Memang benar kata orang bijak. Kalau orang tidak dilihat dari ucapannya tetapi dari tingkah laku dan karyanya. Bagaimana orang itu dinilai, ya dari perbuatannya. Itulah mengapa, orang bisa begitu sangat menghargai seseorang dan ada juga yang begitu tidak menghargai seseorang. Tetapi sayangnya, masih banyak juga orang yang tertipu dengan perkataan manies tanpa makna.
Hal inilah yang terjadi dalam Pilkada Jakarta yang kini akan mulai dirasakan dampak pahitnya kata-kata manis tanpa tindakan nyata. Bagi mereka yang sudah tahu siapa Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, tahu benar bahwa mereka tidak akan mendapatkan hasil yang membanggakan. Tetapi bagi mereka yang tidak tahu siapa Gubernur Anies pada akhirnya mengalami pahitnya kena tipu.
Nah, di hari pertama, kita bisa melihat bagaimana Gubernur Anies pada akhirnya membuktikan siapa dia sebenarnya. Dia menunjukkan dengan alamiah kebenaran prediksi yang saya dan beberapa orang juga telah menganalisanya. Gubernur Anies bukanlah seorang pemimpin berkerja, tetapi pemimpin yang bicara dan tahunya semua selesai.
Model kepemimpinan seperti Gubernur Anies ini memang pada akhirnya akan menghasilkan birokrasi ABS, asal bapak senang. Akan bagus kalau Gubernur ada, dan akan hancur kalau Gubernur tidak ada. Mengapa?? Karena fungsi kontrol tidak akan dilakukan. Salah satu bukti akan hilangnya fungsi kontrol adalah hilangnya tradisi pengaduan warga di Balai Kota.
Tradisi masyarakat mengadu adalah menjadi salah satu instrumen dimana warga bisa berjumpa dengan pemimpinnya setiap hari kerja. Pada waktu-waktu yang sudah ditetapkan tersebut, warga bisa langsung bertemu Ahok yang saat itu menjabat menjadi Gubernur Jakarta dan akhirnya menyelesaikan masalahnya lebih cepat.
Melalui instrumen ini juga, Ahok jadi tahu sudah bagaimana kinerja para bawahannya di level kecamatan dan juga kelurahan. Tentu akan menjadi sebuah kontrol dan pengevaluasian yang baik. Sayangnya tradisi ini sepertinya akan ditinggalkan. Padahal, Ahok sudah pernah menunjukkan kepada Anies betapa pentingnya membuka layanan aduan warga tersebut.
Tetapi namanya Anies, dia malah menginginkan hal yang lebih maju, menurut dia, dengan melibatkan aparatur pemerintahan di kelurahan dan kecamatan sehingga warga tidak perlu datang ke ke kantor Gubernur. Padahal, kalaulah berfungsi pengaduan di kelurahan dan kecamatan untuk apa juga warga jauh-jauh ke balai kota. Emangnya menghidupkan pengaduan itu semudah mencolok dan menghidupkan kipas angin??
Anies yang memang gaya kepemimpinannya hanyalah kepemimpinan kiasan dan polesan memang tidak bisa memahami gaya kepemimpinan transformatif semodel Ahok dan Jokowi. Gaya kepemimpinan Anies memang setipe dengan gaya kepemimpinan SBY yang mengedepankan pencitraan bukan hasil kerja.
Itulah mengapa pada hari pertamanya, Anies yang katanya tidak suka blusukan, malah melakukan blusukan. Dan karena memang tidak suka dengan blusukan, maka saya ganti saja dengan istilah jalan-jalan. Anies memang di hari pertama memilih jalan-jalan daripada menerima pengaduan wrga di Balai Kota. Entah karena sudah tahu bagaimana tipe kepemimpinan Anies, warga memang sepi yang datang.
Lalu kemana Gubernur Anies?? Gubernur Anies dan Wakilnya ternyata pergi jalan-jalan keliling Jakarta. Mulai dari naik TransJ sampai juga naik sepeda motor. Dan terakhir bisa kita lihat dari akun twitter dan IGnya melihat underpass Mampang. Semua dilakukan di hari pertama tanpa menemui warga yang katanya menjadi fokus utama pembangunan.
Semoga saja warga Jakarta bisa bertahan 5 tahun ini dipimpin oleh Gubernur pencitraan. 10 tahun dipimpin oleh Presiden Pencitraan saja rasanya sudah sangat eneg, apalagi ditambah 5 tahun lagi Gubernur pencitraan. Syukurnya kita masih punya harapan memiliki Presiden pekerja 7 tahun lagi kalau menang di Pilpres 2019. Dan kita juga punya harapan punya Menteri pekerja bernama Ahok kalau Presiden Jokowi jadi Presiden dua periode.
Hari pertama saja rasanya sudah eneg, bagaimana lagi merasakan 5 tahun?? Itulah mengapa saya terus meminta kita bergerak dan mulai berdiskusi menyampaikan tidak enaknya memiliki pemimpin seperti Gubernur Anies dimulai dari hari pertamanya. Supaya akar rumput paham, bahwa pemimpin pencitraan itu model Anies, bukan Jokowi.
Hal ini menjadi penting, karena ada sebuah gerakan massif sekarang yang melabeli pembangunan yang dilakukan Presiden Jokowi adalah sebuah pencitraan. Dan ini sudah dilakukan berkali-kali. Bahayanya, sudah mulai ada yang menjadi buzzer dan penyebar isu ini. Karena itu, mulailah bergerak dan hadirilah pengajian-pengajian, rapat2 RT dan RW serta di kelurahan.
Karena mereka sudah mulai bergerak dan kita juga harus bergerak. Dan ini harus dilakukan bukan hanya di Jakarta tetapi juga daerah lain.
Salam Hari Pertama.