Pertama ingin saya angkat topi dan memberi hormat yang setinggi-tingginya untuk tokoh agama seperti dan pak Ma’ruf Amin yang telah menghimbau pelapor Sukmawati untuk mencabut laporannya.
“Menjaga dan membutuhkan kembali sedia kala sebagai bangsa dan memperkuat prinsip ukhuwah islamiyah dan wathoniyah. Kita kembali bangun ukhuwah wathoniyah (persaudaraan kebangsaan). Kita ingin coba tempatkan masalah ini ketika ada persoalan kita bisa menyelesaikannya seperti Bung Karno bangun negara ini. Dengan berdialog menentukan titik temu sehingga lahirlah dasar negara,” Ma’ruf Amin.
Tak hanya Ma’ruf Amin yang meminta laporan polisi untuk Sukmawati dicabut, tetapi himbauan senada juga datang dari tokoh PP Muhammadiyah, Din Syamsudin.
“Tanggapan saya, sebagai karya sastra memang bersifat nisbi, karena itu hasil ciptra, karya, rasa manusia yang sering abstrak. Makanya sangat mungkin diterima beragam, ada yang setuju, senang, tidak senang, bahkan ada yang tersinggung,” terang Din.
“Eloknya ditarik. Memaafkan tapi proses hukumnya jalan terus, itu namanya enggak memaafkan. Kalau sungguh-sungguh, tanya saja lagi sama Beliau (Sukmawati), tulus minta maaf,” kata Din menanggapi laporan polisi untuk Sukmawati. di kompleks Istana Kepresidenan
Terasa adem dan menyejukkan pernyataan mereka berdua ditengah tengah suasana panas masyarakat yang cepat sekali terbakar amarah hanya dikarenakan salah ucap seseorang.
Pendapat saya pribadi, puisi Sukmawati mungkin saja menyinggung perasaan umat islam, tetapi jujur saja saya tidak melihat ada maksud menistakan agama. Apalagi dengan segera ibu Sukmawati klarifikasi dan meminta maaf secara terbuka atas puisinya yang kontroversial tersebut.
Sebagai bangsa yang bermartabat alangkah baiknya memberikan maaf kepada siapapun yang melakukan kesalahan. Dan saya yakin semua agama juga menganjurkan setiap pemeluknya untuk memberikan pengampunan.
Entah mengapa saya malah jadi ingat kasus pak Ahok. Sama dengan Sukmawati, Ahok dianggap telah menista agama Islam meski sudah tabayun dan meminta maaf kepada umat Islam atas pidatonya di Kepulauan Seribu.
Saat itu tidak ada tokoh yang menganjurkan dan menghimbau agar Ahok dimaafkan. Bahkan hampir seluruh tokoh-tokoh agama dan tokoh politik mengecam ucapan Ahok.
Alhasil demo memanas berjilid-jilid menuntut dipenjarakannya Ahok.
Andai saja saat itu bapak-bapak ini memberikan pernyataan yang menyejukkan seperti saat puisi Sukmawati heboh, pastilah ceritanya akan lain…
Andai saja pintu maaf untuk Sukmawati juga berlaku untuk Ahok…
Tetapi mungkin nasibmu sudah digariskan begini adanya, koh Ahok!
Yakinlah, Tuhan maha pengampun lagi maha penyayang. Lagipula, bukankah kau selalu bilang Gusti Ora Sare?
Selamat memaafkan Sukmawati, tapi bukan Ahok!