Acara makan siang yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden JK kemarin menyisakan banyak perdebatan. Apalagi kalau bukan mengenai kemungkinan untuk kembali mengusung nama JK sebagai Wakil Presiden. Tentu usaha ini memang menjadi prioritas oleh PDIP jika menginginkan Jokowi jadi Presiden untuk kedua kalinya tanpa perlu banyak kekhawatiran. Karena memegang JK akan mampu mengeliminir serangan lawan. Tetapi keinginan tersebut terganjal karena JK sudah terhitung dua kali periode menjabat sebagai Wapres.
Meski begitu, usaha untuk menjadikan Jokowi-JK jilid II sedang terus dilakukan oleh Kemendagri dengan melakukan kajian apakah maksud dua periode dalam Undang-Undang itu berurutan atau tidak. Sayangnya, nafsu menjadikan Jokowi-JK dia periode membuat orang PDIP jadi terlihat bodoh dan aneh memahami Undang-Undang. Undang-Undang yang sudah jelas bahwa seseorang bisa menjabat menjadi Presiden dan Wakil Presiden hanya dua periode malah dijadikan multitafsir.
Disangkutpautkan bahwa pemahaman Undang-Undang tersebut hanyalah untuk yang berturut-turut dua periode menjadi sangat aneh. Jadi, kalau diselingi tidak pernah jadi Presiden dan Wakil Presiden itu bisa dilakukan? Padahal logika umum, kalau tidak dijelaskan, maka itu bisa berarti dua-duanya. Bisa dia berurutan, bisa tidak. Mengapa? Karena yang penting disitu adalah dua periode, bukan berurutan atau tidak.
Kalau kemudian ada multitafsir, itu namanya mengada-ada dan menjadikan Undang-Undang yang jelas jadi multitafsir hanyalah demi sebuah kepentingan politik sesaat. Konstitusi padahal sudah jelas mengatur bahwa hanya boleh dua periode. Cukup dan tidak perlu ada tafsir lainnya. JK sendiri sudah menyadari pemahaman tersebut dan memang tidak mau memaksakan diri.
Lalu mengapa PDIP ngotot untuk menjadikan Jokowi-JK dua periode?
Yah seperti yang saya sampaikan di atas tadi, karena memang memajukan pasangan ini untuk kedua kalinya akan mempermudah kemenangan. Apalagi memang sudah terbukti pernah menang. Dan ini juga bisa menjadi cara untuk meredam serangan lawan dan bahkan JK sendiri. Ingat, JK pernah mengatakan Indonesia bisa hancur kalau dipimpin oleh Jokowi.
Janji JK untuk akan mendukung Jokowi supaya terpilih lagi tidak bisa jadi pegangan. Karena JK bisa saja bermain dua kaki. Apalagi kalau orang kepercayaannya sesama kader HMI, Anies Baswedan maju. JK bisa dipastikan akan condong ke Anies. Dan peluang Anies untuk maju jadi capres atau cawapres sangat mungkin setelah dia menang Pilkada Jakarta. Kaum Budat juga sudah gaungkan hal tersebut.
Saran saya, Jokowi tidaklah perlu dipasangkan dengan JK lagi. Kalau khawatir JK mendukung pihak lain, saya pikir tidak masalah. Toh, kalau pun mendukung, JK juga bakal merepotkan karena minta jatah. Kalau kerjaan beres syukur, ini malah kadang tidak beres proyek dikerjakan.
PDIP cukup cari saja orang militer yang kuat, maka semua isu bisa diatasi dengan mudah. Karena memang salah satu yang jadi masalah adalah militer yang jadi ancaman setelah klan cendana kembali masuk politik.
Masalah kaum radikal? Serahkan kepada PPP. Karena mereka juga punya kader yang masuk kubu tersebut dan tinggal dimanfaatkan saja untuk meredam isu.
So, mari move on dari Jokowi-JK, kita songsong pasangan baru. Siapa itu? Tunggu tanggal mainnya.
Salam Jokowi Dua Periode.