Indovoices.com – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tiada henti memberikan stimulus hingga pelosok negeri untuk mendorong pertumbuhan di setiap wilayah Indonesia. Melalui program Dana Desa dengan dasar hukum UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang dimulai sejak tahun 2015 menjadi momentum yang mendorong pembangunan di wilayah perdesaan. Mengandalkan program Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) dan Dana Desa yang menggabungkan pemerintah, perbankan dan dunia usaha mampu mendorong pertumbuhan di wilayah perdesaan. Undang-Undang (UU) Desa telah menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa diberikan kewenangan dan sumber dana yang memadai agar dapat mengelola potensi yang dimilikinya guna meningkatkan ekonomi dan kesejahtaraan masyarakat.Setiap tahun pemerintah pusat (pempus) telah menganggarkan Dana Desa yang cukup besar untuk diberikan kepada desa. Pada tahun 2015, Dana Desa dianggarkan sebesar Rp20,7 triliun, dengan rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi sebesar Rp280 juta. Pada tahun 2016, Dana Desa meningkat menjadi Rp46,98 triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp628 juta dan di tahun 2017 kembali meningkat menjadi Rp 60 triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp800 juta. Ternyata program tersebut memberikan impact yang cukup signifikan khususnya bagi desa yang tertinggal.
Tak mau ketinggalan, kini kelurahan pun akan mendapatkan kucuran dana untuk mendorong pembangunan di kelurahan. Program baru tersebut dikeluarkan pemerintah karena banyaknya keluhan dari masyarakat terkait kurangnya anggaran di tingkat kelurahan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengusulkan alokasi dana Rp3 triliun untuk Dana Kelurahan dalam postur Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019. Nilai tersebut merupakan komposisi dari Dana Desa yang semula Rp73 triliun menjadi Rp70 triliun.
Lantas Apa Perbedaan Dana Desa dengan Dana Kelurahan?
Perbedaan yang paling signifikan ialah Dana Desa memiliki pos tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sedangkan Dana Kelurahan akan dianggarkan dalam pos Dana Alokasi Umum (DAU) sehingga akan masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain itu Dana Desa merupakan alokasi dari APBN dalam belanja transfer ke daerah/desa, sementara Dana Kelurahan akan menjadi bagian alokasi dari APBD yang dikelola oleh pemerintah daerah. Untuk Dana Kelurahan ini, kelurahanlah yang diberikan kewenangan dan sumber dana untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Aturan lebih rinci mengenai anggaran khusus bagi kelurahan juga tercantum di Pasal 30 ayat (7) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan. Dinyatakan bahwa anggaran kelurahan di kawasan kota yang tidak memiliki desa minimal 5 persen dari APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK). Bagi daerah yang memiliki desa, anggaran kelurahan harus diberikan minimal sebesar Dana Desa terendah yang diterima oleh desa di kabupaten atau kota tersebut. Dana Kelurahan bersifat tambahan, karena selama ini anggaran untuk kelurahan sudah ada melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Dana Kelurahan kemudian diadakan dalam APBN 2019 untuk menjaga harmoni karena ada suatu kabupaten yang di dalamnya ada desa dan kelurahan.
Political Budget Cycles (PBC)
Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif) kepada pemberi wewenang (legislatif) yang juga digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan. Pada sektor publik, anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekadar masalah teknis melainkan lebih merupakan alat politik (political tool). Karena pada dasarnya anggaran tidak hanya disusun berdasarkan ketentuan-ketentuan teknis ataupun melalui hitungan hitungan ekonomi semata tetapi lebih dari itu dokumen penganggaran disusun berdasarkan sebuah kesepakatan dan merupakan sebuah terjemahan dari visi dan misi kepala daerah terpilih.
Kepala pemerintahan sebagai policy maker memiliki kewenangan yang sangat luas yang memungkinkannya untuk melewati tataran kebijaksanaan saja. Sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan, untuk memuluskan tujuan politiknya, seorang kepala daerah. Keterlibatan kepala daerah dalam pelaksanaan anggaran biasanya menguat menjelang pemilu.
Peluncuran Dana Kelurahan Beraroma Political Budget Cycles (PBC)
Sudah sering dilakukan petahana menggunakan kebijakan ekonomi sebelum pemilu digelar untuk mempengaruhi hasil pemilu, suatu praktek yang disebut “ekonomi tahun pemilihan” (election-year economics). Kebijakan fiskal, termasuk belanja dan cash transfer dipandang sebagi alat penting. Kajian-kajian yang dilakukan di berbagai negara, terutama negara demokrasi baru (transisi/konsolidasi) menunjukkan adanya gejala seperti ini, dimana fasilitas publik akan meningkat seiring mendekati tahun pemilu.
Ketika politisi memiliki preferensi yang berbeda terhadap jenis-jenis pengeluaran yang ada, maka pemilih akan lebih tertarik kepada politisi dengan preferensi fiskal yang dekat dengan mereka. Sebagai akibatnya, seorang petahana akan menggunakan pengeluaran, transfer, atau pemotongan pajak terhadap kelompok tertentu yang perilaku memilihnya nampak cocok dengan kebijakan fiskal yang dilakukan. Jika kebijakan semacam ini dilakukan dengan mengurangi pengeluaran atau menaikkan pajak pada kelompok yang memiliki preferensi politik yang tidak sensitif terhadap hasil kebijakan fiskal tersebut, maka sulit untuk diketahui adanya efek elektoral terhadap pengeluaran keseluruhan atau defisit yang ada, meskipun fakta akan adanya manipulasi anggaran untuk keperluan elektoral terjadi, tidak ada analisis yang terintegrasi dilakukan untuk mengkaji hal ini.
Peluncuran Dana Kelurahan menjelang tahun pemilihan memunculkan argumen Political Budget Cycles sedang dijalankan oleh petahana. Hal ini secara sistematis akan meningkatan fasilitas publik di wilayah kelurahan. Sebagai contoh, seorang pemilih bisa melihat bahwa belanja pemerintah tertentu (misalnya pelebaran jalan raya) telah menguntungkan masyarakat. Tentu hal tersebut akan menarik minat pemilih untuk kembali memilih petahana di pemilu berikutnya.
Teori Political Budget Cycles memunculkan spekulasi bahwa program Dana Kelurahan merupakan modus pemerintah untuk menarik dukungan kelompok-kelompok masyarakat. Peluang petahana memanfaatkan dana transfer memberikan angin segar bagi setiap pimpinan daerah untuk menyukseskan program kerja sesuai janji politik saat kampanye. Penanganan Dana Kelurahan yang langsung berada di tangan kepala daerah menjadikan dana tersebut rawan digunakan untuk kepentingan politik para petahana.
Baik untuk Percepatan Ekonomi
Terlepas dari kepentingan politik, bentuk cash transfer ini sangat baik untuk meningkatkan perekonomian kota, khususnya wilayah perkotaan miskin. Mampu mendorong pembangunan di perkotaan, khususnya untuk penanggulangan kemiskinan. Kelurahan di perkotaan akan mendapatkan dana segar yang dapat dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas di kelurahan.
Pengawasan dana kelurahan yang rencananya akan dianggarkan tahun 2019 harus ketat, sehingga implementasinya akan tepat sasaran. Titik lemah pengawasan terletak pada kepala daerah yang mengangkat inspektorat daerah atau auditor secara langsung. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang salah satunya memiliki tugas melaksanakan audit intern terhadap pemerintah daerah harus berfungsi secara maksimal.
Masyarakat tentu mendukung usulan Menteri Keuangan dan berharap tidak ada penyimpangan kekuasaan yang dilakukan oknum terhadap alokasi dana tersebut. Sebagai pengguna fasilitas publik, juga diharapkan peduli dengan perkembangan kelurahan termasuk merawat fasilitas yang sudah disiapkan serta berperan aktif melaporkan bentuk pelanggaran kepada unit pengawas dan aparat penegak hukum apabila menemukan penyimpangan oleh oknum terkait.
Oleh Janwaldi Silalahi, mahasiswa PKN STAN