Pilkada DKI 2017 tidak henti membuat perih WNI – WNI waras di Indonesia. Jakarta Baru diproyeksikan sebagai etalase untuk lahirnya Indonesia yang lebih baik, Indonesia Baru. Realitasnya, demo agama berlapis-lapis, kampanye SARA yang tidak ada habisnya, sampai akhirnya tekanan massa yang membuat Ahok dijebloskan dalam bui ternyata tidak juga menghentikan teror yang masih terus berlanjut.
Secara moral, Anies-Sandi terlihat masih sangat ketakutan dengan image Ahok. Meskipun Ahok sudah tidak dibalaikota, tapi ternyata karisma Ahok telah mengakar sampai kepada akar-akar birokrasi. BTP – (Bersih, Transparan, Profesional) semakin terbukti adalah nilai-nilai terutama yang harus dimiliki para pemimpin Indonesia Baru. Bukan sekedar baju agama, apalagi cuma omongan yang tidak dapat direalisasikan.
Secara teknis, mencari pengganti Ahok memang sangat sulit. Dari filosofi, strategi sampai pelaksanaan Ahok menguasai birokrasi dengan sangat baik. Sementara Anies – Sandi lebih trampil dalam olah kata, retorika, dan mengambil simpati masyarkat. Orang jawa bilang, lambe sales. Bahkan setelah dilantik pun, ternyata mereka berdua masih jualan terus, dan terlihat menyerah untuk hal – hal teknis. Semua diserahkan kepada bawahan.
Secara strategis, posisi Jakarta Baru sebagai percontohan Indonesia Baru boleh dikatakan sudah terkubur. Indonesia Baru yang dipimpin Jokowi mengutamakan kepada infrastruktur, sementara Jakarta yang sekarang berfokus kepada “mencari suara rakyat”. Mirip pendekatan SBY. Dari 77.1 Triliun APBD 2018, 40,51 (lebih dari separo) dipakai hanya untuk jaga image.
Program-program tidak jelas seperti Ok-Oce, DP 0%, KJP Pls, sampai Ok-TRIP bahkan Pemuliaan Perempuan dan perlindungan anak membuat para pemerhati tata kota mengernyitkan kening. Mau dibawa kemana Jakarta yang sekarang?
(Sumber: Anies Habiskan Separuh Lebih APBD DKI 2018 untuk Lunasi Janji Kampanye)
Secara ideologis, istilah feodal Pribumi, uang haram, syariah, sampai ijin Monas untuk Tausiyah Kebangsaan, semakin membikin kita semua was-was, kegilaan yang tidak terkontrol di Jakarta ini apakah tidak ada yang bisa menghentikan?
Keluarya hasil survey Setara Institute yang menempatkan Jakarta sebagai kota paling tidak toleran (sumber) semakin membuat pesimis melihat masa depan Jakarta di era Anies – Sandi. Kasus Ananda Sukarlan yang WO (walk out) terhadap pidato “sang gubernur” bisa dikatakan mewakili jutaan rakyat Jakarta, dan Indonesia yang terpukul dengan membusuknya Jakarta.
Harapan adalah seperti sauh yang kuat, yang membawa kita kepada damai dan optimisme. Hilangnya harapan akan menyakitkan. Nabi Sulaiman mengatakan:
Harapan yang tertunda menyedihkan hati, tetapi keinginan yang terpenuhi adalah pohon kehidupan
Anies – Sandi belum tentu gagal secara teknis membawa Jakarta menjadi kota yang lebih baik, karena masa depan tetaplah milik Tuhan. Dan mereka juga bukan orang bodoh yang tidak mengerti bahwa masa depan mereka dipertaruhkan di Jakarta. Dibandingkan dengan Foke – Prijanto atau bahkan Sutiyoso – Foke, mungkin mereka lebih fresh dan memiliki ide-ide yang lebih baik. Tapi, karena dibandingkan Jokowi – Ahok – Djarot, maka harapan itu langsung hancur berkeping-keping.
Paling tidak harapan saya pribadi melihat Pesta Demokrasi antara Anies vs Ahok sudah berubah menjadi mimpi buruk yang bermetamorfosis menjadi tanggung jawab moral untuk mengawal Jakarta dan Indonesia Baru lebih intense lagi.
Sekarang ini yang bisa dilakukan para relawan Indonesia Baru adalah terus mengawal anggaran DKI (http://apbd.jakarta.go.id). Dengan ikut menyisir anggaran-anggaran yang aneh paling tidak kita sudah bergerak untuk membantu.
Sebagai contoh, akun twitters Dede Budyarto ( @KangDede78) menemukan harga AC Split .5 PK seharga Rp. 7.000.000,- atau pemberitaan tentang kolam ikan seharga Rp. 620.000.000,- memperlihatkan bahwa yang dirintis Ahok untuk E-Budgeting mulai dikikis dan mau dimatikan.
Cuman pengen bantu Gabener @aniesbaswedan & Wagabener @sandiuno dalam Penebalan Anggaran tertera AC Split 1,5 PK Rp.7.000.000,_ + Ppn 10%.
Saya bantu cari di Google Harga AC Split 1,5PK.*Mau Nebelin kantong Timses yah?? pic.twitter.com/Hl7gBGECvG
— Dede Budhyarto (@kangdede78) November 20, 2017
https://platform.twitter.com/widgets.js
Baca : Muncul Lagi, Anggaran Air Mancur DPRD DKI Pernah Dicoret Kemendagri
Bukan hanya itu, untuk tetap membuat Harapan itu hidup maka para relawan harus terus memelihara nilai -nilai yang diperjuangkan, yaitu BTP – Bersih, Transparan, Profesional.
Sebagai contoh, bekas anak buah Ahok dan juga mantan jebolan Indonesia Mengajar yang akhirnya menjadi pendukung nilai -nilai BTP sejati seperti Rian Ernesto, yang mulai memasuki politik praktis melalui partai baru PSI (Partai Solidaritas Indonesia), sudah selayaknya kita dukung. Melalui Rian-Rian ini benih Ahok akan bertumbuh dan berbuah. Mati 1 Ahok, akan muncul 1000 Ahok. We are Ahok. (Lihat : Gerakan BTP Indonesia)
Harapan itu memang tertunda, tapi harapan itu tidak akan mati. Orang-orang baik akan tetap ada, dan kalian yang membaca artikel ini sudilah fw ke orang – orang baik lainnya sehingga semangat, dan harapan untuk berjuang itu masih tetap ada.
Pendekar Solo