Pagi-pagi saya membaca komen salah satu relawan WAG yang menanyakan, apa strategi yang akan di jalankan oleh Djoss kalau pasangan calon Pilgubsu Sumut jadi tiga pasang?. Hal ini mengacu pada diloloskannya pasangan JR Saragih-Ance oleh KPUD Sumut sehingga bisa mengikuti Pilgubsu Sumut menyusul pasangan Edy Rahmayadi-Ijeck dan Djarot-Sihar.
Awalnya saya menjawab, maksimalkan program-program Djoss ke kalangan masyarakat Golput di Sumut yang angkanya mencapai 52 persen, bahkan di medan sendiri mencapai 63,38 persen, namun kemudian saya sadari kalau jawaban itu kurang relevan.
Kurang relevannya begini, asumsikanlah kita memiliki data bahwa golput di Medan adalah 63,38 persen, lantas bagaimana kita bisa mengetahui siapa saja yang termasuk 63,38 persen itu?. Tidak mungkin kita ketuk setiap pintu rumah penduduk untuk mendata yang bersangkutan ada menyoblos atau tidak pada pilkada 2013 yang lalu, betul bukan?.
Jadi melalui artikel ini, saya koreksi jawabannya, tugas relawan Djoss bukanlah menyakinkan Golput yang 52 persen untuk seluruh Sumut dan 63,38 persen untuk kota Medan. Melainkan menyakinkan 100 persen warga Sumut dengan program-program Djoss.
Sebelum saya lanjutkan, sedikit kilas balik ke Pilgubsu 2013 yang lalu, dimana pemenang Pilgubsu saat itu adalah Gatot dan Tengku Erry (Ganteng) yang meraih total suara 1.604.337 atau 33, 50 persen dari suara sah. Namun bila dibandingkan dengan jumlah suara yang terdaftar di DPT, maka kemenangan pasangan Ganteng ini menjadi sangat kecil presentasenya yaitu hanya mencapai 15,56 persen.
Angka 15,56 persen adalah total suara yang didapatkan pasangan Ganteng dibagi dengan jumlah suara di DPT sebesar 10.310.872. Sebuah persentase yang kurang bisa mempresentasikan keterpilihan seorang Gubernur karena yang menggunakan hak suaranya hanya 5.001.430 jiwa.
Lantas apa kaitannya dengan pilgubsu saat ini? Antusiasme masyarakat yang meminta Djarot mencalonkan diri menjadi Gubernur Sumatera Utara menandakan tingginya potensi keterpilihan Djarot. Bisa jadi yang mendorong Djarot untuk maju dalam Pilgubsu itu adalah orang-orang yang selama ini merupakan bagian dari kelompok golput pada pilkada yang lalu, karena tidak menemukan adanya tokoh yang cocok dan mewakili harapan mereka.
Nah inilah yang perlu digarap oleh para relawan Djoss dengan turun ke segala lapisan masyarakat dan menjelaskan program-program apa saja yang menjadi unggulan pasangan Djoss.
Banyak yang bisa kita lakukan, dari yang gratis bermodal mulut saja, seperti ajakan untuk berpartisipasi menyoblos dan memilih Djoss, diskusi-diskusi kecil di berbagai komunitas untuk menjaring aspirasi masyarakat untuk disampaikan kepada Timses Djoss.
Melalui aspirasi itulah kemudian dirumuskan menjadi bahan program kampanye untuk masing-masing daerah. Misalnya untuk kota Medan sendiri, dimana infrastruktur jalannya sangat buruk sampai-sampai dijuluki Kota Sejuta Lubang, mungkin bisa dijanjikan program pembenahan dan perawatan jalan berkelanjutan disertai pembenahan trotoar untuk pejalan kaki, di samping program lainnya seperti transparansi anggaran, penyederhanaan birokrasi dan sebagainya.
Sedangkan di wilayah atau daerah lain yang banyak anak putus sekolah, bisa ditonjolkan program Kartu Sumut Pintar (KSP), demikian seterusnya untuk daerah lainnya. Artinya kita boleh sampaikan semua program Djoss bila memungkinkan, tapi bila waktunya sempit atau terbatas, tonjolkanlah program-program yang memang dibutuhkan oleh masyarakat di daerah tersebut sehingga masyarakat di daerah itu merasa harapan dan keinginannya terpenuhi.
Selain itu kita juga dapat mencetak brosur mengenai program-program unggulan pasangan Djoss dan membagi-bagikannya diberbagai pusat keramaian seperti pasar, mall, plaza, persimpangan jalan, pemasangan spanduk di tempat yang strategis.
Mengadakan acara talk show atau tanya jawab mengenai program-program Djoss di radio dan televisi sehingga masyarakat mengenal lebih dalam terhadap apa yang akan dikerjakan oleh Djoss bila berhasil terpilih kelak. Pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Jadi relawan Djoss, kenalkanlah pasangan Djoss kepada masyarakat.
Disaat waktu kampanye yang semakin sempit (pencoblosan 27 Juni 2018), maka gerak cepat relawan Djoss sangat dibutuhkan. Fokuskan pada program-program yang akan dijalankan Djoss, tidak perlu mengejek atau mencela program paslon lainnya, dengan demikian masyarakat juga akan ikut bersimpati terhadap Djoss, syukur-syukur bisa menarik simpati pendukung paslon lain untuk mengalihkan dukungannya kepada Djoss.
Satu lagi yang perlu diperhatikan relawan Djoss adalah kurang memaksimalkan peran sosmed sebagai alat promosi, bahkan Fans Page Djoss hanya diikuti dan dikomentari oleh puluhan akun saja, padahal itu adalah salah satu alat promosi yang paling murah dan berjangkauan luas. Sangat efektif untuk menjaring generasi milenial yang melek teknologi, sangat sayang bila dibiarkan tak terkelola dengan baik.
Memang bukan tugas yang mudah, mengingat begitu banyak aspek yang harus ditangani dengan waktu yang cukup singkat. Menguras tenaga, waktu, pikiran bahkan kocek sendiri pun tak jarang harus dikorbankan. Disitulah kita diuji seberapa besar tekad kita untuk mendapatkan pemimpin yang baik, seberapa besar pengorbanan yang sanggup kita berikan demi Sumut yang lebih baik.
Namun yang perlu diingat, pengorbanan kita hanya sampai 3 bulan ke depan, tapi pengorbanan Djoss bila terpilih nanti untuk melaksanakan dan merealisasikan janji-janjinya adalah sampai 5 tahun ke depan.
Yang terakhir dan tak kalah pentingnya adalah menjalin komunikasi yang baik dengan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dan para pemuka agama di masing-masing tempat ibadah, jangan sampai tersusupi. Hal ini sangat penting dilakukan, mengingat paslon yang minus prestasi dipastikan akan menggunakan cara-cara kotor untuk menang, seperti mengungkit masalah SARA, menggunakan isu-isu primordial seperti putera daerah dan non putera daerah dan sejenisnya, kenapa?.
Karena paslon model seperti itu bingung, tidak punya konsep dan program yang jelas. Seandainya memiliki program pun isinya muluk-muluk tidak masuk akal dan jauh dari realitas yang ada. Bila beradu program, program apa yang mau ditawarkan dan dijual kepada masyarakat?, apa yang mau dikerjakan bila seandainya menang?. Bila tidak ada program mampu ditawarkan kepada masyarakat, atau punya program tapi tidak bisa direalisasikan, lantas apa gunanya dipilih?. Bukankah begitu kawan?