Jika Jokowi berbicara tentang perekonomian global dengan mengambil contoh drama Game of Thrones. Berbeda halnya dengan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto.
Dalam pidatonya di depan rapat kerja nasional Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau LDII, Prabowo menyinggung soal perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok.
Begitu Amerika kalah bersaing, kata Prabowo, mereka menyatakan tidak ada free trade, tidak ada perdagangan bebas, American First, dan Make America Great Again.
“Kenapa kok bangsa Indonesia tidak berani mengatakan bagi bangsa Indonesia: ‘Indonesia First’, ‘Make Indonesia Great Again’,” kata Prabowo di Jakarta, Kamis 11 Oktober 2018.
Mantan Pangkostrad itu menyebutkan bila tengah terjadi paradoks di Indonesia saat ini. Dirinya berujar Indonesia yang merupakan negeri penghasil komoditas-komoditas hebat, namun justru mengalami tekor.
Dalam pandangan Prabowo, masalah besar republik ini adalah kaum elite bangsa yang tengah melakukan pengkhianatan pada bangsanya sendiri.
Elite-elite itu, kata ia, tidak memikirkan kepentingan rakyat namun hanya kepentingan dirinya, keluarganya, dan kelompoknya masing-masing. Ia menambahkan pengkhianatan ini bukan baru berjalan satu-dua tahun belakangan, namun telah berpuluh-puluh tahun.
“Kalau saya sebut elite, saya tidak sebut partai mana, kelompok mana. Elite itu unsur pimpinan kita. (Bahkan) saya menggolongkan diri saya bagian dari elite itu,” ucapnya.
Menurut Prabowo, negara yang berhasil secara ekonomi adalah negara yang mampu mempertahankan kepentingan nasional masing-masing. Ia berujar bangsa Indonesia tidak boleh takut dan benci dengan bangsa manapun, namun jangan sampai menjadi kacung dan pecundang untuk bangsa-bangsa lain.
“Kita tidak boleh sekedar menjadi pesuruh bagi bangsa lain dan kita tidak boleh kehilangan tanah air kita,” ujarnya.
Namun sayangnya ada kontradiksi antara slogan yang disampaikan dengan isi pidatonya sendiri. Coba kita perhatikan slogan Make Indonesia Great Again. Saya tidak pernah menemukan literatur yang bisa menjelaskan Indonesia pernah berjaya terutama di era Indonesia modern. Indonesia modern itu mulai dari abad 20 atau lebih tepatnya sejak Indonesia merdeka 17 Agustus 1945.
Jadi kurang tepat jika Prabowo menggunakan slogan Make Indonesia Great Again, Again dari mananya? Lain halnya bila yang dimaksud Prabowo adalah sejak jaman nenek moyang kita, dimana nusantara pernah berjaya dan menjadi negara maritim yang disegani dunia, yakni jaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Bila demikian halnya, maka lebih cocok bila Prabowo menyebut Make Nusantara Great Again, bukan Make Indonesia Great Again, karena ketika itu, nama Indonesia belum ada.
Kemudian saat Prabowo menyebutkan bila terjadi paradoks di Indonesia saat ini karena sebagai penghasil utama berbagai komoditas, Indonesia malah tekor. Alasannya karena elite bangsa melakukan pengkhianatan, pengkhianatan itu bukan baru berjalan satu dua tahun namun sudah puluhan tahun kata Prabowo. Saya ulangi, puluhan tahun.
Disini puluhan tahun bisa bermakna 10, 20, 30 atau bahkan 70 tahun yang lalu, artinya secara tidak sadar dirinya mengakui sejak merdeka, Indonesia belum pernah mencapai masa jayanya akibat adanya pengkhianatan tersebut. Yang jelas terjadi sebelum masa Jokowi yang baru memerintah empat tahun terakhir ini.
Lantas dari mana pengkhianatan itu bermula? Pengkhianatan yang terlihat pertama kali dilakukan secara terang-terangan dan yang paling jelas itu adalah saat mertuanya, Presiden Soeharto ketika itu menandatangani kontrak karya pertama dengan Freeport, 51 tahun yang lalu.
Kontrak karya dengan jangka waktu 30 tahun itu ditandatangani pada 7 April 1967, hanya sekitar tiga pekan setelah Soeharto dilantik sebagai pejabat presiden.
Setelah Freeport, penikmat dari UU PMA tahun 1967 itu adalah Inco yang menambang nikel di Saroako, Sulawesi Selatan sejak 1968. Lalu mulai menyusul masuklah perusahaan-perusahaan asing lainnya yang menguras semua kekayaan alam di Indonesia.
Menurut karyawan dan bekas karyawan Freeport, selama bertahun-tahun James R. Moffett, seorang ahli geologi kelahiran Louisiana (Amerika Serikat), yang juga adalah pimpinan perusahaan ini, dengan tekun membina persahabatan dengan Presiden Soeharto, dan kroni-kroninya.
Ini dilakukannya untuk mengamankan usaha Freeport. Freeport membayar ongkos-ongkos mereka berlibur, bahkan biaya kuliah anak-anak mereka, termasuk membuat kesepakatan-kesepakatan yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak khususnya dengan keluarga Cendana.
Hingga 1998, keluarga Suharto diyakini mengantongi kekayaan sebesar 200 triliun Rupiah. Bisnis anak-anak Soeharto menggurita kemana-mana. Siapa yang tidak kenal dengan PT Citra Lamtoro Gung Persada milik Siti Hardiyanti Rukamana yang akrab dipanggil Tutut, putri pertama Soeharto. Di puncak kejayaannya, perusahaan ini menjadi perusahaan sapu jagad. Hampir semua bidang usaha digarap perusahaan ini, mulai konstruksi, perdagangan, pertanian sampai kerajinan tangan.
Adalagi PT Humpuss yang memiliki banyak anak perusahaan yang berbeda bidang usaha. Humpuss adalah miliki Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto. Mulai dari bisnis properti dan konstruksi, bisnis transportasi, pengeboran minyak dan gas, produksi minyak tanah dan solar, kilang minyak termasuk eksplorasi minyak pun ada.
Baik PT Lamtoro Gung Persada dan Humpuss Grup sampai kini masih aktif. Keduanya berkantor di Gedung Granadi, aset Yayasan Supersemar yang akan disita oleh pengadilan.
Putra ketiga Soeharto, Bambang Trihatmodjo, memiliki Perusahaan PT Bimantara Citra, yang bergerak di bidang industri media. Pada 1989, PT Bimantara Citra mendirikan RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia). Perusahaan ini diakuisisi MNC pada tahun 2007, lalu mengubah nama menjadi PT Global Mediacom. Meski sempat menjadi komisaris untuk beberapa waktu lamanya. Tahun 2008, nama Bambang menghilang dari jajaran Dewan Komisaris dari perusahaan yang kini dikuasai konglomerat media, Hary Tanoesoedibjo.
Sementara putri bungsu Soeharto, mantan istri Prabowo, Siti Hutami Endang Adiningsih atau Mamiek Soeharto, mendirikan PT Manggala Kridha Yudha yang bergerak di bidang pertanian. Ia memiliki taman buah Mekar Sari seluas 3.000 hektare di Bogor serta beberapa perkebunan.
Yang menarik dari bisnis keturunan Soeharto adalah masuknya nama Tommy dan Mamiek dalam Paradise Papers. Paradise Papers berisi daftar pengusaha yang diduga menyembunyikan kekayaan di negara surga pajak.
Sejak reformasi hingga kini, tentu saja kekayaan keluarga Cendana sudah jauh menyusut dibandingkan dulu ketika Soeharto masih berkuasa, namun ambisi untuk mengulangi kejayaan tersebut pasti masih membara. Hal ini dibuktikan oleh Tommy Soeharto yang mendirikan Partai Berkarya. Partai ini menjadi tempat berkumpulnya seluruh trah Soeharto, sekaligus juga partai yang menjadi pendukung Prabowo sebagai capres 2019 nanti.
Siapa yang bisa menjamin bila Prabowo diberikan kekuasaan, tidak akan dimanfaatkan oleh Keluarga Cendana untuk memupuk kembali kekayaannya? Siapa yang bisa menjamin kalau kelak berkuasa, Prabowo tidak akan tersandera oleh politik balas budi kepada keluarga Cendana.
Dan apa jaminannya bila seluruh upaya Jokowi untuk merebut Blok Rokan, Blok Mahakam, Divestasi 51 persen saham Freeport dengan tujuan mengembalikannya kepangkuan Ibu Pertiwi, tidak akan dijual kembali oleh Prabowo beserta kroni-kroninya ataupun diserahkan pengelolaannya kepada keluarga Cendana?
Jangan bilang tak mungkin, apalagi bila sang mantan istri sudah mendekat, walaupun mendekatnya cuma 5 tahun sekali menjelang pilpres dan berpotensi rujuk bila seandainya Prabowo terpilih, otomatis Prabowo kembali menjadi keluarga cendana.
Jadi saat Prabowo menyebut Make Indonesia Great Again, di telinga saya malah lebih terdengar sebagai Make Cendana Great Again. Bagaimana dengan Anda?