Serangan kepada KPK benar-benar luar biasa. Karena begitu luar biasanya, KPK seperti sedang menghadapi badai yang lebih besar dari pada badai yang dialami oleh Amerika Serikat saat ini. Serangan KPK dilakukan dari pihak luar dan juga dari pihak dalam. Semua seperti kompak ingin menghancurkan KPK.
Karena itu tidaklah heran ketika wacana pembekuan KPK diucapkan oleh seorang politikus PDIP, Henry Yosodiningrat, publik langsung tersentak dan melakukan kritik tajam terhadap pernyataan tersebut. Karena begitu tajamnya, nama Presiden Jokowi pun ikut dibawa-bawa.
Terseretnya nama Presiden Jokowi dikarenakan para partai pendukungnyalah yang mengemukakan hal tersebut. Meski PDIP telah mengklarifikasi pernyataan Henry bukanlah pernyataan PDIP, publik sudah beramai-ramai menyerang dan menyeret-nyeret nama Presiden Jokowi. Sayangnya, para pendukungnya pun melakukan hal yng sama.
KPK memang sedang diserang habis. Pansus yang dibentuk sudah dari awal dicurigai punya agenda pembubaran KPK. Karena itu, saat Henry menyebut pembekuan tersebut, sudah bisa dipastikan bahwa itu adalah salah satu agendanya. Henry malah bisa jadi sebenarnya adalah orang yang sengaja membuka rahasia ini ke publik.
Tidak berhenti di pansus, serangan kembali datang dari kejaksaan. Bukannya menjadi teman, kejaksaan malah menjadi lawan bagi KPK. Kejaksaan malah ikut meminta supaya KPK tidak perlu ada lagi OTT dan kewenangan penuntutan. Alasannya karena indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia masih rendah.
Pernyataan ini menjadi sangat aneh karena menyebut OTT dan penuntutan KPK perlu dipertimbangkan karena tidak mampu meningkatkan IPK Indonesia. Padahal, karena OTT dan kewenangan penuntutan inilah KPK masih mempertahankan IPKnya. Apa jadinya jika OTT dan kewenangan penuntutan dihilangkan?? Semakin rendahlah IPKnya.
Jaksa Agung, HM Prasetyo, jelas sekali sedang tidak ingin KPK menjadi ganas seperti sekarang ini yang banyak berhasil menangkap para koruptor. Bukan hanya koruptor dari para pejabat daerah, tetapi juga para jaksa. Keinginan Prasetyo supaya KPK tanpa kewenangan OTT dan penuntutan ini jelas adalah untuk membela para koruptor, setidaknya yang dari kejaksaan.
Bagaimana tidak kita punya tuduhan seperti itu. Bukannya memiliki ide supaya KPK diperkuat dan ditambahkan kewenangannya, ini malah coba dikebiri kewenangan utamanya. KPK tanpa kewenangan OTT dan penuntutan sama saja artinya ingin membubarkan KPK. Padahal jelas KPK keistimewaannya adalah OTT tersebut.
Kalau OTT menghasilkan kegaduhan, itu hal yang biasa dan lumrah terjadi. Maling ayam saja kalau sudah tertangkap, pastinya menimbulkan kegaduhan. Apalagi koruptor yang menangkap para kepala daerah, anggota DPR, dan pejabat lainnya. Kegaduhan malah seharusnya bagus karena bisa menimbulkan efek jera.
Tetapi memang dasarnya jiwanya sudah korup. KPK yang punya kewenangan OTT pun tidak pernah membuat para mafia dan koruptor di pemerintahan takut. Mereka malah melawan balik melalui pansus dan juga pernyataan Jaksa Agung yang seperti ini. Ini jelas adalah sebuah konspirasi tanpa perlu melakukan rapat. Karena visinya sama, mengebiri KPK.
Lalu apakah hal ini akan berhasil?? Saya yakin tidak. Tetapi usaha ini cukup berhasil menghambat kinerja KPK. Buktinya, KPK saat ini lebih banyak melakukan OTT di daerah. Kasus-kasus besar sulit lagi diblowup karena bisa menimbulkan kegaduhan politik yang lebih besar lagi.
Lalu apa yang harus terus kita lakukan?? DUkung dan desak terus KPK supaya terus berani dan tidak takut menghadapi gerombolan koruptor dan para pembelanya. Selama Presiden masih mendukung KPK, pernyataan Jaksa Agung ini anggap angin lalu saja.
Salam KPK.