi lapak PKL.
Hal ini sebenarnya sudah pernah dijelaskan oleh Ombudsman RI, bukan perwakilan seperti yang disindir oleh Anies. Tetapi tetap saja tidak terima penjelasan soal penutupan jalan di Kedubes dan Istana karena memang ingin supaya penutupan Tanah Abang tidak diganggu. Apalagi Lulung punya kepentingan disitu.
Kepentingan memang sering membuat orang cacat secara logika dan membandingkan sesuatu yang merupakan pelanggaran dengan yang tidak pelanggaran. Karena dengan begitu diharapkan bahwa yang melanggar ini disamakan dan diperbolehkan menjadi sama dengan yang tidak melanggar. Lihat saja bagaimana keberadaan PKL disamakan dengan pedagang yang tidak melanggar hanya karena kesamaan kebutuhan.
Beginilah logika yang dibangun oleh Anies dan kubunya untuk menunjukkan bahwa pelanggaran bisa dilakukan asal ada kepentingan dan kebutuhan. Padahal peran negara tetap seharusnya mengatur supaya kepentingan dan kebutuhan tidak membuat kepentingan dan kebutuhan yang lain saling berbenturan. Sayangnya, kini semua itu malah dibenturkan demi keberpihakan.
Semoga Lulung ke depan bisa lebih baik lagi mengkritik balik pihak yang menyerang Anies. Jangan seperti USB yang disamakan dengan UPS. Itu benar-benar sudah cacat logika.
Salam Cacat Logika.