Belum genap 100 hari kerja Anies dan Sandiaga Uno memimpin Jakarta. Sudah ada banyak langkah yang dilakukan sebagai pemimpin. Banyak juga kritikan tajam dan pedas ditujukan. Banyak perkataan yang keluar dari mereka berdua, dijadikan meme dan lawakan dari berbagai pihak. Apakah bentuk kritikan atau dukungan yang dilakukan? Kita hanya dapat mengira-ngira.
Masyarakat sudah mulai melakukan permintaan sesuai dengan janji kampanye. Janji dan kontrak politik bermunculan kepermukaan. Tentu saja hal ini membuat banyak masyarakat bertanya-tanya. Sebuah kalimat yang sakral “Janji adalah hutang”, sudah mulai disuarakan. Menepati janji adalah syarat mutlak apabila seseorang dikatakan berkomitmen antara apa yang dikatakan sesuai dengan perbuatan.
Beberapa janji kampanye Anies dan Sandiaga, menurut beberapa pakar dan pengamat akan sangat sulit dilakukan. Realisasi dari janji kampanye bisa saja diwujudkan, tetapi akan mendapatkan hambatan dan ketidaksetujuan dari berbagai pihak. Bisa saja negara menolak janji yang ditawarkan pada saat kampanye.
Ada 4 janji dari Anies Sandi yang sulit direalisasikan adalah:
- Rumah dengan DP nol persen.
- Membangun 200.000 pengusaha (wirausaha) baru.
- Menghentikan reklamasi Pantura
- Integrasi semua moda transportasi Jakarta.
Ini masih merupakan empat janji yang ditawarkan pada saat masa kampanye Pilkada DKI. Masih banyak janji dan kontrak politik yang telah ditawarkan kepada masyarakat Jakarta. Dengan janji dan penawaran yang dilakukan. Mayoritas masyarakat Jakarta yaitu 58 % memilih pasangan Anies dan Sandiaga. Walapun dalam beberapa segi ada kontroversi di dalamnya. Salah satu yang akan menjadi bagian dari sejarah Jakarta adalah lawan politik dari mereka. Ahok_Djarot adalah pemimipin DKI pada masa itu. Ahok sedang dalam masa sidang kasus penodaan agama.
Padahal dari segi kualitas dan karakter dalam membangun Jakarta. Kepuasaan masyarakat sangat tinggi. Banyak keluhan masyarakat diterima langsung oleh Ahok di balai kota. Uniknya komunikasi langsung terjadi antara Ahok dengan warga yang mengeluhkan persoalan mereka. Sambutan hangat dilakukan oleh Ahok.
Berbeda dengan pemimpin Jakarta saat ini. Banyak keluhan dari masyarakat yang datang ke balai kota, berangsur angsur menipis. Bahkan hingga saat ini balai kota sudah mulai sepi dari masyarakat yang mengeluh. Kebijakan yang dilakukan yaitu dengan kembali mengaktifkan laporan per wilayah. Apakah ini salah satu bentuk keberpihakan?
Lain hal juga dengan kontrak politik dengan para buruh. Dalam beberapa media mengatakan ada janji Anies dan Sandiaga Uno. Janji yang mengatakan akan menaikkan UMP Jakarta sebesar Rp 3.900.000. Sementara UMP yang ditetapkan Pemda DKI untuk 2018 adalah Rp 3.648.035. Ada selisih sekitar Rp 251.965.
Untuk menutupi kekurangan atau selisih dari janji UMP. Sandiaga Uno menawarkan beberapa solusi. Buruh bisa berbelanja di Jakgrosir dengan potongan 10-15 persen. Tetapi dari kontrak politik tidak menyebutkan hal demikian. Ini tentu saja sebuah hal yang patut di apresiasi idenya. Tetapi ide ini bisa menambah janji manis yang belum terlaksana.
Kritikan tajam disampaikan oleh para buruh. Melalui pimpinan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan “Ternyata Ahok jauh lebih berani dan ksatria dalam memutuskan UMP pada waktu itu ketimbang Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang lebih mengumbar janji”. Fokus penulis pada kalimat terakhir “mengumbar janji”.
Ini kemungkinan salah satu janji yang tidak ditepati. Bagimana dengan janji-janji yang lain? Janji pada saat kampanye sudah kelihatan hasilnya. Walaupun masih terlalu prematur, karena waktu mereka memimpin DKI belum seumuran jagung. Beberapa janji kampanye akan sangat sulit untuk dilakukan. Apakah akan muncul janji-janji atau kontrak politik yang baru bersama dengan pihak lain? Menarik untuk kita tunggu.
Harapan masyarakat, dalam waktu yang singkat. Minimal dalam 100 hari kerja Anies dan Sandi, sudah memunculkan gebrakan yang membuat masyarakat Jakarta percaya, bahwa mereka telah memilih pemimpin yang tepat. Atau penyesalan yang akan datang. Karena penyesalan datang belakangan.
Rasa kecewa dari para buruh juga masih menjadi tanda tanya. Karena dalam beberapa kesempatan, Wakil Gubernur Sandiaga Uno, menyampaikan sebuah kalimat yang membuat bingung masyarakat. Menyatakan buruh menjadi mitra, adalah sebuah kalimat yang bisa menjadi perdebatan.
Sangat disayangkan memang. Ketika kontrak politik yang ditandatangi merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mewujudkan mimpi mengambil kekuasaan. Suara memang sangat diperlukan dalam Pilkada.
Tetapi janji adalah hutang. Janji harus ditepati. Ketika janji hanya berupa kalimat manis dibibir, akan pahit ketika masuk ke dalam mulut. Memang obat yang mujarab ketika tubuh sedang sakit adalah obat yang pahit. Tetapi ketika obat yang pahit dicampur atau disabotase hanya untuk menyenangkan telinga, akan mendapatkan hasil yang jauh dari harapan.
#100HariKepemimpinanAniesSandi
Begitulah …..