Kalau ada yang tanya, “Mas, orang mana?” Saya selalu jawab ‘orang Medan’, meskipun sebenarnya saya tidak pernah tinggal di Kota Medan. Saya kira juga banyak perantau dari Sumatera Utara ke daerah lain selalu mengaku diri orang Medan, padahal masih butuh satu hari lagi dari Medan ke kampungnya. Seperti asal kampung saya misalnya, Tomok, butuh 6-8 jam lagi dari Medan, tetap saja saya mengaku dari Medan.
Satu alasannya, orang Indonesia lebih atau hanya mengenal Medan. Kota Medan terkenal karena ibu kota provinsi Sumatera Utara. Dengan demikian, mengaku diri dari Medan, membantu penanya untuk lebih mudah memahami dan tidak memunculkan pertanyaan lanjutan. Coba saya jawab, ‘dari Tomok’, maka dia akan bertanya, “Tomok itu di mana?” Jadi dari pada capek menjawab pertanyaan, lebih baik jawab saja ‘dari Medan’.
Medan terkenal dengan Bataknya
Meskipun Medan tidak seluruhnya dihuni orang Batak, tetapi tetap saja kebanyakan orang menganggap bahwa Medan itu identik dengan Bataknya. Padahal di sana terdapat beragam suku dan budaya, artinya tidak hanya Batak. Mungkin karena orang Batak (Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Angkola dan Pakpak) sangat banyak merantau dan selalu mengaku dari Medan, sehingga orang lebih mengenal Medan dengan Bataknya.
Intinya banyak hal tentang Medan, sekalipun tidak langsung memengaruhi hidup setiap perantau, yang pantas dibanggakan dan dikenang, sebagaimana setiap orang bangga akan kota kelahirannya. Sayangnya, semua itu serasa menjadi hambar dan pekikan kepedihan ketika mendengar kabar bahwa Presiden Jokowi berkunjung ke kota ini, tiba-tiba Medan dikenal sebagai ‘Kota Seribu Lubang’.
Kota Medan akan dikenang dengan sebutan ‘kota seribu lubang’
Aneh bin menyedihkan mendengar kota besar dipenuhi jalanan berlubang. Ketika hujan mengguyur kota, maka sejuta kolam akan ditemukan di sana. Kendaraan, yang kala jalanan bagus pun sudah jalan jigjag, pun semakin menari-nari kian kemari mencari celah untuk menghindari lubang demi menjaga keawetan suspensinya.
Saya kira pantas seorang presiden marah terhadap bawahannya jika ada kota besar dengan jalanan rusak dan berlubang sana sini. Tetapi namanya Jokowi, tidak kelihatan marah, meskipun dari bahasanya dan pilihan diksi sangat menunjukkan kemarahannya.
“Saya mendapat keluhan banyak sekali. Mengenai jalan rusak itu. Oleh sebab itu pagi-pagi saya lihat beberapa lokasi. Ya segera dikerjakan. Kalau nggak segera dikerjakan, duluan saya kerjakan nanti.” Sumber Detik.com.
Bila mau diterjemahkan ulang bahasa Indonesia versi Medan, kira-kira begini, “Tahunya kau. Banyaknya kudengar keluhan-keluhan. Banyak kalipun. Mengenai jalan rusak-rusak ini. Itulah makanya aku pergi keliling-keliling. Harus cepat kau kerjakan itu. Kalau tidak cepat-cepat kau kerjakan, aku duluan nanti, tahu rasalah kau.”
Pernyataan Presiden Jokowi ini keluar bukan berdasarkan informasi dari orang lain. Dia sudah melihat dan mengalami sendiri. Meskipun benar bahwa sudah banyak beredar tentang keadaan jalan raya Kota Medan seperti lintasan offroad. Misalnya, video youtuber di bawah ini:
Selain sudah disaksikan sendiri oleh presiden, masih ada alasan sangat penting kenapa presiden harus memaksa walikota Medan untuk berbenah. Pertama, Medan adalah tempat transit para wisatawan menuju tempat-tempat wisata di Sumatera Utara. Misalnya, kalau ada wisatawan dari Singapura, Malaysia, Eropa, dan lain-lain. menuju Danau Toba dan sekitarnya, sebagai destinasi wisata terkenal di Sumatera Utara, tidak ada jalan lain yang lebih cepat menuju jika bukan dari Medan, sebab di sanalah tempat bandara Internasional.
Jadi kalau gerbang wisata sudah kelihatan buruk bagaimana wisatawan akan tertarik untuk berwisata. Sementara pemerintahan Jokowi dengan gencar-gencarnya melakukan pembangunan infrastruktur demi mendukung perkembangan wisatawan di Sumatera Utara.
Kedua, Kota Medan adalah salah satu kota terbesar di Indonesia dan terkenal. Justru seharusnya Kota Medan harus menjadi kota percontohan kepada kota-kota lain yang jauh lebih kecil. Selain salah satu kota terbesar, Kota Medan juga lebih terkenal dari ratusan kota lain di Indonesia. Ketika kota yang terkenal itu terlihat kumuh dan tak terurus, maka citra Indonesia akan menjadi buruk di mata dunia.
Keadaan infrastruktur Medan ini juga akan menghantam kerja keras Jokowi selama ini. Jangankan ada infrastruktur yang tidak terurus, tidak ada kesalahan saja, Jokowi selalu diserang dari segala lini. Bukan tak mau dikatakan ada kegagalan, melainkan sering kali serangan terhadap dirinya sangat kontra-produktif, sehingga mengganggu laju pembangunan. Maka ketika ada peluang untuk diserang, Jokowi harus bersikap dan bertindak.
Ketiga, presiden akan jadi besan orang Medan. Yang ini mungkin agak nyeleneh, tetapi sangat memengaruhi psikologis. Masak sih kota besan presiden seperti itu? Saya sangat setuju kalau presiden adalah orang jujur yang sangat mementingkan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi. Tetapi jika kepentingan pribadi dijadikan untuk menolong orang lain tanpa harus menguntungkan dirinya, apakah tidak boleh.
Terakhir. Ada atau tidak kunjungan presiden ke Kota Medan, sudah seharusnya Kota Medan membenahi diri. Ada atau tidak desakan dari presiden, sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah kota Medan untuk bertindak cepat. Ada atau tidak tuntutan masyarakat sudah menjadi hak warga Medan mendapatkan infrastruktur yang baik dan pantas dibanggakan.
Salam Indonesia jaya