Ada-ada saja kelakuan Ketua DPR, Setya Novanto, yang kini menjadi tersangka kasus E-KTP. Novanto yang rencana akan diperiksa KPK hari ini, Senin (11/9/2017), tidak datang dengan alasan sakit. Alasan sakit bukan pertama kali dijadikan alasan Novanto tidak memenuhi panggilan KPK tersebut.
Novanto memang unik. Dia sangat licin dan mampu lepas dari setiap jeratan hukum. Bayangkan saja namanya bisa hilang dari vonis hakim dalam sidang E-KTP. Semua terheran-heran dan mungkin hanya Novanto dan orang-orang tertentu yang tidak. Tetapi kejadian itu tidak membuat KPK melemah tetapi tetap akan melanjutkan kasus Novanto.
Karena itu, Novanto terpaksa mengulur-ulur waktu dengan berlagak sakit-sakitan. Mengapa saya katakan berlagak?? Karena Novanto selalu saja tampil sehat dan fit kalau bukan berhubungan dengan pemeriksaan KPK. Apakah kalau tidak diperiksa Novanto akan tetap sakit-sakitan?? Saya meragukannya.
Itulah mengapa ketika Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengantar surat pernyataan sakit Ketua DPR Setya Novanto ke Komisi Pemberantasan Korupsi, saya hanya senyam senyum tanda curiga. Kalau memang sakitnya serius, maka saya anjurkan Novanto istirahat total saja. Jangan dipaksa terus beraktivitas.
Kalau memang benar sakit parah vertigonya, maka Novanto tidak ada pilihan lain selain mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR. Bahkan kalau bisa mundur saja juga jadi anggota DPR. Kalau jadi Ketua Umum Golkar tidak jadi persoalan kalau masih mau menjabat. Toh, ada Ketua Harian yang bisa tangani. Tetapi kalau jadi Ketua DPR dan anggota DPR, saya pikir lebih baik yang masih produktif.
Malu sekali rasanya kalau kita lihat begitu menyedihkannya kondisi Ketua DPR yang sakit-sakitan. Ataukah ini adalah sebuah gambaran memang DPR juga kondisinya sedang sakit-sakitan?? Bukannya berfungsi menyelamatkan dan memajukan negeri, tetapi malah menjadi pesakitan dengan mereproduksi rutin para koruptor pencuri uang pembangunan.
Dalam kasus E-KTP saja kita bisa lihat betapa banyaknya para anggota dewan yang menerima uang fee dari proyek tersebut. Efeknya sangat merugikan karena membuat banyak orang bukan lagi ber-KTP plastik tetapi cuman ber-KTP kertas fotokopian. Miris sekali rasanya.
Karena itu, Demi kelancaran semua kegiatan. Novanto mundur saja dari Ketua DPR dan anggota DPR. Biar duit rakyat itu lebih berguna dan bermanfaat menggaji orang-orang yang produktif dan bukan tersangka korupsi KPK. Dengan begitu, alasan sakit pun bisa diterima kalau berhalangan penuhi panggilan KPK.
Mungkinkah Novanto mau?? Saya sangat meragukannya. Bangsa ini malu sekali. Ketua DPR sakit-sakitan dan kumatnya hanya saat dipanggil KPK. Modus mengelaknya tampak sekali. Coba saja nanti lihat bagaimana Novanto akan tampil dalam acara kenegaraan.
Sebagai Ketua DPR, Novanto harusnya memberikan teladan kepada publik bagaimana dirinya menghargai hukum. Jangan berpikir kalau acara kenegaraan lebih penting daripada hukum. Hukum harus dihormati supaya tidak ada kesan bahwa hukum ini tumpul saat ke atas.
Semoga saja, ke depan, Novanto tidak lagi menjadikan sakit sebagai alasannya. Dengan jantan menghadapi semua tuduhan yang dilayangkan KPK yang tidak kenal namanya SP3.
Salam modus.