Beberapa orang memberikan saya sebuah tulisan mengenai manuver Wakil Presiden JK yang berkeinginan melakukan Munaslub terkait status Setya Novanto yang kembali menjadi tersangka. Tetapi ada satu missing link penting yang harus dipahami dari manuver Wapres JK ini. Missing link, atau dalam bahasa ibu kita sambungan yang hilang, itu adalah hilangnya Novanto.
Wapres JK berbicara dalam konteks bahwa saat itu, Novanto hilang dan kondisinya buron. Berikut saya kutip pernyataannya di media tanpa menambah dan menguranginya..
“Harus ada yang pimpin Golkar. Harus segera. Kalau tidak, masa kapten menghilang tidak diganti kaptennya? Masa menghilang. Harus ada pemimpin baru yang muncul,” tegas Ketum Golkar periode 2004-2009 itu.
“Harus tetap solid, tapi pimpinan harus tetap taat pada hukum. Dan baru dapat dipercaya oleh masyarakat. Kalau lari-lari gini mana bisa dipercaya oleh masyarakat?” tukas JK.
Dan hebatnya tidak perlu berhari-hari, Novanto langsung muncul via telepon dan berencana menuju ke KPK. Lalu terjadilah kecelakaan tunggal dan Novanto akhirnya dirawat di RSCM setelah dirawat pertama kali di RS Medika, Permata Hijau. Kemunculan Novanto tentu membuat syarat utama hilangnya Ketua Umum Golkar menjadi tidak ada lagi. Dan JK terjebak menyuarakan munaslub.
Hal ini tentu saja membuat proses munaslub harus melalui proses yang sesuai dengan AD/ART partai, yaitu 2/3 suara DPD untuk memakzulkan Setya Novanto dari singgasana kursi ketua umum. Apakah itu mungkin?? Berdasarkan pemberitaan, DPD memang sedang terpecah dua, ada yang menginginkan Novanto tetap dan ada yang tidak.
Berdasarkan hasil pertemuan di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Kamis (16/11) malam, ada 28 pengurus DPD yang diklaim oleh kubu Novanto hadir dan solid menginginkan Novanto tetap menjadi Ketua Umum. Sedangkan sisa lainnya ada keperluan lain. Tetapi dalam versi yang berbeda, ada beberapa DPD yang berencana membuat pertemuan tanpa adanya DPP.
Hal ini tidak dibantah oleh Dedi Mulyadi yang adalah Ketua DPD Jawa Barat. Mereka memang berencana akan mengadakan pertemuan tersendiri. Kapan itu?? Dedi hanya menyampaikan bahwa mereka akan menyampaikan konfrensi pers bersama. Dan tahukah dimana Dedi sekarang berada?? Ya, dia sedang mengikuti acara KAHMI di Medan.
Pentolan KAHMI di Golkar, Akbar Tandjung dan Wapres JK, memang punya kepentingan untuk disegerakannya munaslub. Apalagi, HMI punya sejarah panjang di Golkar saat Akbar dan JK menjadi Ketua Umum. Dan mereka sudah pernah mencoba merebut Ketua Umum Golkar melalui Ade Komaruddin tetapi berhasil dikalahkan oleh Novanto.
Untuk KAHMI, Presiden Jokowi sudah sangat tepat melakukan kebijakan menjadikan Prof. Lafran Pane, pendiri HMI, sebagai Pahlawan Nasional. Hal ini bisa jadi sebuah bargaining politik Presiden Jokowi dihadapan HMI, karena dialah Presiden yang membuat pendiri HMI akhirnya menjadi seorang Pahlawan Nasional. Dan dalam pidatonya pun Presiden Jokowi dengan cerdik mengangkat isu Timur Tengah.
Presiden Jokowi sadar kalau berharap ke HMI secara penuh dirinya tidak akan bisa. Karena dia bukanlah kader HMI, dan HMI sejak dulu menginginkan kadernya jadi Presiden. Pahlawan Nasional itu bukan apa-apa dibandingkan kadernya menjadi Presiden. Dan kegagalan JK menjadi Presiden dan mentok di Wapres, membuat HMI menyiapkan kader terbaiknya untuk jadi capres, siapa lagi kalau bukan Anies Baswedan.
Mempersiapkan Anies sudah dilakukan sejak lama, saat dia menjadi rektor di Paramadina, dan semua gerakan yang dilakukannya. Kesolidan HMI untuk Anies ini tidak perlu disangsikan lagi. Semua jalan yang bisa dibuka oleh kader HMI akan diberikan untuk menaikkan Anies sebagai seorang Presiden. Tentu dibawah komando JK yang mementori Anies.
Karena itulah, Presiden Jokowi memilih jalan lain yang lebih kuat untuk mengamankan dukungan Golkar kepadanya di Pilpres 2019. Dukungan Golkar ini menjadi penting bagi Presiden Jokowi saat ini karena PDIP hingga saat ini tidak juga memberikan deklarasi resmi dukungan untuk capres 2019. PDIP sepertinya masih kesal kepada Presiden Jokowi terkait manuver KPK yang memberangus kader-kadernya di daerah.
Padahal kalau mau jujur, Presiden Jokowi sebenarnya juga tidak mau hal tersebut terjadi, tetapi karena begitu banyak penyusup di KPK, maka akhirnya semua tidak terkontrol seperti ini. Apalagi Presiden Jokowi memang bukan tipe seperti SBY yang dengan sangat cerdik mengamankan kader partai pendukung dari tembakan KPK.
Lalu siapa yang dipegang oleh Presiden Jokowi?? Ya, Presiden Jokowi merapat ke Pemuda Pancasila dimana disana ada Yorrys Raweyai yang juga didukung oleh Gerakan Muda Partai Golkar. Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila sendiri sudah melakukan rakernas dan akan menentukan arah politik mereka. Sayangnya, sampai saat ini saya cari rilis persnya tidak ada.
Merapatnya Presiden Jokowi ke Pemuda Pancasila jelas membuat Presiden Jokowi mendapatkan dua keuntungan. Satu dapat dukungan Yorrys dan satu lagi akan dengan mudah mematahkan isu PKI yang akan menjadi salah satu isu yang akan dipakai untuk menyerangnya. Dukungan Pemuda Pancasila kepada Presiden Jokowi otomatis akan mementhkan isu PKI.
Apakah dengan begini dukungan Golkar akan bisa diamankan?? Saya pikir semua kembali nantinya melihat bagaimana manuver kader HMI di Golkar dan yang bukan HMI. Yang pertama harus dilakukan tentu saja desakan untuk diadakannya munslub dengan syarat 2/3 DPD dari 34 DPD yang ada. Itu artinya butuh suara 23 DPD. Mampukah Golkar kubu JK dan Akbar Tandjung??
Terus terang, ini semua kembali kepada kekuatan dana masing-masing kubu. Kalau kubu Novanto didukung Aburizal Bakrie sepakat mempertahankan Novanto, maka Novanto akan selamat. Kalau untuk Pak Abu, sepertinya Presiden Jokowi sudah pegang ekornya jadi tidak akan bisa macam-macam.
Jadi, sebenarnya semua manuver JK dan Akbar Tandjung masihlah panjang, Tetapi menghilangnya Novanto semakin memperlihatkan hidung JK sebenarnya. JK yang masih menginginkan menjadi Presiden, tetapi kali ini diwariskannya kepada Anies Baswedan. Apakah JK berhasil merebut Golkar dari Presiden Jokowi?? Sepertinya akan sulit. Kecuali satu hal, Cendana mendukung.
Mengenai Cendana mendukung tipis harapannya. Cendana hanya akan masuk kalau berkaitan dengan bisnis mereka terganggu. Apalagi mereka sekarang pasti lebih sibuk urus Partai Berkarya. Kalau Golkar kisruh, mereka malah senang karena menerima politisi buangan dari Golkar.
Kalau dalam analisis saya sih, Golkar sepertinya akan aman untuk terus dukung Presiden Jokowi. Yorrys sendiri sudah menjamin akan hal itu. Tetapi namanya politik semua bisa berubah dalam hitungan detik. Dan kuncinya tetap bagaimana orang Golkar Presiden Jokowi, LBP, bisa menjaga semua manuver tersebut.
Kalau pun terjadi munaslub, maka sudah bisa dipastikan Ade Komaruddin akan dimajukan kubu HMI di Golkar. Siapa lawannya?? Tunggu ulasan berikutnya kalau memang munaslub benar-benar terjadi.
Salam IV.