Sebagai die hard nya Jokowi, postingan fan page partai Gerinda yang menyebut gizi buruk di kabupaten Asmat sebagai kegagalan pemerintahan dan pencitraan Jokowi di Papua cukup mengusik pikiran saya.
Inilah penggalan pernyataan Gerindra :
Pembangunan infrastruktur yang dibanggakan oleh Presiden RI Joko Widodo di Papua selama ini ternyata menjadi kedok lalainya pembangunan sumber daya manusia yang ada di sana. Belakangan kedok itu pun terkuak, 63 anak suku Asmat meninggal akibat gizi buruk dan wabah campak. Kematian tersebut menjadi indikasi bahwa rakyat Papua butuh perhatian khusus terutama kebutuhan pangan bergizi serta fasilitas kesehatan yang memadai. Bukan jalan beton yang dapat menghidupi mereka, melainkan pangan bergizi dan bantuan fasilitas kesehatan yang sebenarnya mereka butuhkan.
Hal ini menjadi ironi, ketika pemerintah dengan bangganya memamerkan jalan trans Papua sementara ada rakyat yang menjerit kelaparan. Jangan sampai pembangunan benda mati melupakan pembangunan manusia. Janganlah menutupi kegagalan pembangunan dengan pencitraan.
Selama ini Gerindra memang terlihat kesulitan mencari celah untuk menggempur kinerja Jokowi. Kalaupun ada ya paling isu lama yang mendengar saja orang sudah bosan.
Berbagai isu yang selama ini dihembuskan Gerindra untuk menggerus elektabilitas Jokowi sering layu sebelum berkembang alias masuk angin bin gagal total. Alih-Alih membuat masyarakat antipati justru rakyat makin cinta pak Jokowi.
Meski demikian mereka tak lantas patah arang dan mengendurkan semangat untuk mencari keburukan dan titik lemah Jokowi. Dan sayangnya isu yang mereka angkat untuk menyerang Jokowi kali ini sepertinya salah alamat.
Bagaimana tidak salah alamat, Kejadian Luar Biasa gizi buruk dan campak melanda kabupaten Asmat, Papua dialamatkan ke Jokowi. Padahal kita tahu ada gubernur Lukas Enembe disana. Kemana juga bupati Asmat? Mana suaranya Natalius Pigai, tokoh Papua yang katanya pembela HAM?
Seperti kita ketahui bersama Sebanyak 63 orang anak meninggal akibat kejadian luar biasa campak disertai gizi buruk di Asmat dalam empat bulan terakhir. KLB tersebut terjadi di enam distrik di Kabupaten Asmat. Sejak September 2017 hingga kini, RSUD Asmat dilaporkan merawat ratusan pasien campak. Sebanyak 393 orang menjalani rawat jalan dan 175 orang rawat inap.
Sumber : https://www.kemsos.go.id/berita/kemensos-terbangkan-bantuan-makanan-untuk-asmat-klb-campak-dan-gizi-buruk
Bagaimana mungkin urusan pemerintah daerah sampai Jokowi juga yang disalahkan? apa tidak offside ini namanya. Terlebih kasus gizi buruk ini sudah ada jauh sebelum Jokowi menjabat. Jadi bukan karena Jokowi lalai dan asyik membangun jalan trans Papua.
Pembangunan yang dilakukan Jokowi justru ingin memudahkan akses jalan menuju pelosok-pelosok Papua yang selama ini terisolir. Warga Asmat kesulitan menjangkau rumah sakit karena beratnya medan disana dan juga jarak tempuh yang sangat jauh. Hal ini juga mengakibatkan penanganan kesehatan disana terkesan lambat.
Usaha pemerintah sebenarnya tidak kurang-kurang. Menurut Menteri Khofifah, Distrik Agats yang merupakan Ibukota Kabupaten Asmat telah menerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan juga Beras Sejahtera sejak tahun 2016.
Dana otonomi khusus untuk Papua juga dinaikkan menjadi 8 triliun. Lalu kemana dana-dana itu? Padahal 15 persen dari 80 persen dana Otsus Papua yang diberikan khusus kepada pemerintah kabupaten dan kota dikhususkan untuk kesehatan. Apa jangan-jangan dikorupsi?…parah!!
Cukup miris mendengarnya. Di jaman yang sudah sangat modern dan dunia kesehatan yang semakin canggih, masih saja ada adik-adik kita yang menderita gizi buruk.
Sangat disayangkan! Bupati yang merupakan “kepanjangan tangan” dari presiden gagal menjalankannya tugasnya memastikan kesehatan dan kesejahteraan warga di daerahnya.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kebanyakan pejabat daerah lebih memilih tinggal di kota daripada melakukan pelayanan kepada masyarakat di daerahnya. Otomatis, respon dan keluhan-keluhan warga tidak pernah mendapat tanggapan. Musibah penyakit secara massal inilah contohnya..
Jadi sudah sangat jelas Kejadian Luar Biasa gizi buruk dan campak yang melanda Kabupaten Asmat ini merupakan contoh nyata kegagalan dan buruknya pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakatnya. Mereka yang hafal betul apa permasalahan di daerahnyalah yang semestinya bertanggung jawab.
Inilah pentingnya kita memilih pemimpin yang benar-benar memiliki kemauan untuk melayani daerahnya. Salah memilih pemimpin, maka lima tahun daerah kita akan menderita.
Dan lucunya, Gerindra malah mengusung kembali Lukas Enembe menjadi calon gubernur Papua pada Pilkada 2018.
Bicara pilkada saya malah teringat Ahok. Apakah harus Ahok yang menjadi kepala daerah disana untuk membenahi permasalahan kemiskinan bertahun-tahun di Papua? Saya pikir tidak perlu lah, masih banyak putra terbaik dari sana yang siap mengabdi. Hanya saja mungkin tidak memiliki uang 300 miliar untuk mendapatkan rekomendasi menjadi gubernur dari Prabowo… Hmm..
Jokowi sudah menggenjot pembangunan infrastruktur disana, negara sudah hadir memberikan dana yang cukup, tak seharusnya masyarakat masih merasakan kisah pilu semacam ini.
Tidak seharusnya juga partai Gerindra menggoreng isu ini untuk menyudutkan Jokowi sementara Jokowi sudah all out Melakukan segalanya untuk Papua.
Membuka mata kita semua bahwa lima tahun tidaklah cukup untuk membenahi Papua yang selama bertahun-tahun terpinggirkan, berpuluh-puluh tahun ditelantarkan pemerintah pusat.
Apa yang dilakukan Jokowi sudah on the track. Lima tahun pertama untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur, lima tahun kedua fokus kepada pembangunan manusia seutuhnya, termasuk memerangi kemiskinan dan ketertinggalan saudara-saudara kita di Papua.
Terakhir, pilkada serentak sebentar lagi, pilih pemimpin daerah jangan berdasarkan SARA tetapi pilihlah yang benar-benar punya hati untuk membawa daerah kita menuju ke arah yang lebih baik.
Pilihlah calon yang punya visi misi yang seiring sejalan dengan presiden Jokowi karena Jokowi akan kita dua periodekan untuk menuntaskan nawacitanya.
Selamat men 2 periodekan Jokowi!!