Kebusukkan dan niat jahat tidak akan selamanya bisa disembunyikan. Mau dipakai parfum dengan wangi paling kuat, tetap saja akan tercium. Mau ditutupi sampai kapan pun kalau The Invicible Hands bertindak, semua akan terkuak juga. Itulah mengapa saat orang-orang tertinda dan teraniaya, para penindas dan penganiaya tidak tenang hidupnya.
Mereka-mereka ini hidupnya selalu saja khawatir karena ada sebuah kejahatan dan kesalahan yang disimpannya. Apalagi kalau melihat model KPK sekarang yang sangat bebas dan tidak bisa dikendalikan bahkan meski sudah membuat pansus hak angket KPK. Partai pengusung pun kepanasan karena seharusnya mereka tidak dijadikan sasaran tembak tetapi KPK tidak menggubris.
Tidak heran akhirnya kalau DPR menggaet BPK sebagai mitra koalisi mereka untuk menggerus KPK. Entah ada apa dibalik keakraban ini, tetapi jelas sekali BPK terlihat akrab dan mesra dengan pansus hak angket KPK. Tetapi mungkin saja bukan institusi BPK secara keseluruhan, tetapi dalam sebuah kasus, BPK sepertinya membutuhkan DPR untuk menekan KPK.
Apa kasus itu? Ya, kasus yang menjerat auditor BPK dalam sebuah kasus operasi tangkap tangan (OTT) terkait pemberian predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) BPK terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT. Kasus ini ternyata sampai membuat seorang Wakil Ketua DPR Independen, Fahri Hamzah turun tangan dan mengunjungi salah satau auditor yang terkena OTT.
Auditor BPK tersebut adalah Rochmadi yang setelah dikunjungi Fari tersebut mencabut BAP-nya dan mengaku tidak menerima duit Rp 200 juta terkait opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Padahal sebelum dikunjungi Fahri, Rochmadi mengaku menerima uang tersebut. Rochmadi sama akhirnya seperti Miryam yang mengubah BAPnya juga. Apakah ada intervensi?? Kemungkinan besar iya. Apalagi Masinton waktu itu juga ikut dengan Fahri.
Menariknya, dalam kasus ini nama Fahri juga tersebut dalam kesaksian Pimpinan BPK Prof Eddy Mulyadi Soepardi yang menyebutkan bahwa alasan pemberian opini WTP untuk MPR adalah agar bisa amendemen UUD 1945. Hal ini menurutnya karena Akom (mantan Ketua DPR Ade Komarudin) bisa marah dan Fahri marah. Prof Eddy menyampaikan hal ini karena ada rekaman terkait akan hal ini.
Berubahnya BAP Rochmadi dan juga Prof Eddy menjelaskan kepada kita bahwa dalam hal audit ternyata banyak sekali permainan. Bisa diubah atau ditentukan sesuai dengan pesanan, bahkan juga untuk menghindari seorang Fahri marah. Aneh bukan?? BPK yang harusnya mengawasi bagaimana rapinya keuangan negara malah jadi bermain juga.
Hal ini juga membuktikan tudingan Ahok bahwa ada manupulasi dan permainan dalam hal audit yang dilakukan di BPK. Ahok mengatakan hal tersebut karena munculnya kasus sumber waras gara-gara hasil audit BPK. Ahok bahkan berjanji jika nanti dia menjadi Presiden, dia akan berantas munafik-munafik yang enggak bisa membuktikan hasil audit.
Ahok bahkan berani menantang para pimpinan dan anggota BPK untuk melakukan pembuktian dari mana saja harta mereka. Kalau melihat harta kekayaan Rochmadi, mungkin kita akan terkejut. Kalau yang resminya waktu terakhir melaporkan, kekayaannya Rp 2,4 miliar. Tetapi selama 3 tahun sampai akhirnya kena OTT, tidak ada yang tahu.
Sepertinya Ahok tidak perlu menunggu sampai menjadi Prsiden untuk terbongkarnya para kaum munafik ini. Gusti mboten sare telah membuktikan kekuatannya. Kekuatan untuk menghajar balik para penindas orang-orang teraniaya. Mereka terkuak satu persatu dan akan mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Tentu saja kita tidak bisa menyalahkan lembaga BPK gara-gara kelakuan munafikun tersebut. Tetapi kita perlu awas terhadap kelakuan mereka yang bahkan sudah mempermainkan hasil audit untuk menutupi praktek korupsi dan bahkan untuk menjerat orang yang tidak korupsi seperti Ahok. Dan siapa lagi yang mengendalikan kalau bukan mereka yang “dekat” dengan korupsi.
Semoga saja semakin ke depan semakin banyak permainan-permainan seperti ini terkuak. Sehingga akan memeberikan efek jera kepada para pengemban amanat rakyat yang khususnya yang duduk dalam pengawasan keuangan negara. Bisa berbahaya, kalau sudah ada indikasi kekeliruan dalam penggunaan keuangan negara, pengawasnya malah ikut menyetujuinya.
Kini kita lihat sejauh mana kasus ini akan mengungkap kebenarannya dan mungkin saja bahkan mengungkap kasus-kasus WTP lain yang sepertinya menjadi “proyek” sampingan para auditor BPK.
Salam Munafikun.