Menyedihkan memang apa yang saat ini terjadi di Jakarta. Pemimpin yang dipilih karena agamanya malah gagal menunjukkan akhlak yang adalah cerminan sebuah bukti seseorang beragama. Malah kalau mau saya katakan, pemimpin yang dipilih karena agama adalah sebuah produk gagal dalam demokrasi.
Saya jadi paham, mengapa Ahok begitu gencarnya mempermasalahkan persoalan ini sampai dibuatnya dalam sebuah buku. Karena memang berdampak sangat buruk bagi pengelolaan dan perkembangan sebuah kota dan negara kalau seseorang dipilih karena agamanya. Apalagi agaman tersebut malah hanya menghasilkan esklusivitas semata.
Dan di Jakarta ini sedang terjadi. Seseorang yang dipilih karena agamanya malah lagi-lagi tidak menunjukkan akhlak yang baik. Bayangkan saja, saat ada kesalahan, bukannya instropekasi dan meminta maaf, malah yang dilakukan adalah menyalahkan orang lain. Dan ini dilakukan oleh Gubernur Jakarta Anies Baswedan terkait kenaikan dana parpol 10 kali lipat.
Gubernur Anies yang sepertinya malu karena ketahuan menaikkan dana parpol 10 kali lipat melebihi ketentuan PP menegenai kenaikan dana bantuan parpol menyalahkan Djarot Saiful Hidayat. Gubernur Anies berkilah bahwa mereka hanya mengikuti Perda yang ditandatangani oleh Djarot. Apa Perda itu?? Ternyata yang dimaksud adalah Perda APBD-P.
Gubernur Anies tidak bisa serta merta mengikuti Perda APBD-P yang dilakukan oleh Djarot. Dalam pembuatan APBD di jamannya, dia harus mampu melihat sendiri semua pengeluaran sesuai dengan peraturan. Kalau hanya bilang ikutin sebelumnya, mengapa masalah tidak ada hibah yang sebelumnya tidak dilakukan?? Malah membuat banyak hibah bahkan kepada Himpaudi yang sebelumnya tidak ada.
Kalau salah dan keliru tinggal diperbaiki saja. Dan hal ini membuat kita jadi menyadari bahwa APBD yang dibuat tidak dikoreksi dengan benar. Bayangkan saja asal copas begitu tanpa melihat lagi apakah sesuai dengan peraturan atau tidak. Sedangkan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi warga tidak mau copas dari Ahok, malah diubah tidak karuan dan menyebabkan rakyat kesulitan dapatkan haknya.
Hal ini secara kasat mata menunjukkan kepada kita bagaimana kualitas seorang Anies. Orang yang suka menyalahkan orang lain dan tidak pernah meminta maaf. Bahkan dalam penanganan banjir pun tidak ada meminta maaf dan hanya menyalahkan bawahannya saja.
Syukurnya Gubernur Anies tidak ikut menyalahkan Presiden Jokowi yang belum menandatangani PPnya. Kalau sempat itu juga dilakukan, ini namanya karakter level bawah tanah. Sangat-sangat rendah kalau sampai melakukan hal tersebut.
Jadi, kepada Gubrnur Anies, harusnya semua dikroscek dengan benar dulu sebelum memutuskan sesuatu. Apakah kejadian kekeliruan 23,3 triliun dan kejadian Frankfurt Book Fair tidak dijadikan sebuah pembelajaran?? Ada dana sebesar itu dan tahu-tahunya adalah sebuah kekeliruan?? Apalagi dana Franfurt Book Fair yang besar tersebut.
Jangan gara-gara anda yang memutuskan, malah orang lain yang disalahkan. Cek dan ricek sebelumnya. Kalau sudah begini, maka apapun yang anda katakan, maka tidak akan membuat anda menjadi benar, apalagi memakai dasar Perda APBD-P. Lah itu sudah jelas Perda yang sifatnya temporer dan tidak berjangka panjang. Harusnya tetap melihat PP.
Itulah kalau memilih orang yang rekam jejak anggarannya buruk, maka apa yang akan dilakukannya ke depan tidak akan pernah berubah. Mengapa?? Karena memang orang model Gubernur Anies ini sudah susah lagi untuk berubah. Karakternya sudah seperti saat menjadi Mendikbud bahkan jauh saat dia rebut-rebutan Rektor Paramadina dengan cara tidak sehat.
Jadi, dari pengalaman ini