Ketika menipu sudah jadi kebiasaan, maka benar salahnya tidak lagi terlalu dipedulikan. Bahkan menipu sudah menjadi sebuah hal yang dibenarkan dalam dirinya. Sama seperti ilmu Hitler, kebohongan dan fitnah bisa jadi sebuah kebenaran jika terus dinyatakan sebagai kebenaran. Dan itulah juga yang terjadi kepada Ahok saat dia dituduh melakukan penistaan agama.
Padahal kalau mau jujur, vonis yang diberikan kepada Ahok lebih karena banyaknya orang yang berdemo dan memberikan tekanan kepada hakim daripada kebenaran itu sendiri. Kebenaran karena tekanan dan sikap anarkis tidak akan pernah jadi kebenaran. Sama seperti orang mengancam seseorang mau menikah dengan dirinya melalui ancaman akan bunuh diri. Orang tersebut tidak akan pernah dapatkan cinta tersebut.
Dan hal ini sepertinya sudah menjadi kebiasaan atau mungkin saja sudah menjadi karakter dalam diri Gubernur Jakarta Anies Baswedan. Merangkai dan mempermainkan kata-kata dengan sangat lihainya membuat Gubernur Anies menjadi sosok yang pakar dalam mmebuai dan membual. Dalam kampanyenya, Gubernur Anies berhasil membuai warga Jakarta untuk menang di Pilkada jakarta.
Benar tidaknya, realistis tatau tidaknya tidak menjadi fokus utama. Yang terpenting adalah bagaimana bisa memenangkan Pilkada Jakarta. Dan akhirnya memang mereka berhasil menang dengan cara tipu-tipu. Tipuan itu pun semakin terang benderang saat mereka akhirnya memimpin Jakarta. Rumah DP 0 yang gambar promonya rumah tapak, tetapi raelisasinya malah rumah susun dan lapis.
Kehebatan Gubernur Anies ini menurut saya sejak awal membuat dirinya lebih pantas menjdi seorang motivator. Karena kalau menjadi seorang pemegang kebijakan, buaian kata-kata tidaklah dibutuhkan. Yang dibutuhkan adalah kemampuan mengelola masalah perkotaan dengan baik.
Dan hal itu dibuktikan Gubernur Anies saat dia berbicara dengan salah seorang warga yang rumahnya mempersempit aliran Kali Pulo di Jatipadang, Jakarta Selatan. Gubernur Anies berhasil membujuk warga tersebut untuk merelakan rumahnya. Karena rumah tersebut mempersempit aliran sungai Kali Pulo.
Warga tersebut dijanjikan oleh Gubernur Anies bahwa rumahnya akan digeser. Dan dengan kata-kata mutiara penuh buaian dan rayuan kelapa, Gubernur Anies pun meyakinkan warga tersebut untuk merelakan rumahnya digeser. Berikut pernyataan Gubernur Anies dengan kata-kata mutiranya.
“Bu nanti saya meminta ini digeser supaya airnya tidak terhambat ya,” kata Anies kepada Eva.
“Ibu jadi orang yang memberi manfaat, jangan memberi masalah. Kalau rumahnya Ibu itu menahan air, Ibu dan rumah itu memberi masalah di tempat ini. Nah sebaik-baiknya orang itu yang memberi manfaat,” jelas Anies kepada Eva.
“Jadi Ibu hitung seberapa manfaatnya, pemerintah pasti akan menunaikan kewajiban keuangan sesuai dengan ketentuan yang ada. Pemerintah pasti begitu, tapi Ibu jangan lihat uangnya, lihat manfaatnya, tega nggak Ibu lihat tetangga-tetangganya yang pada basah kebanjiran karena rumahnya Ibu. Sama tetangganya aja kok, bukan sama orang lain,” ucap Anies kepada Eva lagi.
Hahahaha.. Asli saya tertawa ngakak membaca kata-kata mutiara Gubernur Anies ini. Seperti sedang mengajarkan pelajaran PPKN kepada si Ibu. Tetapi canggihnya, kata-kata mutiara Gubernur Anies berhasil. Tidaklah kita terkejut, lah 58 persen warga Jakarta saja bisa dia yakinkan hanya dengan kampanye kata-kata. Realisasi?? Masih sangat minim.
Tetapi jujur saja, menurut saya apa yang dilakukan Gubernur Anies ini hanyalah akal-akalan saja. Menggunakan kata geser mengganti kata memindahkan atau relokasi itu sebenarnya adalah kemampuan mengakali seseorang. Sama seperti gimmick yang dilakukannya saat kampanye dengan rumah DP 0 yang pada akhirnya juga adalah konsep rumah susun Ahok.
Padahal, kalau mau jujur pemahaman geser itu tidak tepat dipakai untuk memindahkan atau merelokasi sebuah rumah. Geser itu dalam logika normal dan warasnya tidak menghancurkan rumah tersebut. Jadi cukup digeser tanpa menghancurkan rumah tersebut. Dan faktanya, menggesr yang dimaksudkan Gubernur Anies yah menghancurkan itu.
Tetapi yah begitulah orang yang suka main tipu-tipu dan akal-akalan dengan mempermainkan kata-kata. Semua hal bisa diakali asal dikatain santun dan lebih manusiawi. Padahal cara-cara begitu adalah cara yang tidak benar dan bahkan membodohi orang lain.
Selamat kepada Gubernur Anies, ANda sekali lagi berhasil menipu dan mengakali seorang warga.
Salam Tipu-tipu.