Baru saja kemarin saya menulis tentang rumah akal-akalan DP 0 rupiah yang ternyata untuk orang kaya, kini muncul lagi pengadaan lift akal-akalan. Hampir saja kita kecolongan pengadaan barang yang tidak masuk akal ini andai saja DPRD tidak cermat melihat anggaran yang muncul secara tiba-tiba tanpa pembahasan di banggar..
Sudah munculnya tiba-tiba, barang yang ingin diadakanpun tidak masuk akal. Lha apa masuk di akal jika barang yang akan dibeli adalah lift untuk rumah berlantai dua.
Di tengah gencarnya sosialisasi pola hidup sehat yang menganjurkan para pegawai agar tidak kebanyakan duduk, berjalan minimal 10.000 langkah sehari dan rajin berolahraga, sungguh mengherankan rumah dinas gubernur Anies yang hanya dua lantai malah ingin dipasangin lift.
Hal ini juga sangat kontraproduktif bila kita kaitkan dengan anjuran Sandiaga agar para pegawai berlari berangkat ke kantor supaya sehat. Lha kok yang dirumah dinas malah kalan kaki naik tangga saja enggan, sampai-sampai harus dipasang lift seharga 750 juta…
Pengertian menurut wikipedia, LIFT adalah angkutan transportasi vertikal yang digunakan untuk mengangkut orang atau barang. Umumnya digunakan di gedung-gedung bertingkat tinggi, biasanya lebih dari tiga atau empat lantai. Sedangkan gedung-gedung yang lebih rendah biasanya hanya mempunyai tangga atau eskalator.
Sehingga saya mempertanyakan urgensinya apa sehingga memandang perlu untuk membuatkan lift disebuah bangunan cagar budaya berlantai dua? Sangat janggal dan entah akal-akalan siapa sampai muncul ide tidak masuk akal seperti ini…
Dan usut punya usut ternyata ini adalah inisiatif dari kepala Dinas Cipta DKI Jakarta Benny Agus Chandra. Benny mengatakan bahwa rencana pengadaan lift bertujuan memudahkan tamu difabel yang mengunjungi rumah dinas gubernur.
Rasanya alasan itu mengada-ada mengingat rumah dinas mustinya hanya untuk tinggal gubernur Anies dan keluarganya saja. Kalaupun ada tamu ya ngapain juga ke lantai dua. Apa di lantai satu terlalu sempit? Ternyata tidak menurut pengakuan Rian Ernest mantan staff Ahok. Lantai satu cukup luas untuk menerima tamu…
Lagipula frekuensi tamu difabel berkunjung ke rumah dinas gubernur Anies pasti juga tidaklah sering-sering amat, bisa dihitung dengan jari lah ibaratnya…lha inilah yang perlu ditelusuri.
Lain Benny lain pula sekda Saefullah. Jika Benny mengatakan bahwa ini adalah inisiatif pihaknya ingin memasang lift, Sekda Saefullah malah menyebutkan bahwa adanya anggaran pengadaan lift untuk rumah dinas gubernur DKI Jakarta merupakan kesalahan input data Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan.
Lha ini mana yang benar? Memang direncanakan atau salah input? Jika direncanakan atas dasar apa dan jika salah input bagaimana mungkin 750 juta rupiah sampai salah input. Mengapa pula anggaran muncul tiba-tiba?
Jika benar ini adalah kesalahan pegawai input data maka ini adalah kesalahan fatal dan harus ditindak tegas. Segera pecat staff dan ganti yang punya kecakapan khusus agar tidak terjadi lagi dikemudian hari. Ini jelas ada indikasi korupsi dan tidak bisa lagi dibiarkan…
Dan sampai disini saya malah jadi kepikiran KPK nya DKI bikinan Sandiaga. Kemana Bambang Widjojanto dan jajarannya yang katanya bertugas melakukan pencegahan korupsi di Pemprov DKI Jakarta? Kenapa masih saja kecolongan dengan anggaran-anggaran siluman seperti ini…
Padahal awalnya saya sangat berharap banyak dengan adanya Pak BW ini. Saya membayangkan Jakarta benar-benar aman dari korupsi karena sistem sudah dibangun Ahok dan di lapangan diawasi oleh pakar pencegahan korupsi, Bambang Widjojanto.
Namun ternyata, lagi-lagi harus kita akui tugas yang selama ini diperankan Ahok dalam menjaga penyusunan anggaran di Jakarta agar Bersih-Transparan dan Profesional belumlah tergantikan.
Belum ada yang sekaliber Ahok menthelengin anggaran sampai tengah malam. KPK buatan Anies dan Sandiaga belum mampu berbuat banyak. Sehingga mau tak mau terpaksa kita harus menthelengin sendiri uang-uang kita agar tidak raib karena “salah input“…Huhh!
Selamat menthelengin uang-uang kita!!