Menarik menyaksikan acara Indonesia Lawyer Club (ILC) selasa kemarin. Terlihat sekali bahwa lawan semakin ngebet mengganti presiden tetapi kebingungan mencari celah titik lemah Jokowi yang kinerjanya sudah sangat diakui dan diterima oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Dan yang paling menarik perhatian saya tentu saja adalah pemaparan dari mantan ketua tim sukses Anies-Sandi, Mardani Ali Sera yang begitu bersemangat malam itu. Saking semangatnya argumen-argumen yang disampaikan garing dan sangat tidak berbobot.
Bahkan saya melihat pernyataan bahwa “Jokowi bisa dikalahkan” dari pak Mardani hanyalah upaya menghibur diri agar tidak patah semangat dalam usaha merebut kekuasaan. Dalam hati sebenarnya tersimpan keraguan mendalam, siapakah sosok yang pantas diajukan untuk bersaing dengan Jokowi pada pilpres nanti.
Saya malah khawatir “tragedi sujud syukur” yang pernah disiarkan secara langsung oleh stasiun TV yang juga menyiarkan acara ILC ini akan terulang kembali.
Diberi kesempatan bicara oleh bang Karni, Mardani menceritakan ada seorang manager dari Jepang yang keheranan melihat perilaku orang-orang di Indonesia yang tidak tertib berlalu lintas. Tidak ada orang yang menyeberang jalan lewat zebra cross. Perilaku ini dianggap oleh Mardani sebagai kegagalan revolusi mental Jokowi.
Bagaimana mungkin Mardani Ali Sera mempersalahkan Jokowi atas perilaku masyarakat yang tidak tertib seperti ini. Jangan-jangan jika ada orang yang buang sampah sembarangan juga Jokowi yang akan disalahkan. Parah!!
Saya yakin manager dari Jepang yang disebutkan pak Mardani itu akan lebih heran dan terharu jika melihat trotoar dipakai jualan PKL, jalan raya dijadikan lapak, tanah negara dibuat bedeng, dan bibir sungai dibangun rumah permanen.
Dan semua itu terjadi di kota Jakarta. Ibukota negara yang mustinya tingkat pendidikan masyarakatnya diatas rata-rata. Bisa-bisa manager dari Jepang itu malah harakiri ditempat saking geramnya…!
Akan tetapi tidak mungkinlah pak Mardani akan memperlihatkan borok Jakarta ini kepada manager dari Jepang tadi. Malulah dia jika harus menunjukkan budaya perilaku menyimpang tersebut, mengingat gubernur Jakarta adalah Anies Baswedan yang juga dia dukung.
Sehingga aneh rasanya jika Mardani malah menyalahkan Jokowi dalam hal ini.
Mengubah perilaku yang sudah membudaya seperti ini bukanlah pekerjaan instan yang bisa diselesaikan dalam hitungan hari, bulan dan tahun. Mendidik masyarakat untuk tertib berlalu lintas butuh waktu yang sangat lama dan berkelanjutan. Itupun harus dilakukan bersama-sama, tidak bisa dibebankan hanya kepada seorang Jokowi.
Dan pekerjaan membenahi mental seperti ini semakin sulit karena perjuangannya adalah melawan kebodohan.
Saya malah teringat kata-kata Budiman Sujatmiko dalam akun twitternya beberapa waktu lalu :
“Jika saja untuk memajukan negeri ini kita cuma perlu melawan orang-orang jahat, akan lebih mudah, ada hukum pidana tindak kejahatan. Masalahnya adalah kebodohan tidak bisa dihukum”
Tetapi tentu pak Mardani Ali tidak usah khawatir karena lima tahun kedepan Jokowi berjanji akan fokus pada pembangunan manusia seutuhnya.
Dengan semangat menggebu-gebu pak Mardani melanjutkan “orasinya”. Dia mengatakan ada tiga kriteria orang yang pantas menjadi presiden yaitu Mau, Tahu dan Mampu. Pak Mardani menilai Jokowi hanya Mau, kerja, kerja, dan kerja! Tetapi tidak Tahu dan tidak Mampu.
Argumen ini juga masih bisa diperdebatkan. Jika Mau, Tahu dan Mampu adalah benar-benar disyaratkan bagi seorang calon pemimpin dari PKS, maka akan sangat bertentangan jika kita kaitkan dengan pilkada DKI Jakarta yang lalu.
Jika ketiga hal itu yang menjadi alasan, seharusnya PKS mendukung Ahok dan bukan Anies Baswedan. Karena kalau mau jujur, Ahok lah yang Mau, Tahu dan Mampu memimpin dan mengurus Jakarta.
Tetapi mengapa mereka malah mengusung Anies, jelas hanya karena ingin menang. Kapasitas seorang calon tidak lagi menjadi penting karena targetnya adalah kemenangan. Akhirnya isu SARA lah yang berhasil memenangkan Anies. Jadi bukan karena Mau, Tahu, dan Mampu seperti kriteria pak Mardani.
Dan cara-cara negatif seperti ini juga akan dipakai melawan Jokowi. Dibuatlah narasi yang kira-kira bisa menggiring opini masyarakat bahwa Jokowi sudah gagal memimpin Indonesia. Maka muncullah isu ekonomi, hutang negara, impor pangan yang digoreng akhir-akhir ini.
Tetapi menyerang Jokowi dengan menggunakan isu-isu itu adalah sebuah kesalahan besar. Akan sangat mudah dijawab dan dipatahkan saat debat capres nanti, apalagi jika calon wakil presiden Jokowi adalah Sri Mulyani Indrawati, menteri keuangan terbaik sedunia.
Tidak usah Sri Mulyani lah, dari debat di warung kopi yang sempat diunggah akun Mak lambe turah saja kita tahu bahwa masyarakat sudah cerdas menilai soal pertumbuhan ekonomi kita dan bagaimana bijaksananya Jokowi mengelola utang negara.
Dan jika isu ekonomi tak mampu lagi mempengaruhi masyarakat, isu SARA dan hoaks karya MCA sudah mati kutu dibekuk jenderal Tito, bukankah kemenangan Jokowi sudah didepan mata?…
Akhir kata, salut untuk semangat membara pak Mardani Ali Sera, mantan tim sukses gubernur Anies yang terlihat ngebet banget ingin mengganti presiden Jokowi.
Tetapi maaf pak, Jokowi akan kami duaperiodekan!
Selamat menerima kekalahan untuk yang kesekian kali!!