Pilkada Jakarta akhirnya menjadi sebuah tolok ukur dari berbagai pihak untuk menyikapi Pilkada serentak 2018. Luka mendalam serta polarisasi yang besar membuat pihak-pihak berwenang mencoba mengeluarkan beberapa program untuk mengantisipasi supaya apa yang terjadi di Pilkada Jakarta tidak menyebar ke Pilkada lain.
Salah satu adalah program yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjelang Pilkada Serentak 2018. Mereka membuat rumusan pedoman khotbah dengan harapan akan mengurangi dampak politik sara dan identitas di Pilkada serentak. Ini bukan hanya untuk agama Islam saja, tetapi juga untuk semua agama.
“Bukan sesuatu yang diwajibkan, tetapi menjadi referensi untuk mengajak tokoh agama menyampaikan semangat pencegahan pelanggaran dalam pemilu. Ini bagian dari sosialisasi, bukan kita mau ngawasi khotbah,” kata anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin di Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (9/2/2018).
“Hanya materi khotbah berwawasan pengawasan dan dibuat tidak hanya dari perspektif Islam, tapi juga Kristen, Katolik Hindu dan Buddha, di dalamnya memuat seperti larangan politik uang dan lain-lain,” ujar Afif.
Program ini didukung oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena memang sejalan dengan rekomendasi MUI bahwa pilkada harus dijauhkan dari isu sara dan money politics. Apalagi, Bawaslu juga meminta masukan kepada mereka apa saja yang perlu dimasukkan dalam rumusan pedoman tersebut. Tetapi apakah ini benar-benar akan efektif??
UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, Pasal 69 huruf b dan c memang mengatur bahwa money politics dilarang, dan ancamannya pidana. Kemudian tim kampanye yang singgung suku, ras, agama, apa pun itu juga dilarang dan bisa pidana. Tetapi kembali kepada apakah memang efektif dan efisien?? Karena pada kenyataannya sekarang, jika seorang pemuka agama dilaporkan terkait dua isu tadi ujung-ujungnya malah menghasilkan demo penolakan.
Sejauh mana keberanian Bawaslu dan pihak terkait untuk menangani hal ini saat pilkada serentak nanti?? Apalagi kita ketahui efek Pilkada Jakarta itu sudah merembes ke daerah-daerah. Bahkan di Jakarta sendiri saja efeknya masih sangat terasa. Kalimat bela Islam masih terus mengumandang di beberapa masjid FPI, apalagi sebentar lagi mereka akan melakukan aksi 212 menyambut kepulangan Rizieq Shihab yang belum tentu pulang.
Perencanaan boleh saja, tetapi tanpa eksekusi di lapangan yang tegas, maka sia-sia saja program ini.
Salam Eksekusi Tegas!